Otty Ubayani Buka-bukaan Soal Warisan Agar Tak Berpolemik

Otty Hari Chandra Ubayani, SH., Sp.N., MH., Notaris/PPAT senior

Jakarta, innews.co.id – Hakikatnya warisan adalah milik yang bisa diberikan kepada pihak lain yang disebut ahli waris. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dikatakan, pewaris adalah orang yang berhak menerima harta pusaka dari orang yang telah meninggal.

Sayangnya, seringkali warisan menjadi masalah yang rumit dan berkepanjangan. Bisa melahirkan percekcokan, perseteruan, permusuhan, bahkan tak jarang gegara warisan, saudara bersaudara bisa tidak ‘omon-omon’ alias bertegur sapa sepanjang hidupnya.

Sejak dulu, masalah warisan kerap mencuat. Terkadang niat baik orangtua ingin membagi harta benda hasil jerih payahnya justru berujung pertikaian di antara para keturunannya. Tidak sedikit masalah warisan berujung di meja hijau.

Otty Hari Chandra Ubayani usai memberikan training hukum kepada para anggota AREBI Bogor

Menyikapi kondisi yang demikian pelik, secara lugas, Otty Hari Chandra Ubayani, SH., Sp.N., MH., Notaris/PPAT senior membeberkan bagaimana warisan itu membawa keberkahan, baik kepada pemberi waris, apalagi penerimanya, dihadapan peserta Training Hukum yang digagas oleh Dewan Pimpinan Cabang Asosiasi Real Estate Broker Indonesia (DPC AREBI) Bogor, di Sport Club, Bukit Golf Cibubur, Jumat, 22 Maret 2024 lalu.

Antusias peserta training begitu mengemuka. Hal ini nampak dari banyaknya peserta melontarkan pertanyaan-pertanyaan kritis kepada Otty.

“Peliknya masalah warisan membuat hal tersebut diatur dalam aturan khusus dalam tata hukum di Indonesia, yang dikenal dengan Hukum Waris,” kata Otty yang juga Ketua Umum Ikatan Alumni Kenotariatan Universitas Diponegoro (IKANOT Undip) ini.

Otty menguraikan, “Hukum Waris adalah hukum yang mengatur kedudukan hukum harta kekayaan seseorang setelah ia meninggal dunia. Atau hukum yang mengatur apa yang harus terjadi dengan harta kekayaan seseorang yang meninggal dunia. Hal tersebut diatur dalam buku II tentang benda, Pasal 830-1130 KUHPerdata”.

Otty Ubayani tengah memaparkan materinya secara lugas

Lebih jauh Ketua Umum Alumni FH Universitas Pancasila Angkatan 1983 ini mengatakan, dalam proses jual-beli tanah, maka adalah penting memastikan pihak penjual adalah ahli waris yang sah.

“Bagi mereka yang beragama Islam, untuk memastikan apakah ahli waris sebagai penjual adalah benar dengan cara meminta surat keterangan ahli waris dari kelurahan dan kecamatan. Sementara bagi non-Muslim, termasuk mereka dari etnis Tionghoa, dengan melakukan cek wasiat di Kemenkumham, kemudian membuat akta keterangan waris di Notaris,” terang peraih penghargaan Indonesian Moslem Award untuk kategori Best Professional Moslem of the Year, di tahun 2006 ini.

Dalam hal waris dikenal istilah Legitimasi Porsi/Legitieme portie yakni, suatu bagian dari harta peninggalan yang harus diberikan kepada para ahli waris dalam garis lurus menurut undang-undang dan dilindungi UUD 1945.

Dengan gamblang Otty menguraikan penyebab hilangnya hak waris atas warisan, seperti terdapat pada Pasal 383 KUHPerdata) yakni, Dianggap tidak cakap hukum; Adanya putusan pengadilan, yang menyatakan: Mereka yang telah dihukum karena membunuh atau mencoba membunuh pewaris; Mereka yang telah dihukum karena memfitnah pewaris; Mereka yang dengan kekerasan mencegah pewaris membuat atau mencabut wasiat; Mereka yang telah menggelapkan, merusak, memalsukan surat wasiat si yang meninggal.

Hukum waris

Lebih jauh Sekretaris Umum Pengurus Pusat Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PP IPPAT) ini menerangkan, hukum waris yang berlaku di Indonesia ada 3 yakni, Hukum waris Islam, berdasarkan (KHI) yang disahkan melalui Inpres Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam; Hukum waris adat; dan, Hukum perdata atau berdasarkan KUHPerdata. Otty mengatakan, pembagian harta waris menurut hukum perdata atau KUHPerdata merupakan cara pembagian waris yang umumnya dilakukan oleh mereka yang non-Muslim.

Otty meneruskan, bagi umat Muslim, pembagian harta waris mengacu pada anjuran dalam Al’Quran. Hukum terkait warisan dalam Islam juga tertulis dalam Pasal 176-185 ayat KHI (Kompilasi Hukum Islam). “Jika dalam hasil pembagian waris mengalami perselisihan antara para ahli waris, maka ahli waris yang tidak menerima hasil pembagian waris tersebut dapat mengajukan upaya hukum di pengadilan agama,” seru Otty memberi solusi.

Otty Ubayani memberikan buah-buah pemikirannya kepada para peserta training hukum yang digagas oleh AREBI Bogor

Hukum waris yang ditinjau secara adat, sambung Otty, banyak dipengaruhi oleh struktur kemasyarakatan dan kekerabatan. Di Indonesia, sistem pewarisan adat dibagi menjadi beberapa macam sistem yakni: Sistem keturunan, di mana pembagiannya dibedakan menjadi 3, yakni: Pertama, patrilineal atau berdasarkan garis keturunan bapak. Kedua, sistem matrilineal yaitu berdasarkan garis keturunan ibu. Ketiga, sistem bilateral yaitu sistem berdasarkan garis keturunan kedua orangtua.

Bisa juga menggunakan sistem individual, di mana setiap ahli waris mendapatkan harta menurut bagiannya masing-masing. Biasanya diterapkan pada masyarakat yang menerapkan bilateral seperti Jawa dan Batak.

Selanjutnya, bila pembagian warisan menurut KUHPerdata, dapat dibedakan menjadi 4 golongan dengan pembagian masing-masing. “Dibuatnya secara terinci hukum waris ini semata untuk meminimalisir terjadinya masalah di antara sesama penerima waris,” tukas Otty.

Para peserta training hukum yang membludak dengan narasumber Otty Ubayani

Untuk itu, dirinya berharap kepada pemberi waris sebelum menetapkan kembagian warisan jauh lebih baik berkonsultasi dengan pihak-pihak yang memahami hukum, termasuk Notaris. Bahkan bila perlu warisan yang akan diberikan di akta-kan sehingga berkekuatan hukum yang mengikat, sesuai dengan kesepakatan yang telah ada.

“Banyak orang bilang untung kalau dapat warisan. Namun faktanya tidak selalu demikian. Karena ada juga yang malah buntung. Itu karena kurang memahami literasi hukum waris yang berlaku, baik secara agama, adat, maupun hukum nasional,” pungkas Otty Ubayani. (RN)

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan