Jakarta, innews.co.id – Orang hidup memang butuh uang. Namun, uang bukanlah penentu segalanya. Demikian halnya dalam berorganisasi. Bila uang menjadi standar dalam memilih seorang pemimpin di sebuah organisasi, maka hampir dipastikan kedepan akan ambyar alias tak akan maju.
Rasanya ungkapan tersebut tidaklah berlebihan. Seperti dikatakan Otty Hari Chandra Ubayani, SH., Sp.N., MH., Notaris di Jakarta Selatan, yang digadang-gandang banyak pihak untuk maju pada pencalonan Ketum Ikatan Notaris Indonesia (INI), tahun ini, kepada innews, Jumat (13/5/2022).
“Kalau organisasi mau maju, kita harus jujur terhadap hati nurani. Bukan tergiur dengan lembaran rupiah semata. Coba renungkan, apakah baik, bila seseorang menjadi Ketum hanya gegara bagi-bagi uang? Apakah benar, minimnya kapasitas memimpin seseorang bisa ditutupi dengan siraman rupiah?” tegas Otty.
Wanita cantik peraih penghargaan Islamic Award 2005 ini bersyukur banyak rekan-rekan notaris yang masih menggunakan hati nurani dalam menentukan pilihannya kelak. “Kalau memilih lantaran diberi sesuatu, jangan salahkan bila kemudian organisasi menjadi mandek. Sebab, kalau organisasi stagnan, anggota juga yang akan merasakan dampaknya,” tutur Sekretaris Umum Pengurus Pusat Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PP IPPAT) ini lagi.
Dikatakannya, kalau orang yang dipilih pada dasarnya hanya menjadikan organisasi sebagai tempat gagah-gagahan saja dan tidak menjalankan kewajibannya sebagai pemimpin, ya apa gunanya. “Menjadi ketua itu harus bisa disayang oleh anggota dan siap untuk tidak populer,” tukas Otty.
Karena itu, sambungnya selain visioner, seorang pemimpin juga harus banyak berkorban, bukan untuk kepentingan pribadi, melainkan kepentingan seluruh anggota. Dan, jangan jadikan uang sebagai ukuran.
“Kalau uang jadi ukuran, maka kita akan sulit bersikap idealis. Padahal, harusnya kita bekerja sesuai standar dan prosedur (SOP), baik dalam pekerjaan maupun kehidupan,” tukasnya.
Demikian juga soal usia seorang Caketum, harus menjadi perhatian para notaris. Dalam UU Jabatan Notaris jelas disebutkan dalam Pasal 8 (1), “Notaris berhenti atau diberhentikan dari jabatannya dengan hormat karena: a. meninggal dunia; b. telah berumur 65 (enam puluh lima) tahun; c. permintaan sendiri; d. tidak mampu secara rohani dan/atau jasmani untuk melaksanakan tugas jabatan Notaris secara terus menerus”. Baiknya para notaris mencermati hal tersebut, sehingga bijak dalam memilih pemimpinnya.
Ditanya kesiapan dirinya untuk dicalonkan, Otty dengan lugas mengatakan, dalam keseharian melakoni pekerjaan, sebagai pejabat umum kita harus selalu siap apa tugas yang dibebankan. “Namun, terkait pencalonan sebagai Ketum INI periode 2019-2022, tentu kita masih menunggu usulan dari daerah-daerah yang akan dirangkum di Pengurus Wilayah, baru kemudian ditetapkan sebagai Bakal Calon Ketum (Bacaketum),” terangnya.
Masih membekas jelas dalam ingatannya, bagaimana pelaksanaan Kongres INI di Makassar, tiga tahun silam, yang memakan korban jiwa, Eyota, Notaris dari Bengkulu. Untuk itu, Otty mengingatkan, “Kita belajar dari Kongres di Makassar, di mana kita harus kehilangan Notaris Eyota, yang wafat saat pelaksanaan Kongres. Belum lagi ada arogansi dari Presidium yang memimpin sidang”.
Dia meminta agar orang-orang yang gemar berbuat onar tidak ditempatkan sebagai Presidium. “Jangan orang-orang seperti itu lagi yang menjadi Presidium. Jejak digital itu akan tetap ada. Lakukan saja proses persidangan dan pemilihan dengan jujur dan adil. Bila begitu, insyaallah Kongres INI bisa berjalan lancar,” pungkasnya. (RN)
Be the first to comment