
Jakarta, innews.co.id – Dengan melihat segudang prestasi gemilang dan kinerja yang terus membaik dari institusi Kepolisian Republik Indonesia, maka usulan Gubernur Lemhannas Letnan Jenderal TNI (Purn) Agus Widjojo untuk membentuk kementerian baru yang membawahi Polri, dinilai tidak tepat.
“Polri telah menjalankan tugasnya dengan sangat baik di semua lini, sesuai Undang-Undang No 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia,” ujar Dr. John N. Palinggi, MM., MBA., pengamat intelijen dan sosial politik nasional di Jakarta, Selasa (4/1/2022).
Sesuai UU No 2/2002 tersebut, dikatakan tugas pokok Polri memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, dan memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. “Semua itu sudah terselenggara dan perubahan-perubahan kearah yang lebih baik berlangsung terus. Terlebih di masa kini, di mana ada Presisi yang kian memantapkan kinerja Polri,” urainya.
Karenanya, wacana membentuk kementerian yang membawahi Polri tidak diperlukan lagi. “Mau apa lagi, semua sudah berjalan baik kok. Polri sudah melakukan perubahan radikal kearah yang lebih baik lagi,” imbuhnya.
John yang juga mantan pengajar di BIN dan Lemhannas ini menuturkan, di bidang pemberantasan terorisme, penanggulangan kejahatan di masyarakat cepat ditangani, juga menangani persoalan hukum di dunia cyber, begitu pun penataan lalu lintas, semua berjalan baik.
Bahwa kedudukan Polri sesuai amanat UU No 2/2002, berada langsung dibawah Presiden RI, kata John, itu sudah final. “Tidak perlu lagi ada perdebatan atau pembahasan dan wacana yang lain-lain. Apalagi saat ini pandemi Covid-19 belum sepenuhnya teratasi. Konsentrasi pemerintah untuk bagaimana menuntaskan kesehatan masyarakat dan menstabilkan perekonomian nasional, jangan lagi diganggu dengan wacana yang bukan-bukan,” pintanya.
Menurut John, yang perlu dipikirkan adalah bagaimana institusi Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang didalamnya tergabung tiga matra yaitu, darat, laut, dan udara. “Bagaimana keberadaan institusi TNI secara konkrit berada di bawah Presiden, sesuai amanat Pasal 10 UUD 1945. Saya tidak melihat bahwa TNI harus berada di bawah Kementerian Pertahanan. Jangan digiring seolah TNI hanya menjadi pelengkap penderita saja di bangsa ini. Padahal, TNI memiliki peran sentral dan strategis sejak awal Kemerdekaan RI,” urai John Palinggi kritis.
Disebutkan, Pasal 10 UUD 1945 berbunyi, “Presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara”.
Itu artinya, Panglima TNI langsung berada di bawah Presiden. Dicontohkan, pengerahan TNI jangan tunggu situasi chaos dulu, tapi bisa difungsikan untuk hal-hal yang sifatnya preventif (non-perang). “Ini terkait dengan UU No 34 Tahun 2004 tentang TNI, di mana terpapar jelas tugas dan fungsi TNI yang cukup signifikan,” bebernya.
John beranggapan, sangat tidak relevan, tugas-tugas TNI harus dikerdilkan hanya gara-gara anggaran yang harus berada di bawah Kementerian Pertahanan. “Jadi, Lemhannas tidak perlu membahas soal Polri lagi. Yang terpenting dibahas justru bagaimana TNI bisa benar-benar berada di bawah Presiden dan mandiri,” tukasnya.
Sebaiknya, kata John lagi, DPR didorong untuk merevisi UU No 34/2004 atau bisa juga mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perpu). “Banyak tuntutan terhadap TNI, namun di sisi lain, tidak dipenuhinya secara utuh kedudukan TNI sesuai UUD 1945. Ini sebuah kekeliruan,” cetus John.
Dengan sepenuhnya di bawah kendali Presiden RI, maka akan memberi nilai tambah dan peningkatan kinerja dalam mengamankan bangsa dan negara dari segala bentuk gangguan. “Ancaman bisa datang sewaktu-waktu. TNI harus dibiarkan mandiri dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab secara efektif sesuai UUD 1945 dan UU No 34/2004,” paparnya.
Dirinya berkeyakinan, bila Polri dan TNI sama-sama berada langsung di bawah Presiden, maka kerja sama kedua institusi itu akan lebih solid lagi. “Kedua institusi ini sangat menentukan keberlangsungan keamanan dan keutuhan negara. Kalau mereka lemah, maka kita pun bisa tercerai-berai,” tuturnya.
John mengingatkan, jangan seolah kepala TNI dilepas, tapi ekornya diikat sehingga tidak bebas bergerak. “Biarkan TNI secara utuh berada di bawah Presiden sebagai Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata,” pungkasnya. (RN)
Be the first to comment