Jakarta, innews.co.id – Masih membekas dalam ingatan para Notaris, peristiwa tragis yang terjadi pada Kongres Ikatan Notaris Indonesia (INI) XXIII di Makassar, Sulawesi Selatan, 30 April – 1 Mei 2019 silam, di mana Eyota Madius Notaris asal Bengkulu harus meregang nyawa. Sebelum meninggal di kamarnya, Eyota baru saja mengikuti salah satu acara di kongres yang kabarnya suasanya sempat kisruh.
“Ini benar-benar pengalaman pahit. Notaris jadi korban. Padahal, niatnya baik ingin mengikuti agenda rutin tiga tahunan perkumpulan INI,” kata Otty Hari Chandra Ubayani, ketika coba flashback dengan peristiwa tersebut, kepada innews, Minggu (19/6/2022).
Dikabarkan, saat acara Prakongres dan Kongres Luar Biasa (KLB) di Pekanbaru, Riau, beberapa hari lalu, sempat juga terjadi kericuhan. “Jujur, saya trauma dengan kericuhan-kericuhan yang kerap terjadi di acara Prakongres atau Kongres INI,” ungkap Otty yang juga Notaris/PPAT di Ibu Kota ini.
Ketika dikonfirmasi terjadinya kericuhan di arena KLB di Pekanbaru, Otty mengiyakan. “Sempat ricuh dan terjadi saling dorong di antara peserta KLB. Aneh ya, bagaimana Pengurus Pusat (PP) plus panitia mengatur acara ini sampai harus terjadi ribut-ribut,” ujar Otty yang juga menjadi salah satu Calon Ketua Umum PP INI periode 2022-2025 ini.
Tidak itu saja, kok keamanan selalu diambil dari orang luar. Ini sangat disayangkan sekali. “Keamanan janganlah diambil dari yang bukan notaris. Kalau di luar ruangan sih tidak apa,” tambah Otty.
Dia menambahkan, kami (notaris) itu pejabat, bukan orang kriminal. “Notaris itu profesi terhormat. Tidak perlu dilakukan secara kasar. Dan lagi, anggota hanya menyuarakan suara secara demokrasi. Harusnya didengar, bukan malah dibungkam,” tegasnya.
Otty menambahkan, harusnya semua pihak belajar dari pengalaman-pengalaman yang sudah terjadi dan tidak mengulanginya kembali. “Sudah pernah ada kejadian sampai sahabat kita harus kehilangan nyawanya. Apa mau seperti itu lagi? Kapan dewasanya kita kalau begitu,” serunya.
Dirinya berharap, pelaksanaan Kongres INI XXIV di Bandung, November 2022 nanti, tidak terjadi kericuhan-kericuhan seperti itu. “Tunjukkan kita adalah organisasi yang terhormat dan bermartabat, bukan perkumpulan kaleng-kaleng yang kerjanga hanya ribut saja,” tukasnya.
Panitia, baik SC maupun OC, harus benar-benar dapat mengatur pelaksanaan acara secara tertib. Demikian juga pimpinan sidang harus bijaksana, bukan malah memicu kegaduhan. “Pemilihan secara e-voting terbuka menjadi salah satu alternatif tepat guna menghindari kekisruhan yang berpotensi jatuh korban,” pungkas Otty mengingatkan. (RN)
Be the first to comment