
Jakarta, innews.co.id – Kebijakan Presiden Joko Widodo menguasai saham mayoritas PT Freeport Indonesia patut diapresiasi. Ini merupakan langkah maju, di mana artinya, bangsa Indonesia dan warga Papua bisa mendapatkan hasil lebih besar dari kekayaan alam yang dimilikinya. Sebagai informasi, Indonesia mendapat 51 persen dan untuk Papua dialokasikan hanya 10 persen.
Sayangnya, kebijakan pembangunan smelter di Gresik dirasa tidak pas. Harusnya, itu dibangun di Tanah Papua. “Bahan baku kan ada di Papua. Kenapa harus smelter dibangun di luar Papua? Ini sama saja menghilangkan hak rakyat Papua untuk menikmati hasil buminya,” kata Yance Mote, tokoh muda Papua yang juga dikenal sebagai pengusaha ini dalam keterangannya kepada innews, Kamis (14/10/2021).
Menurutnya, kalau hanya terkait lahan, di Papua banyak tanah kosong. “Terserah mau dibangun di daerah mana, yang penting tetap di wilayah Papua,” tegas Yance lagi.
Dia menerangkan, saat ini Papua butuh dana melalui APBD untuk melanjutkan pembangunan yang sudah ada. Keberadaan smelter, kata Yance, diyakini akan meningkatkan pendapat daerah di Papua.
Selain itu, bila smelter dibangunnya di Papua, maka dapat menyerap tenaga kerja. Seperti diketahui, angka pengangguran di Papua saat ini sekitar 150.000 jiwa. Tentu bila ada smelter, tingkat pengangguran akan turun drastis.
Kalau hanya alasan ketiadaan pembangkit listrik untuk menggerakkan smelter di Papua, menurut Yance, itu alasan klasik. “Kami melihat hal ini sebagai bentuk ketidakadilan kepada rakyat Papua. Sangat disayangkan kebijakan para menteri yang mengarahkan pembangunan smelter di luar Papua,” imbuh Yance.
Dengan lugas, Yance meminta agar kebijakan pembangunan smelter ini bisa ditinjau kembali. “Sebagai bangsa yang berazaskan Pancasila, tentu pemerintah pusat harus mengedepankan rasa keadilan, terutama bagi rakyat Papua. Jangan sampai rakyat Papua merasa jadi anak tiri di negeri ini karena ketidakadilan yang nyata,” pungkasnya. (RN)
Be the first to comment