Pengamat, Reshuffle Bukti Presiden Jokowi Komitmen Ciptakan Pemerintahan yang Bersih dan Transparan

Presiden Joko Widodo (kiri) dan Jaksa Agung ST Burhanuddin

Jakarta, innews.co.id – Monitoring dan evaluasi kinerja dari para pembantu Presiden selayaknya dilakukan guna memaksimalkan tujuan dan program-program pemerintah. Selain itu, Salah satu yang menurut banyak pengamat patut dievaluasi adalah Jaksa Agung.

“Sebagai penegak hukum, Jaksa Agung justru harus memastikan bahwa penegakan hukum tidak tumpul ke atas, tapi tajam ke bawah. Dalam hukum dikenal equality before the law, ini harus jadi pegangan,” kata Dwi Anggoro, Pengamat dari Lingkar Polhukam Nasional, dalam rilisnya yang diterima innews, Jum’at (8/10/2021).

Anggoro mempertanyakan terkait dugaan upaya pihak Kejaksaan Agung dalam melindungi jaksa Pinangki Sirna Malasari. Kecurigaan ini muncul lantaran vonis hakim di Pengadilan Tinggi yang justru memotong hukuman Pinangki dari 10 tahun menjadi hanya 4 tahun. “Ini menjadi preseden buruk, bagi Kejagung pada khususnya dan Pemerintahan Joko Widodo. Sebab, secara hukum telah terbukti, tapi malah masa hukumannya diringankan. Pinangki tentu mengerti hukum. Logikanya, kalau orang mengerti hukum, tapi tetap melanggar, hukumannya harus berlipat,” tuturnya.

Selain itu, tambahnya, ada dugaan barter perkara yang dilakukan Kejagung dengan Komisi Pemberantasan Perkara (KPK) terkait kasus Djoko Tjandra, dimana dalam transkrip perbincangan yang beredar di beberapa media ada menyebutkan soal ‘king maker’, dibalik upaya membebaskan Djoko Tjandra atas vonis penjara perkara korupsi Bank Bali. Dalam transkrip perbincangan, sangat nyata keterlibatan Pinangki.

“Ini (perkara tersebut) harusnya tidak boleh dihentikan, melainkan diusut sampai ke akar-akarnya secara terang benderang, sehingga publik tahu penyelesaian kasusnya,” tegas Anggoro.

Di sisi lain, Helmi Sitorus dari Lembaga Independen Pemantau Aparatur Negara (LIPAN) menilai, banyak kinerja Jaksa Agung yang layak dievaluasi. Terakhir, masalah dugaan penggelapan informasi ijazah ST Burhanuddin. “Ini juga masalah krusial yang telah mencoreng pemerintahan Jokowi. Bila dibiarkan, maka upaya Presiden Jokowi menciptakan pemerintahan yang bersih dan transparan bisa dikatakan gagal. Sebab, transparansi harus diawali dari dalam kabinet dulu,” tandasnya.

Terkait reshuffle, Helmi mengatakan, itu wahana tepat bagi Presiden untuk membuktikan kepada publik bahwa komitmen akan pemerintahan yang bersih, transparan, serta menghindari distorsi lantaran ulah para pembantunya yang kurang mendukung, bahkan terkesan mengabaikan komitmen Presiden Jokowi. (RN)

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan