Jakarta, innews.co.id – Belakangan ini, profesi Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) ramai diperbincangan di khalayak umum. Sayangnya, yang muncul justru stigma negatif, dalam hal ini terkait mafia tanah. Ini diperparah dengan mencuatnya kasus Nirina Zubir dimana diduga ada beberapa PPAT yang terlibat.
Mencermati kondisi demikian, Pengurus Pusat Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PP IPPAT) secara khusus menggelar jumpa pers guna memberi klarifikasi sekaligus pemahaman serta sikap jelas dari perkumpulan yang membawahi lebih dari 20 ribu anggota se-Indonesia, terkait mafia tanah.
“PP IPPAT mendukung sepenuhnya upaya pemerintah, terkhusus Kementerian ATR/BPN dalam memberantas mafia pertanahan,” ujar Hapendi Harahap Ketua Umum PP IPPAT, di Sekretariat PP IPPAT, di Jakarta, Senin (22/11/2021) malam, didampingi Otty Hari Chandra Ubayani (Sekum), Ellis Daini (Bendum), Supriyanto (Ketua Bidang Advokasi), dan para anggota Dewan Pakar.
Dia menjelaskan, PPAT memiliki kewenangan membuat akta antara lain, jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan kedalam perusahaan (inbreng), pembagian hak bersama, pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas Tanah Hak Milik, pemberian Hak Tanggungan, dan pemberian kuasa membebankan hak tanggungan.
Terkait kasus Nirina Zubir, Hapendi menjelaskan, balik nama dilakukan asisten rumah tangga (ART) Nirina pada 2017 dan 2019, di mana saat itu pendaftarannya masih secara manual/konvensional. “PPAT tidak dapat mendeteksi kalaupun penghadap yang kabarnya menggunakan KTP palsu. PPAT bukan intelijen, sehingga perlu melakukan pengecekan mendalam terhadap identitas seseorang,” tutur Hapendi.
Berbeda dengan sekarang, di mana pendaftaran akta sudah dilakukan secara elektronik, sesuai Permen ATR/KBPN No 9/2019 jo No 5/2020 tanggal 8 Juli 2020, sehingga mampu mendeteksi KTP palsi dari penghadap karena sudah berbasiskan NIK.
“Kami mendukung penyelesaian masalah Nirina Zubir yang saat ini tengah ditangani Polda Metro Jaya sampai tuntas. Dan, berharap persoalan ini dapat diselesaikan dengan baik. Yang berhak kembali mendapatkan haknya, sementara yang bersalah mendapat hukuman yang setimpal,” tegas Hapendi.
Dirinya juga berharap, kalaupun ada oknum yang terlibat, bukan berarti lantas digeneralisir semua PPAT seolah mafia tanah. “Ini juga kan tidak benar. Sebab, faktanya, PPAT yang bermasalah jumlahnya relatif sangat kecil jumlahnya,” tukas Hapendi. Oleh karenanya, dirinya berharap masyarakat tidak perlu ragu dengan PPAT. Bila masyarakat butuh kepastian bisa menghubungi PP IPPAT lebih dulu untuk mendapat penjelasan. (RN)
Be the first to comment