Penggiat Perempuan Indonesia, Dyah Eko Minta Sosialisasi UU TPKS Digiatkan

Dr. Rr. Dyah Eko Setyowati, S.Sos., SE., MM., Sekretaris Jenderal Forum Pemberdayaan Perempuan Indonesia (FPPI)

Jakarta, innews.co.id – Disahkannya Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) menjadi bukti kehadiran negara dalam upaya melindungi warganya. Namun, tentu tidak berhenti pada regulasi semata. Dalam implementasinya harus dikawal dan dipantau oleh para pejuang UU TPKS yaitu, masyarakat baik itu NGO (Non Governance Organization), mahasiswa, dan elemen masyarakat lainnya.

“UU ini telah diperjuangkan selama 10 tahun. Kalaupun pada akhirnya bisa disahkan, ini merupakan buah perjuangan dari berbagai elemen bangsa. Saya optimis UU TPKS ini akan meminimalisir tindak kekerasan seksual di setiap lini kehidupan masyarakat,” ujar Dr. Rr. Dyah Eko Setyowati, S.Sos., SE., MM., Sekretaris Jenderal Forum Pemberdayaan Perempuan Indonesia (FPPI), kepada innews, Jumat (22/4/2022).

Dengan UU ini, lanjut aktifis dan akademisi ini, diharapkan dapat mencegah terjadinya kekerasan seksual dengan hukuman yang jelas. Pun diharapkan menimbulkan efek jera.

Dyah Eko berharap UU TPKS ini bisa segera disosialisasikan secara massif agar masyarakat luas mengetahui. Mulai dari para perangkat desa, bahkan ibu-ibu PKK harus turut mengenalkan isi UU TPKS kepada lingkungannya. Demikian juga para dosen di Perguruan Tinggi harus mengetahui isi dari UU TPKS ini agar kekerasan seksual tidak terjadi di lingkungan kampus. Sebelumnya, hal ini telah diantisipasi dengan disahkannya Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Pendidikan Tinggi.

Lanjut Pendiri Yayasan Pendidikan dan Pelatihan Karakter Bangsa ini mengatakan, agar implementasi UU TPKS ini berjalan efektif, maka sebaiknya dibentuk Satuan Tugas (Satgas), baik dari elemen masyarakat, NGO, atau dari unsur Pemerintah.

Hal ini sejalan dengan penerapan Permendikbud Ristek No.30 Tahun 2021, di mana di setiap kampus dibentuk Satgas yang akan membantu Rektor, Dekan, atau Ketua perguruan tinggi. “Satgas perlu memahami edukasi tentang pencegahan kekerasan seksual, mampu menangani pelaporan, menjamin kerahasiaan identitas pihak-pihak yang berkaitan langsung dengan laporan dan menjaga independensi Satgas,” beber Wakil Ketua Bidang Pendidikan Kongres Wanita Indonesia (Kowani) ini.

Dyah sendiri pernah terlibat langsung dalam pembahasan Kekerasan Seksual di Lingkungan Pendidikan Tinggi bersama Kementerian dan Lembaga Pemerintah. Dirinya diutus oleh Kowani untuk bersama elemen masyarakat, antara lain Komisioner KPAI Bidang Traficking dan Eksploitasi, Ketua Pengarah KUPI, Wakil Ketua LPSK RI (Lembaga Perlindungan Saksi Korban),
Ketua ASWGI (Asosiasi Pusat Studi Wanita/Gender dan Anak Indonesia), Ketua APPHGI, Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Fatayat NU, dan elemen masyarakat lainnya mendiskusikan hal tersebut.

Harus diakui, kata Dyah, sering terjadi korban kekerasan seksual enggan melaporkan ke pihak yang berwajib. Ini lantaran berbagai alasan yakni, a) Takut aib melekat pada keluargnya, apabila informasi bocor; b) Anggapan kurang yakin atau tidak ada kepercayaan bahwa kasusnya akan dapat diproses; c) kurangnya pengetahuan bahwa kekerasan seksual sudah ada Undang Undang yang mengatur.

Menurut data yang ada, ungkap Dewan Pembina Asosiasi Dosen Pengampu Pancasila dan Kewarganegaraan ini, kasus kekerasan seksual sekarang ini sudah dalam taraf yang kritis. Sepanjang tahun 2021, tercatat terjadi 8 ribuan kasus kekerasan seksual. Demikian juga ada 11 ribu kasus kekerasan terhadap anak, di mana 58% di antaranya adalah korban kekerasan seksual.

“Negara punya komitmen kuat melindungi korban kekerasan seksual. Karena UU TPKS ini sangat strategis,” tukasnya.

Ketua Alumni Angkatan II Pemantapan Nilai-Nilai Kebangsaan Lemhannas RI Tahun 2021 ini berharap, dengan disahkan UU TPKS ini akan mengurangi angka kekerasan seksual pada perempuan dan anak-anak. “Harapan saya ini yang juga menjadi harapan semua masyarakat Indonesia tidak akan terwujud jika kita berpangku tangan. Kita semua elemen masyarakat melalui kelompok, komunitas atau Satgas harus memsosialisakan isi UU TPKS. Hal ini akan dapat mencegah individu melakukan kekerasan seksual, jika mengetahui hukuman yang akan diterimanya. (RN)

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan