Presiden Jokowi Gencar Cari Investor, Investasi Pembangkit Listrik Rp 1,1 T Dihambat Oknum di KemenLHK

Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Indonesia bagian Timur

Jakarta, innews.co.id – Presiden Joko Widodo begitu gencar mengundang investor, dalam dan luar negeri. Berbagai upaya pendekatan dilakukan untuk mengajak para pengusaha berinvestasi di Indonesia. Sayangnya, ada ‘orang dalam’ yang coba menggembosi visi Presiden. Terbukti, investasi senilai Rp 1,1 triliun dibiarkan menggantung tanpa solusi.

“Ironis memang, sementara Presiden Joko Widodo pontang-panting cari investor, justru oknum di suatu kementerian malah mencoba menghambat investasi di Indonesia,” tutur Dr. John N. Palinggi, MM., MBA., lugas kepada innews, di Jakarta, Senin (25/10/2021).

Dia mencontohkan, pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) di Palu, Sulawesi Tengah, senilai USD78 juta (sekitar Rp 1,1 triliun) dihambat oleh oknum di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Pihak perusahaan dituding telah melakukan pencemaran lingkungan, padahal tidak terbukti sama sekali,” kata John Palinggi.

Pengamat politik, ekonomi, sosial kemasyarakatan Dr. John N. Palinggi, MM., MBA., di Jakarta, Rabu (23/12/2020)

Parahnya lagi, kata John, tudingan tidak berdasar tersebut tanpa pemberitahuan kepada perusahaan. Itu baru ketahuan ketika perusahaan tersebut melakukan perubahan pengurus perusahaan yang didaftarkan ke Kemenkumham. Ternyata di sana diblokir karena kata pihak Kemenkumham ada surat dari oknum Kementerian LHK.

John menambahkan, sepanjang tidak ada putusan pengadilan yang menyatakan perusahaan tersebut bersalah, maka seyogyanya tidak bisa diblokir begitu saja.

“Dampaknya perusahaan tersebut jadi diblokir dan investasi senilai USD78 juta menggantung begitu saja. Padahal, investor sudah sangat serius. Ini bentuk kejahatan administrasi negara. Masak seorang pejabat Eselon II di lingkungan KemenLHK bisa melumpuhkan kebijakan Pak Presiden yang ingin mempercepat dan memperingkas perizinan berinvestasi di Indonesia? Ini sudah tidak benar lagi,” tegas John.

Menurutnya oknum pejabat di Direktorat Penegakkan Hukum KemenLHK itu harus ditindak. “Semua perizinan, termasuk dari PLN sudah ada. Tapi PLTU tersebut tidak bisa dibangun karena proses perizinan terblokir di Kementerian Hukum dan HAM karena ulah oknum di KemenLHK. Tidak ada alasan jelas perihal pemblokiran itu,” ungkap John lagi.

Sepanjang pengetahuannya, persoalan pencemaran lingkungan sudah diselesaikan sejak lama. Bahkan, orangnya sudah dipenjara. “Ada dugaan oknum di KemenLHK ini bermain politik, bukan mendukung program Presiden Jokowi. Bahkan, ini bisa dikategorikan sebagai suatu bentuk perlawanan terhadap kebijakan Presiden RI untuk menciptakan investasi dan melindungi investor. Patut diduga ada pihak lain atau mungkin perusahaan dibelakang oknum tersebut,” cetus John yang juga dikenal sebagai pengusaha nasional ini.

Dikatakannya, kalau hal ini dibiarkan bisa menjadi ancaman bagi Indonesia karena investor luar negeri karena dinilai penegakan hukum yang ada tidak membantu terciptanya iklim investasi yang kondusif.

John mengatakan, hal tersebut bisa dilaporkan ke Kapolri sebagai Pembina Penegakkan Hukum PNS. “Itu tindakan keji terhadap investasi di Indonesia. Sebab dengan sengaja menghancurkan investasi. Tidak pantas orang seperti itu ditempatkan pada birokrasi Bapak Presiden,” kritik tajam John.

Uniknya lagi, terbersit kabar oknum tersebut melalui anak buahnya pernah berucap, kalau mau blokir dilepas pihak perusahaan harus tanda tangan surat pernyataan yang menyatakan bersalah. “Pengurus perusahaan tersebut jadi bingung, Apanya yang bersalah dan bikin salah apa? Oknum tersebut juga sangat sulit ditemui, terkesan arogan. Sudah lebih-lebih dari raja saja,” tandasnya.

Bila perusahaan ini beroperasi, diperkirakan listrik yang dihasilkan sebesar 66 megawatt. “Saya yakin Pak Presiden tidak tahu persoalan ini. Kalau ada dua oknum seperti ini, bisa hancur program Pak Jokowi untuk menghadirkan investor di Indonesia,” pungkasnya.

Hingga berita ini diturunkan belum ada pernyataan resmi dari KemenLHK terkait persoalan tersebut. (RN)

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan