
Berpuasa bukan sekadar menahan lapar dan haus, tapi juga menjaga lidah dari perkataan yang sia-sia. Seperti, kebohongan, celaan, pergunjingan, gosip, fitnah, dan sejenisnya yang mampu melukai perasaan orang lain, menimbulkan perdebatan dan perpecahan.
Jakarta, innews.co.id – Bulan Suci Ramadan memiliki makna yang luas dan dalam bagi umat Muslim. Begitu pentingnya, tak heran berpuasa termasuk dalam salah satu lima rukun Islam. Dalam Surat Al-Baqarah ayat 183 dikatakan, “Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”.
“Berpuasa memiliki makna menjadikan kita bersih lagi. Ibarat kendaraan, spidometernya kembali ke 0 kilometer lagi,” kata Otty Hari Chandra Ubayani, SH., Sp.N., MH., Ketua Umum Ikatan Alumni Kenotariatan Universitas Diponegoro (IKANOT Undip), kepada innews, di Jakarta, Senin (18/3/2024).
Dalam setahun, kata Otty, umat Muslim hanya punya satu bulan waktu berpuasa. “Ini menjadi momentum yang harus dijalani seluruh umat Muslim. Karena dengan begitu, kita membersihkan dari segala dosa-dosa. Jangan malah saat berpuasa tetap bikin dosa,” anjur Notaris/PPAT senior di Jakarta Selatan ini.
Puasa juga, sambungnya, merupakan saat tepat merefleksi apa-apa saja kekhilafan dan dosa yang telah diperbuat. Apakah kita selama ini ‘hobi’ menyakiti teman dengan kata-kata kasar? Atau mungkin kita senang bergosip dan menyebarkan hoaks melalui media-media sosial? Atau juga kita senang mencela, menghina, dan merendahkan orang lain? Atau kita selalu menempuh berbagai kecurangan hanya untuk meraih jabatan atau kekuasaan? “Itu harus jadi perenungan kita dan berjanji tidak lagi melakukan hal tersebut di kemudian hari,” imbuhnya.
Dalam konteks berbangsa dan bernegara, Otty mengingatkan, di bulan Suci Ramadan ini saatnya melakukan rekonsiliasi. “Manusia tidak ada yang sempurna. Mungkin tidak semua sesuai harapan kita. Tapi paling tidak kita harus menahan diri demi keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Jangan hembus-hembuskan permusuhan,” tukas pemilik rumah mode OH Boutique ini.
Dikatakannya, di masa ini juga semua bisa saling memaafkan dan menumbuhkan budaya tepo seliro dalam hubungan antar-sesama manusia. “Kita harus mencari sebanyak mungkin teman dan meminimalisir terjadinya permusuhan. Saya selalu mengedepankan arti penting pertemanan kepada siapapun,” tuturnya.
Dalam lingkup keluarga, Otty memiliki tradisi sahur dan berbuka bersama keluarga, terutama di awal-awal puasa. Meski dirinya tidak menafikan banyak mendapat undangan buka bersama (bukber) dengan teman-teman sejawat atau mitra-mitranya. “Undangan bukber banyak ya, apalagi sudah tidak pandemi lagi. Kita harus pintar-pintar atur waktu juga,” aku Otty.
Dirinya berharap puasa tahun ini bisa berjalan dengan lancar hingga Idul Fitri 1445 Hijriah nanti. “Saya berharap semua pihak bisa menahan diri. Esensi berpuasa adalah kembali fitrah, bukan malah nambah dosa,” tegasnya mengingatkan. (RN)
Be the first to comment