Pakuwon Jati Diduga Lecehan Konsumen, Ike Farida Surati Presiden Jokowi

Apartemen Casa Grande yang berlokasi di Jakarta Selatan, dibangun oleh Group Pakuwon Jati

Jakarta, innews.co.id – Kasus dugaan pelecehan konsumen yang dilakukan Group Pakuwon Jati terhadap Ike Farida masih bergulir. Secara arogan, pihak Group Pakuwon Jati melaporkan Ike Farida ke Polda Metro Jaya (PMJ).

Anehnya, Farida telah ditetapkan sebagai tersangka, meski belum pernah diperiksa sekalipun oleh penyidik.

Apartemen Kota Kasablanka yang dikelola oleh Group Pakuwon

Farida dilaporkan oleh Group Pakuwon Jati ke Unit 5 Jatanras PMJ, pada 24 September 2021, dengan tuduhan melanggar pasal 242 (sumpah palsu), 263 (pemalsuan surat), dan 266 (memasukkan keterangan palsu pada akta) KUHPidana. “Mereka bilang saya dimenangkan hakim MA RI karena saya melakukan pemalsuan pendaftaran perjanjian kawin. Kata mereka saya tidak pernah mendaftarkan perjanjian kawin. Padahal, itu ada dan terdaftar resmi,” ucap Farida.

Lalu, Group Pakuwon menuding Farida telah memalsukan akta perjanjian kawin. Padahal, ketika diminta menjadi saksi, notaris mengatakan akta ini sah dan asli. Semuanya terbantahkan. “Ini jelas-jelas skenario yang dibuat pengembang dan diduga difasilitasi oleh kepolisian,” katanya.

Farida menduga petinggi di Pakuwon Jati dekat dengan sejumlah pejabat di Polda Metro Jaya dan Mabes Polri. “Karena Kapolda Metro sekarang dulunya pernah bertugas di Jawa Timur, mungkin ada kedekatan khusus dengan petinggi Pakuwon Jati. Harusnya aparat negara itu netral dan tidak berpihak, apalagi menjadi beking oknum tertentu,” katanya kepada innews, Sabtu (9/9/2022).

Meski begitu Farida yakin masih ada polisi yang memiliki integritas dan profesionalitas serta mematuhi kode etik kepolisian. “Sebagai konsumen sekaligus advokat, saya punya kewajiban moral untuk menegakkan hukum dan meneriakkan keadilan. Kita harus tegar, kuat, dan bicara lantang untuk menegakkan kebenaran dan keadilan,” imbuhnya.

Sebagai seorang Muslim, Farida mengamini seperti tertera dalam Surat Al-Maidah ayat 8 yang pada intinya mengatakan, “Hai orang beriman, jadilah kamu sebagai penegak keadilan karena Allah SWT. Ketika sebagai saksi harus adil. Janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu berlaku tidak adil. Berlakulah adil karena adil itu lebih dekat kepada taqwa”.

Jadi, kalau manusia biasa saja diminta berlaku adil, apalagi para aparat penegak hukum, termasuk polisi.

Farida mengaku sudah begitu banyak upaya komunikasi yang coba ia lakukan dengan PT EPH, sejak Mei 2012. Tapi hasilnya, pihak PT EPH selalu menolak dengan beragam dalih. Konon kabarnya PT EPH pernah menyarankan Ike bercerai dengan suami yang adalah warga negara asing (WNA) tersebut karena tidak ada perjanjian kawin berdasarkan hukum Indonesia. “Untuk bercerai pasti saya tolak. Tapi soal pelepasan hak kepemilikan dari suami ke saya sudah saya buat. Itu pun belum cukup bagi mereka,” ucapnya keheranan.

Diungkapkan dalam Peninjauan Kembali (PK), semua dokumen yang diberikan adalah otentik. Jadi tidak ada pemalsuan dokumen. Termasuk surat dari Dinas Tata Ruang dan Pertanahan yang menyatakan bahwa Apartemen Casa Grande tidak memiliki sertifikat layak fungsi. “Pengembang kesal karena kebobrokan dan kebusukan mereka dibongkar. Ketahuan mereka sudah berani menjual unit padahal belum boleh dihuni. Begitu juga surat dari BPN yang menyatakan bahwa Tower Avalon Apartemen Casa Grande belum ada permohonan pertelaan (pemecahan sertifikat hak milik atas kepemilikan satuan rumah susun/SHM SRS),” bongkarnya.

Artinya, para penghuni Tower Avalon belum ada yang memiliki AJB. Pengembang belum melakukan penyerahan kepemilikan unit kepada pembeli yang sudah membayar lunas.

Parahnya lagi, meski telah ditetapkan sebagai tersangka, namun Farida tidak pernah diperiksa polisi, baik sebagai saksi atau tersangka. “Pasal-pasal yang dikenakan kepada saya hanya bisa dilaporkan oleh hakim,” jelasnya lagi.

Farida mengakui dirinya telah melaporkan para penyidik di PMJ yang menangani laporan Group Pakuwon karena diduga banyak sekali pelanggaran yang dilakukan. Mulai dari dugaan pelanggaran kode etik, hukum acara, hukum acara kepolisian, dan lainnya. Dia menyebutkan, pengenaan pasal 242, 263, dan 266 tanpa bukti yang cukup. Seharusnya, penyidik sudah tahu dari awal bahwa ini tidak masuk tindak pidana. “Selain itu, penyidik juga tidak melihat putusan PK yang sudah ada untuk dapat digali apakah ini pidana atau bukan. Penyidik juga mengabaikan hak azasi saya karena tidak pernah diperiksa, tapi sudah langsung ditetapkan sebagai tersangka. Dan banyak lagi yang lain,” terangnya.

Sejumlah aporan sudah ia layangkan, mulai dari Presiden, Menkopolhukham, Kemenkumhan, DPR RI, DPRD DKI Jakarta, Jaksa Agung, Irwasum Polri, KPK, Ombudsman, Kompolnas, Propam, dan lainnya. “Ke Propam saya melapor waktu masih dipimpin Irjen Pol Ferdy Sambo. Belakangan saya tahu, Ferdy Sambo dekat dengan Kapolda Metro. Mungkin itu juga yang membuat laporan saya tidak ditindaklanjuti,” sergahnya.

Farida berharap Presiden, Kapolri, dan seluruh pejabat negara tegas. “Buang orang-orang yang busuk. Jangan dipindah atau dimutasi. Karena akan membusukkan tempat yang barunya nanti,” tegasnya.

Juga media massa dan masyarakat untuk terus meneriakkan kebenaran dan menegakkan keadilan. Karena korban sekarang malah dikriminalkan. “Saya berharap kasus ini bisa mendapat perhatian karena kok kenapa pembeli yang ditindas. Kalau ini tidak ditangani, maka akan banyak pengembang-pengembang lain yang akan meniru dan semakin banyak korban. Kasus mafia tanah akan semakin massif berkembang,” pungkasnya. (RN)

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan