Pesan Bertuah Matakin: “Imlek Momen Memperkuat Solidaritas Sosial”

Perayaan Imlek diimbau bisa dilakukan dalam kesederhanaan

Jakarta, innews.co.id – Perayaan Imlek tahun lalu, masih diisi dengan berbagai kemeriahan. Namun, kini suasana menjadi berbeda karena adanya pandemi Covid-19. Untuk itu, umat Khonghucu diimbau untuk dapat merayakan Imlek secara bijaksana, agar terhindar dari virus korona.

Pesan bertuah ini disampaikan Xs. Budi S. Tanuwibowo Ketua Umum Dewan Rohaniwan/Pengurus Pusat Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (MATAKIN), dalam siaran persnya yang diterima innews, Rabu (10/2/2021). “Saat ini pergerakan pandemi di negara kita masih terus
menaik, tanpa bisa diperkirakan secara akurat kapan akan mulai menurun. Bahkan angkanya dari hari ke hari naik secara signifikan, dengan pertambahan yang semakin membesar,” ungkap Budi Tanuwibowo.

Melihat kenyataan ini, sambungnya, kita semua harus bersikap bijak. Kita harus mengurangi aktivitas perayaan dan atau ritual Imlek sampai ke batas minimum. “Pengalaman mengajarkan, setiap ada hari raya atau hari libur selalu diikuti dengan lonjakan kasus Covid -19. Mengulangi perilaku yang sama, bukan saja merupakan tindakan ceroboh, tetapi juga nekat, bodoh, dan berbahaya, karena bisa saja akan mengantar kita pada maut dan kehancuran,” tukasnya.

Xs. Budi S. Tanuwibowo Ketua Umum Dewan Rohaniwan/Pengurus Pusat Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (MATAKIN)

Untuk itu, kata Budi lagi, kita semua dituntut bersikap arif, bijaksana, dan pandai mengendalikan diri sendiri dan keluarga.

“Imlek sendiri hakikatnya bukan merupakan pesta hura-hura tanpa batas. Imlek sejatinya adalah refleksi diri, tanda syukur atas karunia Tian, Tuhan Yang Maha Esa, berupa datangnya musim semi. Musim yang pada waktu lalu merupakan berkah luar biasa dalam masyarakat yang sebagian besar hidupnya ditopang dari kegiatan bercocok tanam,” terangnya.

Dia menambahkan, dibalik keberkahan itu, ada aroma kegembiraan, tapi tak lebih dari kegembiraan mendapat harapan baru, yaitu kesempatan baru untuk mulai bercocok tanam, bekerja keras mewujudkan harapan.

“Ketika sebagian besar manusia beralih dari pertanian ke sektor lainnya, kegembiraannya tetap ada, bahkan meningkat, namun semangatnya justru malah memudar. Akibatnya yang muncul acapkali adalah kegembiraan berlebihan. Sementara etos dan semangat kerjanya malah semakin memudar,” serunya.

Saat ini, lanjutnya, Imlek menjadi lebih bergeser pada aktivitas pesta-pora. Dan pesta-pora di masa pandemi bisa berarti pesta menuju malapetaka. Sebuah kebodohan yang harus dicegah.

“Ada hal penting yang harus selalu diingat dalam setiap momen Imlek. Disamping melakukan sujud syukur ke hadirat Tian, Tuhan Yang Maha Esa, sungkem memberi hormat kepada orangtua dan para senior, menjaga kerukunan dan silaturahmi, juga ada kewajiban menyantuni para kerabat dekat, sanak saudara dan lingkungan yang berkekurangan, yang tidak bisa merayakan Imlek karena keterbatasannya,” jelasnya.

Ini selaras dengan inti ajaran Khonghucu yang menekankan Satya kepada Tuhan dan tepasalira dengan sesama (Zhongsu). Bertepasalira bukan sekedar saling menenggang menjaga perasaan, tapi terpanggil ikut merasakan dan saling membantu atau peduli sesama.

Lebih jauh Budi memaparkan, seminggu sebelum awal Tahun Baru Imlek, dikenal sebagai, “Hari Persaudaraan” atau Jie Sie Siang Ang (dialek Hokian) atau Er Si Sheng An (Mandarin). Di hari itu mereka yang lebih berkemampuan secara ekonomi wajib menyantuni sesamanya yang perlu dibantu. Bisa dalam wujud pakaian, bahan makanan, uang atau apa saja yang diperlukan. Intinya agar kegembiraan Imlek bisa dirasakan bersama, terjalin sikap peduli dan ketat menjaga persahabatan persaudaraan. Ini selaras dengan ajaran Khonghucu yang menekankan “Bila diri sendiri ingin tegak (maju), bantulah orang lain tegak (maju)”. Juga dikenal ajaran, Di empat penjuru lautan, semuanya bersaudara, dan Harta benda menghias rumah, Laku Bajik menghias diri.

“Adalah sebuah kemustahilan kita bisa hidup bahagia damai harmonis dalam kesejatian bila tidak ada kebersamaan. Tak mungkin kita nyaman mendirikan bangunan megah di tengah kekumuhan. Dan tak mungkin merasa bahagia ditengah isak tangis penderitaan. Maka adalah sebuah sikap yang arif bijaksana dan simpatik bila dalam merayakan Hari Raya Tahun Baru Imlek 2572 kali ini kita lebih menitikberatkan pada kepedulian terhadap sesama warga,” pintanya.

Menurutnya, pandemi Covid -19 boleh mengikis kesehatan kita menjadi lebih rentan, tetapi yang tidak boleh terjadi adalah mengikis hati nurani kita sebagai manusia. Manusia Junzi, insan kamil, manusia yang beriman dan berbudi luhur, tepasalira pada sesamanya. (RN)

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan