PERADI Sebut Wacana Dewan Advokat Nasional Bentuk Intervensi dan Politik Devide et Impera

Prof Otto Hasibuan Ketua Umum DPN Peradi

Jakarta, innews.co.id – Wacana pembentukan Dewan Advokat Nasional (DAN) yang digulirkan Tim Percepatan Reformasi Hukum bentukan pemerintah, dinilai sebagai bentuk politik devide et impera (pecah belah).

“Ini luar biasa. Dulu, sekitar tahun 2014, ini sudah pernah diusulkan oleh kelompok tertentu dan sempat dibahas di DPR karena komunikasi tersumbat, tidak ada jalan lain, puluhan ribu advokat dari seluruh Indonesia melakukan demo besar-besaran ke DPR dan Istana, hingga akhirnya wacana itu diberhentikan,” ungkap Prof Otto Hasibuan, Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN PERADI), kepada innews, di sela-sela Rakernas Ikadin, di Jakarta, Jumat (17/11/2023).

Otto bersedia berdebat dengan pemerintah soal itu. “Kasih kesempatan kepada kami untuk menjelaskan secara terbuka. Silahkan Pak Mahfud, ajak kami berdiskusi,” tantang Prof Otto.

Menurutnya, di mana-mana di seluruh dunia, sebuah organisasi advokat (OA) itu harus independen, tidak boleh diintervensi. “Konsep DAN merupakan bentuk intervensi kepada organisasi advokat. Tidak ada di seluruh dunia, OA yang bisa diintervensi. Negara tidak boleh mengintervensi advokat,” tukasnya.

Dikatakannya, kalau OA tidak independen, maka rule of law atau penegakkan hukum tidak akan bisa berjalan. Sementara di konsep DAN, nampak jelas negara mau mengatur dan membentuk OA. “Kalau advokat dibawah kekuasaan eksekutif, bagaimana nasib para pencari keadilan ini? Kalau advokat bisa diatur-atur oleh negara, sementara kami berperkara melawan negara, kasihan nasib para pencari keadilan,” urai Prof Otto yang juga Ketua Dewan Pembina Ikadin ini.

Dia menegaskan, perjuangan yang dilakukan agar tidak disahkannya DAN semata bukan untuk advokat, tapi juga bagi kepentingan rakyat Indonesia, para pencari keadilan. Begitu juga para advokat nanti akan neko-neko dan lebih memilih berkomunikasi dengan pemerintah daripada membela rakyat. Advokat dan pemerintah akan berkolusi untuk menghancurkan rakyat. “Buat advokat sebenarnya tidak masalah karena tetap bisa dapat duit. Tapi rakyat lah yang akan jadi korban,” tandasnya.

Dengan lugas Prof Otto mengatakan, dengan adanya campur tangan negara kepada OA, melalui pembentukan DAN, itu adalah kemunduran bagi organisasi profesi. Bukan tidak mungkin organisasi profesi yang lain juga akan dibuat seperti itu.

“Saya yakin wacana itu pasti akan ditentang, bukan hanya oleh PERADI, tapi juga Ikadin dan semua OA di dunia ini. Tidak ada satupun OA di dunia ini yang dibentuk oleh negara,” imbuhnya.

Politik kompeni

Prof Otto menduga OA-OA sedang mengarah ke politisasi. “Mereka (pemerintah) tidak memiliki kejujuran yang murni untuk berjuang demi kepentingan bangsa dan negara,” duganya.

Selama ini, lanjutnya, para advokat terus berjuang untuk para pencari keadilan. “Saya tidak menuduh, tapi hanya merasa ada politik devide et impera dari kompeni yang dengan sengaja dibuat oleh pemerintah. Mulai dari SK MA 73/2015, lalu sekarang muncul wacana DAN. Sebab, kalau kita dipecah-pecah jadi multi-bar, tentu akan tidak kompak dan ujungnya akan mudah diberangus,” ungkapnya.

Kalau dilihat, sambung Otto, kita disebut Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), sementara organisasi profesi yang ada malah dipecah-pecah. Ini konsep yang sudah terbolak-balik.

“Saya minta kepada pemerintah yang sekarang dan akan datang harus memikirkan bahwa jangan sampai ada pejabat-pejabat yang berorientasi pada kepentingan pribadi dan kelompoknya. Tapi berorientasi pada kepentingan rakyat, para pencari keadilan,” pintanya. (RN)

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan