
Jakarta, innews.co.id – Banyak pihak meragukan upaya partai-partai politik dalam membangun koalisi dini. Seperti yang dilakukan Partai Golkar, PPP, dan PAN, yang telah mendeklarasikan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB). Pasalnya, Pilpres masih dua tahun lagi. Bahkan, ada yang mengatakan itu koalisi semu, tidak permanen, dan memungkinkan untuk cair kembali.
“Sudah tepat parpol membangun koalisi dua tahun jelang Pemilu atau Pilpres. Kalau perlu tiga tahun sebelumnya. Karena dengan begitu, maka akan tercipta poros-poros kekuatan untuk terus disinergikan seiring waktu. Kalau membangun koalisi pas mau dekat-dekat Pilpres, biasanya justru bisa jadi blunder,” ujar politisi senior Ir. Leo Nababan kepada innews, Jumat (10/6/2022).
Menurutnya, melalui koalisi yang sudah terbangun, tentu komunikasi akan kian intens untuk menentukan siapa calon yang akan diusung, baik itu dari dalam koalisi itu sendiri ataupun dari luar.
“Rakyat harus memahami begitulah dunia politik. Ketika sebuah parpol tidak bisa bergerak sendiri, maka satu-satunya cara adalah berkoalisi. Tidak persoalan koalisi dibangun sedini mungkin. Sebab, dengan lahirnya koalisi parpol, maka parpol-parpol pendukungnya akan bisa membangun soliditas sampai ke akar rumput,” terangnya.
Mengenai kemungkinan koalisi cair kembali, Leo beranggapan, segala kemungkinan bisa terjadi. Namun, tentu kalau sudah berkoalisi ada etika-etika politik yang harus ditaati.
Terkait nama-nama bakal calon Presiden yang muncul ternyata masih enjabat sebagai pembantu Presiden, menurut Leo, tidak jadi masalah. Dia mencontohkan, Airlangga Hartarto. “Harus dibedakan Airlangga sebagai seorang menteri dengan jabatannya sebagai Ketum Partai Golkar. Dalam kapasitasnya sebagai Ketum Partai Golkar, tentu tidak masalah dong kalau dicalonkan sebagai Presiden. Soal bakal terganggu tugas-tugasnya sebagai menteri karena dicalonkan menjadi Presiden, rasanya tidak akan demikian. Beliau tetap akan bekerja profesional,” tutur Leo.
Tak hanya itu, Leo juga menyoroti pentingnya parpol melakukan pendidikan politik dan kebangsaan terhadap kader-kader partainya. “Ini harus jadi perhatian semua parpol. Kita harus jadikan kader-kader yang benar-benar berjiwa nasionalisme tinggi. Bukan mereka-mereka yang memiliki ideologi di luar Pancasila,” tukasnya.
Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah setiap kader diwajibkan ikut pendidikan Lemhanas. Disitu setiap peserta akan diberikan pemahaman yang terang benderang tentang wawasan kebangsaan dan nilai-nilai Pancasila. “Dengan memiliki kader partai yang militan Pancasilais tentu akan memudahkan parpol untuk memperkuat kebangsaan Indonesia,” pungkas Alumni Lemhanas KRA 39 ini. (RN)
Be the first to comment