
Jakarta, innews.co.id – Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN PERADI) gerak cepat untuk membantu 5 terpidana kasus pembunuhan Vina Cirebon dan Ekky yang telah naik ke layar lebar. Bersama PERADI, kelima terpidana tersebut akan mengajukan peninjauan kembali (PK), disertai bukti (novum) baru ke Mahkamah Agung.
“Kami membentuk tim, di Cirebon, Bandung, dan Jakarta. Semenjak mencuat melalui film Vina, kasus ini terus bergulir di publik dan memunculkan banyak argumen. Setelah menelisik berkas perkara, kami menemukan banyak kejanggalan. Selain itu, beberapa hari terakhir, secara bergantian orangtua dari 5 terpidana datang menemui kami untuk meminta bantuan hukum,” kata Prof Otto Hasibuan, Ketua Umum DPN PERADI, dalam konferensi persnya, di Peradi Tower, Jakarta Timur, Senin (10/6/2024).
Setelah sebelumnya orangtua dan kakak Sudirman, kemarin DPN PERADI juga menerima keluarga terpidana hukuman seumur hidup yakni, Eko Ramadhani, Hadi Saputra, Eka Sandi, Jaya, dan Supriyanto. Mereka diantar langsung oleh politikus Partai Golkar, Dedi Mulyadi.
Prof Otto menjelaskan, sebelum memberikan bantuan hukum, tentu ada hal yang harus dipenuhi oleh para terpidana, yakni memberikan kuasa kepada Peradi. “Kami harus menemui dulu ke-5 terpidana tersebut dan mereka memberikan kuasa kepada kami untuk mengajukan PK,” jelasnya.
Banyak keanehan
Dalam jumpa pers tersebut terungkap salah satu keanehan dibalik vonis kepada ke-5 terpidana. Pasalnya, menurut keterangan saksi, ke-5 orang tersebut tidak berada di tempat kejadian perkara (TKP) pembunuhan kedua sejoli di Desa Kepongpongan, Kecamatan Talun, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat (Jabar), pada 27 Agustus 2016 silam.
Dari keterangan saksi, ke-5 orang itu tengah tidur di rumah anaknya Pak RT. “Kalau benar demikian, maka peristiwa pembunuhan seperti yang dituduhkan itu pasti tidak benar,” seru Prof Otto.
Para saksi mengisahkan, di hari kejadian pembunuhan Vina dan Ekky, sekitar pukul 21.00 sampai dengan 24.00 WIB, mereka tidak di TKP pembunuhan. “Sekitar pukul 9 malam, anak-anak pergi ke rumah Bu Nining, kemudian ke rumah Hadi, lalu ke rumahnya anaknya Pak RT dan tidur sampai pagi. Jadi ketika peristiwa yang terjadi dia antara waktu itu anak-anak berada di rumah anak ketua RT,” urainya.
Dikatakannya, dua dari 4 orang saksi konsisten menyatakan bahwa terpidana menginap di rumah anak Ketua RT. Tapi, dua saksi lainnya lantaran diduga diintimidasi oleh penyidik, menyampaikan hal yang sebaliknya. Namun, keduanya siap mencabut keterangan sebelumnya karena memang tidak benar.
Sementara itu, para orang tua dari ke-5 terpidana menyampaikan, anak-anaknya mengaku disiksa oleh oknum polisi. “Ngaku karena katanya dipukuli, muka bonyok semua, telinga dimasukin puntung rokok,” ucap salah satu orangtua terpidana.
Lebih jauh Prof Otto menyampaikan, pihaknya siap membantu menjadi kuasa hukum bagi para terpidana karena sudah banyak fakta yang menguatkan bahwa mereka ini diduga keras sebagai korban salah tangkap.
Ia menjelaskan, pihaknya akan mengumpulkan bukti-bukti tersebut dan terus mencari bukti lainnya serta menguji validitasnya. “Bukti-bukti tersebut nantinya akan menjadi novum yang akan diajukan sebagai dasar PK jika para terpidana kasus pembunuhan Vina dan Ekky memberikan kuasa kepada PERADI untuk menempuh upaya hukum.
Pada bagian lain, Dedi Mulyadi mengisahkan upaya investigasi yang ia lakukan dengan menemui berbagai pihak, termasuk ke keluarga korban dan pelaku serta saksi-saksi yang mempunyai korelasi. Ia sempat meminta sejumlah saksi merekonstruksi untuk meyakinkan bahwa keteranannya itu sesuai.
Kang Dedi–demikian ia biasa dipanggil, menyampaikan, dari keterangan hingga fakta-fakta yang didapatinya, ia yakin bahwa mereka bukan pelakunya. Karena itu, ia memutuskan untuk menemui Pengurus DPN PERADI untuk menyerahkan temuan tersebut. “Saya berharap agar mereka mendapatkan keadilan dan kebenaran. Saya iba sampai ada orangtua dari terpidana yang harus menjual rumah hingga meninggal dunia karena sakit. Saya yakin keadilan akan menemukan sendiri jalannya,” tukas Dedi. (RN)
Be the first to comment