Partisipasi Gereja Nyata Turunkan Stunting di NTT

Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) bersama Kementerian Kesehatan RI, serta BPMS GKS (tuan rumah) mengadakan kegiatan Orientasi Kader Gereja untuk Percepatan Pencegahan dan Penurunan Stunting di Sumba Timur, NTT, di Gereja GKS Jemaat Payeti, Waingapu, 5-6 Oktober 2021

Sumba Timur, innews.co.id – Angka stunting di Nusa Tenggara Timur, terbilang masih tinggi. Untuk itu, gereja pun tidak tinggal diam, tapi turun serta mendorong pencegahan dan penurunan kasus stunting.

Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) bersama Kementerian Kesehatan RI, serta BPMS GKS (tuan rumah) mengadakan kegiatan Orientasi Kader Gereja untuk Percepatan Pencegahan dan Penurunan Stunting di Sumba Timur, NTT, di Gereja GKS Jemaat Payeti, Waingapu, 5-6 Oktober 2021.

Secara khusus, Asisten 1 Bidang Pemerintahan, Plt. Kadis Dinkes Sumba Timur Yacobus Yifa, mengapresiasi kegiatan yang digagas oleh PGI dan Kemenkes RI. “Ini suatu bentuk kepedulian yang baik sekali terhadap sumber daya manusia kita. Apalagi ini bicara mengenai stunting, sehingga kita harus menyiapkan para kader untuk dapat menyampaikan bagaimana hidup sehat kepada masyarakat, secara khusus kepada remaja putri. Sebab itu kami berharap kerjasama ini dipertahankan,” katanya saat membuka kegiatan, Selasa (5/10/2021).

Dia berharap, usai kegiatan seluruh peserta dapat menindaklanjuti dengan melakukan pendampingan kepada remaja putri, dan pasangan usia subur, di lapangan agar dapat melahirkan bayi yang tidak stunting.

Yacobus mendorong pembentukan Posyandu Remaja yang seharusnya secara nasional sudah dicanangkan, namun di Sumba Timur belum ada. Gereja-gereja yang terlibat dalam program ini akan menjadi kader dan pionirnya.

Pada bagian lain, Sekretaris Eksekutif Bidang Kesaksian dan Keutuhan Ciptaan (KKC) PGI Pdt. Jimmy Sormin menegaskan, sebelumnya kegiatan serupa telah dilakukan di Sumba, namun segmentasi kegiatan sekarang ini fokus kepada remaja putri. “Kalau bicara stunting pencegahannya tidak hanya ketika menikah atau menjelang hamil, tapi bila kita tarik ke hulunya lagi ada faktor lain ketika kondisinya pada remaja sering mengalami ketidakstabilan terkait anemia. Sehingga membutuhkan asupan gizi, vitamin dan pola hidup sehat untuk menjaga keseimbangan dan kesehatan tubuhnya,” jelas Jimmy.

Sayangnya, hal ini masih kurang dipahami sehingga diperlukan intervensi agar kelak remaja putri dapat menjaga kualitas kesehatannya hingga dewasa kelak, sehingga tidak melahirkan generasi yang mengalami stunting. Dirinya berharap pasca pemantauan program ini akan terus berkelanjutan sehingga peserta dan remaja yang ikut bisa menjadi contoh bagi para remaja putri lainnya.

Ketua Badan Pelaksana Majelis Sinode Gereja Kristen Sumba (BPMS GKS), Pdt. Alfred Samani menyambut baik kegiatan ini. Menurutnya, kehadiran gereja tidak boleh lepas dari persolan dunia, dan salah satu titik yang juga menjadi perhatian gereja adalah soal kemanusian.

“Bagaimana gereja membantu mereka yang menghadapi kemalangan karena ketidaktahuan. Oleh karenanya dengan adanya kader-kader yang hari ini dilatih, saya pikir itulah bagian dari keterlibatan gereja dalam rangka menolong sesama manusia. Kami berharap program ini menjadi bagian dari satu mata rantai yang akan menolong kita untuk mempercepat proses pengurangan stunting,” ujarnya.

Kegiatan Orientasi Kader Gereja untuk Percepatan Pencegahan dan Penurunan Stunting di Sumba Timur, NTT ini diikuti Oleh 32 orang peserta yang merupakan perwakilan dari pemimpin/pelayan/pengurus gereja dari 32 gereja di Sumba Timur. Dari kegiatan ini diharapkan mereka dapat menggerakkan masyarakat untuk melaksanakan Germas dalam pencegahan stunting di jemaat/ masyarakat melalui KAP. Selain itu, akan ada 32 kelompok remaja binaan PGI, dan implementasi oleh kader sebanyak 32 kali dengan melibatkan 320 orang remaja putri melaksanakan pencegahan stunting.

Berdasarkan data TNP2K tahun 2017, di Sumba Barat, prevalensi stunting 2013 sekitar 55.53% (9.033 jiwa) dengan jumlah penduduk 123.430 jiwa (2016), Sumba Timur sebanyak 51,31% (15.801 jiwa) dengan jumlah penduduk 248.780 jiwa (2016). Sedangkan Sumba Tengah sebanyak 63,61% (5.765 jiwa) dengan jumlah penduduk 69.330 jiwa (2016) dan Sumba Barat Daya prevalensi stunting 61,22% (26.809 jiwa) dengan jumlah penduduk 324.050 jiwa.

Pada keempat kabupaten tersebut didapati bahwa secara umum remaja putri belum mengkonsumsi tablet tambah darah secara rutin. Pengetahuan dan dorongan untuk melakukan konsumsi tablet ini masih minim, baik di lingkungan keluarga maupun gereja. Padahal, stunting dapat disebabkan jauh sebelumnya ketika sang ibu memiliki tubuh yang kurang sehat dan tercukupi kebutuhan gizi atau vitaminnya sejak usia remaja.

Diyakini, bila sejak usia remaja telah teredukasi dengan baik mengenai kebutuhan untuk konsumsi tablet tambah darah secara rutin, diharapkan pengetahuan tersebut akan diteruskan ke teman-teman sebayanya serta generasi selanjutnya. (RN)

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan