Peneliti dan Koalisi Sipil: Sebar Hoaks, Propaganda Rusia Kuasai Indonesia

Para peserta diskusi terkait agresi Rusia ke Ukraina

Jakarta, innews.co.id – Dukungan dunia internasional kepada Ukraina menjadi terhalang lantaran propaganda yang dilancarkan Rusia dengan kekuatan sumber daya dan anggaran yang besar.

Hal tersebut dikatakan Liubov Tsybulska, ahli dalam disinformasi dan perang hibrida dari Ukraina. “Dengan dukungan anggaran dan sumber daya besar, Rusia telah mempengaruhi negara-negara lain, termasuk Indonesia, untuk mencegah pemberian dukungan kepada Ukraina,” terangnya dalam keterangan persnya, Rabu (8/2/2023).

Bagi Ukraina sendiri, lanjutnya, propaganda Rusia yang dilakukan tujuannya untuk melemahkan keinginan warga Ukraina ikut berperang. Sayangnya, upaya tersebut gagal, karena bangsa Ukraina berjuang untuk melawan musuh yang ingin menghancurkan mereka.

Liubov menilai, akibat keterbatasan akses publik terhadap informasi yang akurat tentang situasi di Ukraina, sehingga masyarakat Indonesia tidak dapat mengetahui upaya Rusia secara sistematis melakukan pelanggaran hak asasi manusia secara sengaja kepada warga sipil Ukraina, baik dengan perkosaan, penyiksaan, pembunuhan, dan menyerang infrastruktur utama untuk menolak layanan dasar.

Gambaran ini diaminkan oleh Sekretaris Jenderal Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI), Ika Ningtyas. Dia mendapati bagaimana akun media sosial palsu telah berlipat ganda sejak Rusia menginvasi Ukraina pada Februari 2022, menargetkan orang Indonesia dengan video, meme, dan artikel yang menyajikan informasi palsu untuk melemahkan dukungan terhadap Ukraina.

“Mereka menggunakan konten palsu, termasuk foto yang dipentaskan dan aktor yang berpura-pura menjadi figur publik seperti Presiden Ukraina Zelenskiy, untuk merusak kepercayaan di Ukraina dan menggambarkan Rusia sebagai negara yang kuat,” bebernya.

Sementara itu, Radityo Dharmaputra, dosen di Departemen Hubungan Internasional (HI) Universitas Airlangga (Unair), Surabaya, mendorong jurnalis Indonesia untuk membangun hubungan dengan organisasi media yang berbasis di Eropa Timur. “Kerjasama ini untuk membangun pemahaman mereka tentang politik dan sejarah kawasan yang akan membantu memisahkan kebenaran dari disinformasi. Jurnalis perlu memeriksa sumber mereka dan menguatkan fakta dari lebih dari satu sumber daripada hanya mengandalkan apa yang dikatakan satu orang,” jelas Radityo.

“Propaganda Rusia telah membuat pemahaman masyarakat di wilayah Asia meyakini bahwa Ukraina seharusnya duduk bersama Rusia,” timpal Olexiy Haran, Profesor Politik Komparatif dari National University of Kyiv-Mohyla Academy (UKMA), di tempat terpisah.

Dia mengatakan, pihaknya sudah berkali melakukan upaya negosiasi. Dimulai sejak 2014 dan 2015, bahkan Presiden Ukraina mencoba lagi tahun 2020. “Namun Presiden Putin menuntut hal yang tidak wajar. Ini kian diperparah oleh propaganda Rusia perihal Ukraina adalah perang terselubung yang dilakukan Amerika dan NATO,” katanya.

Faktanya, kata Olexiy, Ukraina mendapatkan dukungan dari banyak negara yang bukan anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), seperti Maroko yang mengirim tank dari jaman Uni Soviet, sanksi ekonomi yang diterapkan Swiss bahkan Singapura maupun sumbangan kemanusiaan dari negara mayoritas Muslim Pakistan.

Dikabarkan, hingga kini Ukraina meminta agar NATO menerapkan kebijakan menutup ruang udara Ukraina demi mencegah serangan udara dan keselamatan masyarakat sipil. Namun hal tersebut ditolak NATO yang enggan terlibat dalam konfrontasi secara langsung dengan Rusia.

Pada bagian lain, Usman Hamid, Executive Director of Amnesty International Indonesia menegaskan, pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Rusia seharusnya membuat masyarakat Indonesia menekan pemerintah agar lebih aktif mewujudkan perdamaian.

Prof. Tiarta Mursitama dari Fakultas Hubungan Internasional Universitas Bina Nusantara (Binus) menggambarkan, dalam banyak hal Indonesia mirip dengan Ukraina yaitu negara yang sangat multikultural, dan memiliki komunitas Muslim. “Banyak orang Indonesia tak mengetahui hal ini dan kita perlu meningkatkan kesadaran publik tentang Ukraina dan apa yang terjadi di sana,” tuturnya.

Tantangan pemahaman publik Indonesia akan agresi Rusia ke Ukraina dirasa berat. Marzuki Darusman dari Kurawal Foundation menyuguhkan, data opini publik di mana hanya 17 persen orang Indonesia yang peduli pada isu-isu hubungan internasional. (RN)

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan