Jakarta, innews.co.id – Sudah menjadi rahasia umum bahwa Indonesia merupakan salah satu negara surganya peredaran barang palsu. Terjadinya pemalsuan erat hubungannya dengan kekayaan intelektual. Kesadaran dan pemahaman akan hak kekayaan intelektual (HKI) masih perlu terus diberikan.
Terkait hal tersebut, Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) bersama Peradi Depok mengadakan webinar terkait kekayaan intelektual bertajuk ‘Perekaman Merek dan Hak Cipta pada Bea Cukai Dalam Mencegah Peredaran Barang Palsu di Indonesia Beserta Penyelesaian Sengketanya’, di Jakarta, Kamis, 24 Agustus 2022.
Tampil sebagai narasumber pada acara yang dihadiri ratusan peserta ini antara lain, Ristola Nainggolan Kepala KPPBC TMP C Entikong, Andri Rizqia Indrawan Pelaksana Pemeriksa Direktorat Penindakan & Penyidikan Bea dan Cukai, Kurniaman Telaumbanua Direktur Merek dan Indikasi Geografis, dan Dr. Nadya P. G. Djayadiningrat Partner pada HarvesPat IP Services, Sekretaris DPC Peradi Kota Depok, Advokat dan Konsultan KI terdaftar.
Dalam sambutan pembukaannya, mewakili Ketua Umum DPN Peradi, Wakil Ketua Umum Bidang Pendidikan Berkelanjutan DPN Peradi Happy S.P. Sihombing menekankan pentingnya perlindungan HKI bagi produk-produk lokal. “Seringkali pelaku usaha dirugikan dengan munculnya barang-barang palsu. Untuk itu, baik masyarakat, terutama praktisi hukum harus memahami perlindungan HKI,” ujarnya.
Kurniaman Telaumbanua mengatakan, perlindungan HKI akan memberi kepastian bagi pemilik usaha sehingga produknya tidak dipalsukan. Sebab, bila ada barang palsu beredar, bisa dijerat hukuman. Narasumber lain, Andri Rizqia Indrawan menjelaskan, masyarakat perlu menyadari pentingnya perlindungan HKI. “Hingga saat ini, ada lebih kurang 25 HKI yang sudah terdaftar di Bea Cukai dan jumlah ini masih perlu kita tingkatkan,” ujarnya.
Bea Cukai tak henti mengimbau masyarakat, khususnya para pemilik atau pemegang hak, untuk dapat berpatisipasi dalam penegakan HKI. Caranya ialah dengan mendaftarkan barang HKI berupa merek dan hak cipta pada sistem rekordasi Bea Cukai,” ujarnya.
Diuraikan bahwa perekaman atau rekordasi dilakukan dengan pengajuan permohonan oleh pemilik atau pemegang hak kepada Bea Cukai melalui sistem CEISA HKI (masuk melalui portal pengguna jasa customer.beacukai.go.id). Permohonan rekordasi akan diputuskan diterima atau tidak setelah dilakukan proses validasi data dengan pangkalan data Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) serta pemenuhan syarat formal dan materil yang diatur dalam PMK 40 Tahun 2018. “Pendaftaran (rekordasi) ini tidak dipungut biaya,” urainya.
Sementara itu, Ristola Nainggolan mengisahkan bagaimana barang-barang yang dipalsukan deras masuk ke Indonesia, terlebih melalui jalur perbatasan. Di sisi lain, Nadya Djayadiningrat berharap agar para advokat bisa lebih memahami regulasi terkait HKI.
Para pembicara sepakat dengan perlindungan HKI yang optimal, diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan dunia internasional dan menambah poin Indonesia agar dapat dikeluarkan dari priority watch list United States Trade Representative (USTR) untuk isu perlindungan HKI. (RN)
Be the first to comment