Ortu Theo: “Kalau Benar Dia Pendeta, Pasti Bisa Didik Putrinya Dengan Benar”

Kenangan indah Dr. Djonggi Simorangkir dengan dua cucu tersayangnya, Haifa Felicia Kana boru Simorangkir (Cucu Panggoaran) dan Caroline Valentina boru Simorangkir

Jakarta, innews.co.id – Kesal dan geram kentara jelas di wajah Dr. Djonggi Simorangkir saat ditanya soal kasus kekerasan yang dialami istrinya Dr. Rumindang Radjagukguk yang diduga akibat ulah menantunya Margaretha Sihombing.

“Perilakunya sama sekali tidak mencerminkan anak seorang pendeta, mantan Sekjend HKBP lagi,” ujar Djonggi, Selasa (15/2/2022). Bukan hanya lantaran memukul mertuanya, tapi sampai sekarang pun entah dimana rimbanya. Kabarnya, sudah meninggalkan suaminya hampir dua tahun.

“Apa benar begitu, seorang istri pergi begitu saja meninggalkan suaminya? Apakah benar, seorang menantu yang sudah kami sekolahkan dan diberi berbagai fasilitas, termasuk tabungan dan perhiasan, malah memukul mertuanya? Ini sudah keterlaluan,” ungkap Djonggi lagi.

Dr. Rumindang Radjagukguk saat bermain dengan dua cucunya

Menurutnya, kasus kekerasan yang dialami istrinya itu saat ini tengah diproses di Polres Jakarta Pusat. “Polisi juga sekarang terus mencari keberadaannya. Sudah didatangi ke rumah orangtuanya di Bekasi, tapi mereka mengaku tidak tahu dimana putrinya berada,” beber advokat senior di Ibu Kota ini.

Diterangkan, tak hanya memukul, tergugat juga memaki-maki dan mengancam mertuanya DR Ida Rumindang Dipukuli Margaretha. Bahkan, kabarnya, di luar apartemen milik Djonggi, tergugat juga memaki-maki DR. Djonggi dengan tidak sopan.

Dia mengaku sedih, lantaran dua cucunya yakni, Haifa Felicia Kana boru Simorangkir (Cucu Panggoaran) dan Caroline Valentina boru Simorangkir, saat ini tidak diizinkan bertemu dengannya. “Sebagai ompungnya (kakek), tentu saya sangat sedih. Cucu saya ulangtahun, tidak bisa saya rayakan. Juga saya tidak tahu dimana cucu-cucu itu berada,” terangnya pilu.

Djonggi tak mampu menyembunyikan kekhawatiran akan kedua cucunya. “Cucu panggoaran saya Haifa, tahun ini genap berusia 5 tahun. Itu artinya, dia sudah ikut PAUD. Tak tahu dimana keberadaannya sekarang. Sama siapa mereka? Kasihan saya dengan kedua cucu ini takut salah didik dari keluarga yang tidak jelas bibit, bebet bobotnya,” ucapnya lirih.

Dia sangat menyayangkan sikap orangtua Margaretha yang tidak kooperatif dan terkesan menyembunyikan keberadaan putrinya. “Pendeta cuma gelar saja, tapi perilakunya tidak mencerminkan sebagai seorang rohaniawan. Kalau benar-benar dia pendeta, bisa dong dia didik putrinya dengan benar,” tukas Djonggi.

Dr. Djonggi Simorangkir sedang momong cucu di kediaman Jaksa Theo Simorangkir yang disediakan Dr. Djonggi

Lanjut kata Djonggi, apalagi kalau di orang Batak, harus ada rasa segan dan menghargai terhadap orangtua suaminya atau besannya. “Kalau ini tidak! Malah diluar kami dan Theo dijelek-jelekkan. Pendeta apa seperti itu, tidak bijaksana dalam menyelesaikan masalah, malah memperkeruh,” imbuhnya.

Saat ini, gugatan cerai yang dilayangkan Theo Simorangkir tengah menjalani persidangan di PN Jakarta Pusat. “Upaya mediasi gagal karena pihak mereka tidak hadir. Jadi sidang berlanjut. Sebenarnya kalau mediasi gagal, maka putusan cerai sudah 100 persen. Sebab, mediasi dilakukan tentu dengan itikad baik. Kalau ada yang tidak datang mediasi, berarti memang tidak punya itikad baik,” tandasnya.

Hasil sidang hari ini, diundur dengan agenda mendengar jawaban Tergugat Margaretha Sihombing pada 2 Maret 2022 nanti. “Terlalu lama diundurnya. Apa memang disengaja oleh dia, supaya bisa lebih lama merasa sebagai istri seorang jaksa?” cetusnya.

Djonggi mengaku menyesal karena dulu telah mendorong Theo untuk mau menerima Margaretha sebagai istrinya. “Saya sangat menyesal. Tadinya saya pikir, karena dia putri seorang pendeta tentu punya attitude yang baik. Juga anak saya bisa sering-sering didoakan oleh mertuanya. Tapi yang terjadi, berbalik 180 derajat. Baik dia maupun orangtuanya sama-sama menyimpan kebusukan dan tidak bermoral. Harusnya mantan Sekjen HKBP Pdt Mori Sihombing dan isterinya yang katanya mantan guru itu punya etika yang bagus. Apalagi dulu, mereka yang datang temui saya dan meminta berbesan. Sudah saya restui, gak tahunya malah seenaknya saja. Tidak punya tata krama dan adat,” pungkasnya. (RN)

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan