Jakarta, innews.co.id – Keilmuan psikologi forensik sangat dibutuhkan, terutama menyangkut perkara-perkara pidana level berat. Tidak hanya akan membantu hakim dalam memutuskan suatu perkara, tapi juga pasca putusan pengadilan.
Selain itu, ilmu yang menjadi salah satu komponen scientific based crime investigation ini sangat diperlukan untuk meminimalisir terjadinya salah vonis, salah tangkap, dan membantu kinerja penegak hukum dalam penetapan pelaku kejahatan.
“Dalam suatu proses penegak hukum, psikologi forensik telah menjadi salah satu bagian yang sangat penting dan menentukan,” kata Prof Gayus Lumbuun Hakim Agung 2011-2018, dalam Seminar Ilmiah Nasional ke-12 dalam rangka Musyawarah Nasional ke-5 Asosiasi Psikologi Forensik (Apsifor) Himpunan Psikologi Indonesia (Himpsi), di Aula Gedung H Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Depok, Jumat, 10 Maret 2023.
Dijabarkannya, psikologi forensik adalah bidang yang menggabungkan praktik psikologi dan hukum. “Mereka yang bekerja di bidang ini memanfaatkan keahlian psikologis yang berlaku untuk sistem peradilan,” kata Prof Gayus.
Selain Prof Gayus Lumbuun, tampil juga sebagai pembicara antara lain, Irjen Pol Dr. Muhammad Fadil Imran (Kapolda Metro Jaya), Prof Adrianus Meilala (pakar di bidang kriminologi dan kepolisian), Dr. Risa Permanadeli (psikolog), dan Dr. Bagus Takwin (pengajar di Fakultas Psikologi UI).
Prof Gayus meyakini dengan dikembangkannya Scientif Based Crime Investigation dalam penanganan kejahatan, maka kontribusi dan pelibatan psikologi forensik ke depan akan semakin penting. “Hal ini penting, mengingat suatu perilaku atau tindak kejahatan sangat erat kaitannya kondisi psikologis pelakunya atau bagaimanapun penanganan terhadap korban kejahatan membutuhkan keahlian psikologi. Bahkan dalam sistem penegakan hukum kondisi kejiwaan, niat dalam melakukan tindak pidana sangat penting sebagai pertimbangan hakim. Hal-hal yang terkait dengan aspek psikologis, misalnya penggunaan lie detector – polygraph test, sesungguhnya salah satu bagian penting dari pengujian secara psikologi terhadap pelaku kejahatan,” urai pakar hukum pidana ini.
Prof Gayus menegaskan, kontribusi dan pelibatan psikologi forensik sangat penting, mulai dari menentukan tingkat kesalahan, sanksi yang akan dijatuhkan dengan memperhatikan aspek-aspek psikologis dari korban.
Meski begitu, sambungnya, perlu disadari bahwa bidang spesialisasi ini masih terhitung baru. Karenanya, ahli psikologi forensik terus melakukan pengembangan metode atau instrumen pengujian psikologi di bidang perilaku kekerasan atau kejahatan, termasuk dapat menetapkan pola-pola yang standar. “Sebagai perbandingan di bidang kedokteran forensik telah dikembangkan detail penilaian kekerasan seksual yang dapat menguatkan bahwa terjadinya kekerasan seksual pada korban, yaitu Trauma non genital (tekanan emosional dan psikologis karena adanya kekerasan yang bukan pada alat kelamin sebagai bukti menguatkan). Trauma fisik adalah pembuktian terbaik adanya kekerasan dan harus selalu didokumentasikan melalui foto, dideskripsikan melalui gambar dan dalam bentuk laporan tertulis. Bukti trauma dapat juga menguatkan pernyataan korban akan kejadian tersebut,” jelasnya.
Dia mencontohkan, kasus pembunuhan Brigadir Yosua, di mana diterapkan juga psikologi forensik terhadap pelaku. Sayangnya, kata Gayus, majelis hakim tidak menggali apa motif dilakukannya pembunuhan berencana tersebut. Padahal, motif itu yang harusnya diungkap sehingga jelas duduk perkaranya.
Lebih jauh Prof Gayus menegaskan, dukungan dari Perguruan Tinggi dan asosiasi dalam mengembangkan kompetensi psikologi forensik sangatlah diperlukan. Dalam praktiknya, seseorang yang terlibat dan berkontribusi dalam scientif based crime investigation tidak saja yang lulusan spesialisasi psikologi forensik, tetapi juga dari psikolog klinis, psikolog sekolah, ahli saraf, atau konselor yang memanfaatkan keahlian psikologisnya untuk memberikan kesaksian, analisis, atau rekomendasi dalam kasus-kasus hukum atau pidana.
Dengan kata lain, seru Gayus, kehadiran psikologi forensik akan membantu hakim dalam memutus suatu perkara. Tidak hanya sebatas legalistik, tapi memiliki pertimbangan lain.
Sementara itu, Irjen Pol Fadil Imran mengatakan, pada dasarnya investigasi kejahatan dibangun atas 3 pilar yakni, forensik, intelijen, dan interogasi. Karenanya, ilmu forensik sangat dibutuhkan untuk mengungkap suatu tindak kejahatan. Sejatinya, lanjut Fadil, ilmu kepolisian ditopang oleh banyak ilmu-ilmu lainnya, termasuk ilmu forensik.
Hal senada dikatakan Prof Adrianus Meilala, “Kedepan ilmu forensik akan terus berkembang. Dan peran psikolog forensik tidak lagi hanya sebatas ‘tamu’ dalam suatu perkara, tapi juga dapat ikut menentukan hasil akhir dari suatu perkara”. (RN)
Be the first to comment