Jakarta, innews.co.id – Sejak dilaporkan ke Polda Metro Jaya, 15 Desember 2021, kasus dugaan pemalsuan nilai di Sekolah Tinggi Teologi (STT) Ekumene, mengalami stagnan. Ini diperkuat dengan keluarnya Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) No. B2299/RES.1.9/V/2022/Ditreskrimum tertanggal 24 Mei 2022, yang berisi perkembangan penyelidikan atas laporan polisi yang dibuat Dr. Yohanes Parapat Dosen STT Ekumene sesuai laporan No. LP/B/6294/XII/2021/SPKT/POLDA METRO JAYA tertanggal 15 Desember 2021.
Dalam SP2HP tersebut dikatakan, penyidik mendapat hambatan saat akan memeriksa Stephanie Erastus, 23 Mei 2022, sebagai saksi lantaran yang bersangkutan tidak hadir dengan alasan sedang menjalani rawat jalan berdasarkan surat yang dikeluarkan Rumah Sakit St. Carolus.
“Dari hasil penelusuran kami di media sosial Stephanie, ternyata dia sedang liburan ke Turki bersama keluarganya,” kata Vincent Suriadinata kuasa hukum Yohanes Parapat dari Nobilis Partnership Law Office dalam jumpa pers di bilangan Bintaro, Jakarta Selatan, Jumat (10/6/2022).
Vincent menduga surat medik yang diberikan kepada polisi hanya sebagai bentuk upaya menunda-nunda proses penyelidikan. “Kok bisa lagi rawat jalan, tapi jalan-jalan ke Turki? Patut diduga Stephanie telah membohongi aparat kepolisian,” tambahnya.
Kabarnya, Stephanie berangkat ke Turki pada 29 Mei 2022 dan akan kembali ke Tanah Air sekitar 10 Juni ini. Dalam surat balasan dari Kuasa Hukum Yohanes Parapat kepada Direskrimum Polda Metro Jaya dikatakan, pihaknya meminta penyidik memanggil Dr. Erastus Sabdono sebagai penanggung jawab STT Ekumene yang melakukan wisuda kelulusan mahasiswa pada tahun 2020 dan 2021. Juga aparat diminta memeriksa Adhitya R.H. Simanjuntak yang belum diberi nilai oleh Yohanes selaku dosennya, tapi sudah diluluskan oleh pihak STT. Stephanie sendiri adalah putri dari Dr. Erastus Sabdono, termasuk dalam 5 mahasiswa yang bermasalah.
Kasus ini mencuat saat Yohanes Parapat melaporkan dugaan pemalsuan nilai dari 5 mahasiswa. Yohanes merasa belum pernah memberikan nilai, sementara kelima mahasiswanya itu sudah bisa diwisuda. Disinyalir ada permainan dengan oknum pihak kampus.
Dampak dari kasus ini, Yohanes diberhentikan berdasarkan Surat Keputusan Yayasan Jalan Kebenaran yang memayungi STT ini Nomor: 009/KET/SK/YJK/V.2022 tentang Pemberhentian Dengan Hormat Dr. Yohanes Parapat sebagai Dosen Tetap pada STT Ekumene Jakarta. Alasannya, untuk efisiensi dan efektifitas lantaran berkurangnya Program Studi di sekolah tersebut.
“Alasannya terlalu dibuat-buat. Memang sejak saya melaporkan pemalsuan nilai saya sudah tidak diberi kesempatan mengajar lagi. Malah sekarang diberhentikan,” kata Yohanes.
Kasus serupa juga mendera dosen lainnya Andreas Agus Wurjanto. Ia juga diberhentikan lantaran melaporkan dugaan pemalsuan tanda tangan yang dilakukan pihak kampus ke polisi. Pihak STT Ekumene diduga telah memindai tanda tangan Andreas tanpa seizinnya, untuk dilekatkan pada dokumen kelulusan para mahasiswa.
“Saya tidak pernah dimintai persetujuan dengan cara apapun oleh pihak STT Ekumene. Jelas saya keberatan dan melaporkan ke Polda Metro Jaya,” ujar Andreas dalam konferensi pers yang sama.
Dalam laporan polisinya Nomor STTLP/B/1.195/III/2022/SPKT/POLDA METRO JAYA tertanggal 9 Maret 2022. Pihak STT diduga melanggar Pasal 264 KUHP tentang Pemalsuan, Pasal 28, 42, dan 93 UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi serta pelanggaran terhadap Pasal 3 Permenristekdikti No.59 Tahun 2018 tentang Ijazah, Sertifikat Kompetensi, Sertifikat Profesi, Gelar, dan Tata Cara Penuliaan Gelar di Perguruan Tinggi.
Gilang Dhuara kuasa hukum Andreas mengatakan, saat ini kasus tersebut tengah diproses di Polda Metro dan polisi akan segera memanggil pihak STT Ekumene. (RN)
Be the first to comment