Pro Kontra Pemugaran Tambak Raja Marpaung, Para Ketua Marboni di Daerah Angkat Bicara

Renovasi Tambak Raja Marpaung yang kini menuai polemik di internal organisasi Marboni

Jakarta, innews.co.id – Pemugaran Tambak Raja Marpaung di Desa Sangkar Nihuta, Balige, Kabupaten Toba, Sumut, yang sejatinya dilakukan dengan spirit kebersamaan, justru menjadi polemik di internal Pomparan Raja Marpaung dohot Boruna Indonesia (PPRMBI/Marboni).

Hal ini juga ternyata mendapat sorotan dari sejumlah pengurus Marboni di daerah. “Kami pengurus di daerah sama sekali tidak tahu dan tidak dilibatkan dalam pemugaran tambak ini,” aku Tunggul Marpaung Ketua DPD Batam, Kepulauan Riau, dalam keterangannya kepada innews, Senin (8/11/2021).

Menurutnya, sepanjang pengetahuan mereka pengurus pusat sudah membentuk panitia pemugaran. “Namun, selanjutnya, Ketum Marboni yang langsung melakukan pemugaran, tanpa koordinasi. Padahal, itu seharusnya itu menjadi tugas panitia,” jelasnya.

Sementara itu, Masinton Marpaung Ketua Marboni Yogyakarta membenarkan tidak dilibatkannya pengurus daerah di dalam proses pemugaran tambak tersebut. “Benar, kami Pengurus Daerah tidak dilibatkan,” ucapnya.

Hal senada dikatakan Mahadi Harris Marpaung Ketua Marboni Bali. “Ya, benar. Sepertinya mereka lupa, tambak itu milik semua Pomparan Raja Marpaung. Semestinya tim renovasi melibatkan Pengurus Wilayah sebagai perwakilan di setiap daerah,” tegasnya.

Namun, yang terjadi sekarang, Ketum PPRMBI membentuk dan membubarkan panitia tanpa koordinasi dengan pengurus-pengurus daerah yang ada.

Harris menambahkan, kami dari beberapa daerah juga sudah mengusulkan agar sebelum melakukan renovasi dibuat dulu master plan agar pembangunan bisa dilakukan secara bertahap dan terencana sesuai harapan. Sayangnya, usul ini tak dihiraukan oleh Daud Marpaung. Ketum tetap ngotot menjalankan sesuai pikiran dan timnya sendiri.

Tidak hanya itu, secara tegas, Rafael Marpaung Ketua Marboni Balige didampingi beberapa pengurus serta tokoh-tokoh lainnya menegaskan, bahwa Punguan Marpaung Balige tidak setuju dilaksanakan pemugaran/renovasi, sebelum pengurus di pusat bersatu, khususnya KSB (Ketua, Sekretaris, Bendahara).

“Kami Punguan Raja Marpaung, boru, bere, di Balige, Toba, tidak ikut bertanggung jawab kepada Pomparan Raja Marpaung apabila pemugaran/renovasi ini terus dilaksanakan,” tukasnya.

Terkait kehadiran mereka pada pertemuan sehari sebelum dilakukan renovasi, menurut Rafael, bukan berarti mereka setuju atas pemugaran/renovasi tersebut dilakukan. “Kami hadir atas undangan Ketum dan sama sekali tidak setuju renovasi tersebut dilakukan,” cetusnya, beberapa waktu lalu.

Bagi Masinton, pemugaran Tambak Raja Marpaung dilakukan secara sepihak, karena itu sudah masuk pada rencana kerja/kegiatan organisasi yang notabene baru dibentuk. “Seandainya setiap Pomparan/Turunan Raja Marpaung melakukan kehendaknya masing-masing karena mempunyai uang untuk merenovasi/memugarnya, akan seperti apa bangunan atau tambak tersebut?” tandasnya mempertanyakan.

Dirinya mengaku sungguh merasa malu dengan polemik ini. Terlebih kondisi ini telah menjadi konsumsi publik melalui media.

Tunggul berpendapat, akan lebih mulia apabila Ketum bisa merangkul Pomparan Raja Marpaung se-Indonesia/dunia. “Sungguh sangat menyesalkan tindakan Ketum yang seharusnya itu dilakukan oleh panitia terpilih oleh BPH Pusat dengan cara yang profesional. Tentunya melalui master plan dan melihat kedepan bagaimana tambak tersebut raja menjadi wisata budaya, secara khusus bagi Pomparan Raja Marpaung,” serunya.

Dia menerangkan, untuk menjadi objek wisata tentu harus dilengkapi sarana dan prasarana yang memadai, seperti kamar kecil, bangunan yang layak, tempat parkir, dan sebagainya. “Sebagai Ketum harus jadi pemimpin untuk semua, bukan hanya kelompok-kelompok kecil saja. Intinya, harus lebih maju dan profesional kedepan,” pungkasnya.

Saat dikonfirmasi terkait polemik pemugaran tambak ini, Ketum Marboni Daud Marpaung mengalihkan ke Mangantar Marpaung Wakil Ketua Umum 6 untuk memberi penjelasan. Sayangnya, oleh Mangantar, hasil wawancara di bilangan Pramuka, Jakarta Timur, diminta tidak ditayangkan dengan alasan berpotensi memicu persoalan menjadi lebih besar. (RN)

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan