Jakarta, innews.co.id – Laporan polisi yang dilayangkan di Polres Metro Jaksel, teregister Nomor LP/B/946/II/2023/SPKT/POLDA METRO JAYA tertanggal 20 Februari 2023, yang dilakukan Direktur Utama PT Joy Indo Utama Adhyatama terhadap Dirut PT Farmalab Indoutama berinisial AGS terkait dugaan penipuan dan atau penggelapan, lantaran tak kunjung dibayarnya hutang pembelian alat-alat kesehatan sebesar Rp 390 juta, menandakan kondisi BUMN sedang tidak baik-baik.
“Kasus ini bisa mencoreng nama baik Menteri BUMN Erick Thohir yang tengah berupaya melakukan bersih-bersih di tubuh perusahaan plat merah. Karenanya, kasus ini juga harus mendapat perhatian dari Menteri BUMN. Harus diawasi,” ungkap Peneliti Kebijakan Publik Rizal Mahendra, dalam keterangannya, di Jakarta, Senin (20/3/2023).
Apalagi, lanjutnya, beberapa waktu lalu, Menteri BUMN sudah melaporkan ke Kejaksaan bahwa ada sekitar 12 BUMN yang diduga melakukan tindak pidana korupsi dan lainnya. “Ini harus diteruskan, jangan sampai nanti masuk angin hanya gegara Menteri BUMN lagi sibuk sebagai Ketum PSSI, urus perhelatan Piala Dunia U-20 di Indonesia,” kata Rizal mengingatkan.
Laporan kasus Farmalab ini juga diperkuat dengan hasil audit Kantor Akuntan Publik Kresno Indonesia terhadap anak usaha PT Indo Global Medika tersebut, di mana dinyatakan keuangan Farmalab minus, lantaran memiliki hutang mencapai Rp22 miliar lebih, sementara kas perusahaan hanya Rp 24 juta saja.
Rizal menambahkan, saat ini ada modus baru yang mau dicoba diterapkan, di mana Direksi Holding BUMN menyiapkan orang-orang yang dipromosikan untuk jabatan direksi di anak atau cucu perusahaan dibawah holding tersebut. “Ini bahaya sekali karena bisa jadi mata rantai terjadinya korupsi. Dengan kata lain, anggaran BUMN yang berasal dari APBN akan digelontorkan ke induk holding lalu diteruskan ke anak-cucu perusahaan. Sampai di sana akan ditilep untuk kemudian dibagi-bagi secara berjamaah,” duga Rizal.
Dia meminta, Menteri BUMN harus mengawasi pengajuan direksi, mulai dari induk holding sampai ke anak-cucu perusahaan. “Harus benar-benar diawasi dan diteliti. Jangan penentuan direksi itu nantinya justru malah jadi perpanjang jangkauan korupsi di BUMN,” tukasnya mengingatkan.
Rizal melanjutkan, kalau pengangkatan direksi berdasarkan like or dislike, maka berpotensi melahirkan gurita korupsi, di mana nantinya Direksi Holding bisa mengatur proses-proses lelang pengadaan barang dan jasa melalui kroni yang sudah dijadikan Direksi di anak dan cucu perusahaan holdingnya.
Rizal juga meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk ikut mengawasi Direksi Holding BUMN dari induk hingga cucunya dengan mencocokkan LHKPN sesuai fakta. Dari situ akan ketahuan berapa harta direksi holding BUMN yang sebenarnya. Tidak menutup kemungkinan modus penyimpanan hartanya mirip dengan Rafael Alun.
Di sisi lain, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata meminta Menteri BUMN untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap BUMN, termasuk holding dan anak-cucu perusahaan. Alex mendorong, baik holding maupun anak-cucu perusahaan pelat merah yang tidak sehat untuk dibubarkan.
“Tak ada gunanya kalau dipertahankan. Bagus ditutup, dibubarkan saja kalau keberadaannya tidak beri manfaat bagi pemerintah,” kata Alex, dalam keterangannya di Jakarta, Senin (20/3/2023) lalu.
Ditegaskannya, “Harusnya BUMN dan BUMD itu sehat agar bisa menopang APBN dan APBD. Sayangnya, di banyak kasus justru keberadaan BUMN, holding maupun anak dan cucunya serta BUMD itu malah membebani anggaran dalam berbagai bentuk, seperti bill out utang, atau penyertaan modal yang bersangkutan. Benar-benar tidak sehat”. (RN)
Be the first to comment