Prof Gayus Lumbuun: Putusan MA Soal Batas Usia Cagub-Cawagub Memberi Rasa Keadilan

Prof Gayus Lumbuun, mantan Hakim Agung RI

“Putusan MA tentang batas usia Cagub-Cawagub tidak bermasalah dan harus dilaksanakan sesuai aturan. Yang mempermasalahkan hanyalah yang berbeda pandangan dan kepentingan saja”.

Jakarta, innews.co.id – Mahkamah Agung Republik Indonesia telah mengabulkan perubahan Pasal 4 ayat 1 huruf d PKPU nomor 9 tahun 2020. Sekarang bunyi pasal 4 ayat 1 huruf d PKPU 9/2020, “Berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk Calon Gubernur dan Wakil Gubernur dan 25 (dua puluh lima) tahun untuk Calon Bupati dan Wakil Bupati atau Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota terhitung sejak penetapan Pasangan Calon”.

Putusan tersebut sontak mengundang pro kontra, baik dari para politisi, pengamat, maupun praktisi hukum. Tak sedikit yang menuding MA ikut bermain pada ‘dinasti’ Jokowi. Bahkan sampai ada yang memplesetkan MA sebagai Mahkamah Adik, setelah sebelumnya MK disebut sebagai Mahkamah Kakak.

Menanggapi riuhnya pro kontra, mantan Hakim Agung RI Prof Gayus Lumbuun dengan bijak mengatakan, “Kita perlu melihatnya secara komprehensif dan progresif, bukan semata-mata kepentingan politik jangka pendek”.

Menurutnya, kehadiran dari mekanisme judicial review baik terhadap undang-undang oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dan terhadap peraturan perundang-undangan dibawah UU yang menjadi kewenangan Mahkamah Agung (MA).

Prof Gayus beranggapan, tujuan judicial review adalah agar hukum atau peraturan perundang-undangan yang ada tidak menjadi penghalang terciptanya keadilan yang tertunda, menunggu proses revisi oleh pemerintah dan DPR.

“Oleh karena itu, saya berharap agar kita semua berada pada satu pemikiran yang sama, baik terhadap putusan MK maupun MA, bahwa itu merupakan suatu solusi sebagai kehadiran hukum yang baru dalam masyarakat yang tidak tertampung dalam hukum atau perundang-undangan yang ada yang harus menunggu perubahan atau revisi,” jelasnya.

Wewenang MK dan MA

Prof Gayus menjelaskan, kewenangan MA dalam melakukan pengujian terhadap Peraturan KPU adalah suatu ketentuan yang ada pada Pasal 9 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang menyebutkan, “Dalam hal suatu peraturan perundang-undangan dibawah Undang-Undang diduga bertentangan dengan Undang-Undang Pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Agung”.

Sementara, “Dalam suatu Undang-Undang diduga bertentangan dengan Undang-Undang Dasar RI 1945, Pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi”.

Putusan MA tepat

Prof Gayus menilai, syarat Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur di Pasal 7 UU No. 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang-Undang menentukan berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur dan 25 (dua puluh lima) tahun untuk Calon Bupati dan Wakil Bupati atau Calon Walikota dan Wakil Walikota terhitung sejak penetapan pasangan calon.

“Kita ketahui MA mengabulkan permohonan hak uji materi yang dimohonkan oleh Ketua Umum Partai Garda Perubahan Indonesia (Garuda) Ahmad Ridha Sabana. Menurut MA Pasal 4 PKPU No. 9 Tahun 2020 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai ‘berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk Calon Gubernur dan Wakil Gubernur dan 25 (dua puluh lima) tahun untuk Calon Bupati dan Wakil Bupati atau Calon Walikota dan Wakil Walikota terhitung sejak pelantikan pasangan calon terpilih’. MA memerintahkan KPU RI untuk mencabut Pasal 4 ayat (1) huruf d PKPU No. 9 Tahun 2020 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan/atau Walikota dan Wakil Walikota tersebut,” beber Prof Gayus.

Lanjutnya, dengan demikian seseorang dapat mencalonkan diri sebagai Calon Gubernur dan Wakil Gubernur apabila berusia minimal 30 tahun dan Calon Bupati dan Wakil Bupati atau Calon Wakil Bupati dan atau Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota minimal 25 tahun ketika dilantik, bukan ketika ditetapkan sebagai pasangan calon.

“Saya berpendapat bahwa Putusan MA No. 23 P/HUM/2024 adalah putusan yang progresif sah dan tidak bermasalah sejauh dilaksanakan sesuai aturan sebagaimana ketentuan tentang Pembentukan PKPU yang berkaitan dengan pelaksanaan tahapan pemilu. KPU wajib berkonsultasi dengan DPR dan Pemerintah melalui RDP sebagaimana amanat Pasal 75 ayat (4) UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu,” jelasnya.

Lebih jauh Prof Gayus menegaskan, dikabulkannya putusan MA ini membuktikan bahwa MA telah memberikan keadilan kepada calon-calon pemimpin daerah dengan tenggang waktu yang lebih luas, terutama kepada generasi muda yang memiliki potensi baik bagi bangsa dan negara dengan tidak membatasi hak-hak individu calon.

“MA juga telah tepat melalui putusannya memberikan pertimbangan terhadap konsep berdemokrasi yang baik sebagai kedaulatan rakyat dengan tidak menyalahgunakannya sebagai alat berpolitik untuk kepentingan sesaat. Dengan perimbangan konsep nomokrasi yang merupakan kedaulatan hukum dalam memberikan keadilan untuk seluruh masyarakat,” tukas Prof Gayus Lumbuun. (RN)

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan