Jakarta, innews.co.id – Pusat Pemulihan Aset Kejaksaan Agung (PPA Kejagung) Republik Indonesia, diduga menghalangi pengalihan kepemilikan 11 aset berupa tanah atas nama PT Duta Cahaya Indosakti milik eks terpidana kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Hendra Rahardja, yang telah dilelang pada 2018 dan dimenangkan oleh PT Wana Mekar Kharisma Properti (WMKP).
“Seluruh aset tersebut telah dilelang oleh Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Serang, Banten, berdasarkan izin tertulis Jaksa Agung,” kata Kuasa Hukum PT WMKP Law Firm LSS & Partner, dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Jum’at (5/8/2022).
Dijelaskan, pelelangan yang dilakukan secara terbuka dengan sistem closed bidding melalui situs lelangdjkn.kemenkeu.go.id, itu diikuti oleh tiga peserta, yaitu PT WMKP, Edwin Chandra, dan Sugiarto. Adapun penawaran yang diajukan PT WMKP sebesar Rp 28.000.000.000. Sementara Edwin mengajukan penawaran Rp 24.173.888.000 dan Sugiarto sebesar Rp 22.000.888.888.
Kutipan Risalah Lelang No 163/22/2018 yang diterbitkan oleh KPKNL Serang, Banten, pada 16 April 2018, menyebutkan, PT WMKP ditetapkan menjadi peserta pemenang lelang atas 11 aset bidang tanah tersebut. Namun, hingga kini PPA Kejagung sebagai pihak penjual justru tidak memberikan 11 sertifikat objek lelang.
Oleh karenanya, PT WMKP mengajukan permohonan fiktif positif ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta pada 2018. Berdasarkan Putusan PTUN Jakarta No 14/P/FP/2018/PTUN.JKT pada 6 Agustus 2018 yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde), PPA Kejagung diwajibkan untuk membuka blokir dan menyerahkan seluruh dokumen sertifikat tanah asli berupa 11 sertifikat berikut segala sesuatu di atasnya kepada PT WMKP.
“Sangat disayangkan, hingga kini, PPA Kejagung tidak patuh terhadap putusan PTUN Jakarta yang berkekuatan hukum tetap tersebut. Tentu saja hal ini telah merugikan dan melanggar hak-hak dasar PT WMKP sebagai warga masyarakat selaku pemenang lelang,” ujar pernyataan tertulis Law Firm LSS & Partner.
Tindakan PPA Kejagung tersebut, kata Law Firm LSS & Partner, juga merupakan bentuk pembangkangan terhadap lembaga peradilan (contempt of court), sekaligus melanggar sejumlah ketentuan hukum.
“Hal ini telah merampas hak dan rasa keadilan PT WMKP sebagai pemenang lelang yang menjadi bagian dari warga masyarakat,” tegas Law Firm LLS & Partners.
Selain itu, sikap PPA Kejagung tersebut dinilai melanggar prinsip dasar bernegara, UUD 1945, serta Pancasila karena tidak melindungi hak asasi dan keadilan bagi segenap bangsa Indonesia.
“PPA Kejagung secara sadar atau sengaja menghambat kemajuan perekonomian nasional yang diupayakan oleh PT WMKP selaku pemenang lelang atas 11 sertifikat obyek lelang,” tukas tim Law Firm LSS & Partner.
Beberapa regulasi yang dilanggar PPA Kejagung yakni, Pertama, Pasal 18 ayat (3) UU No 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan yang mengatakan, “Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dikategorikan bertindak sewenang-wenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf c apabila Keputusan dan/atau Tindakan yang dilakukan: Tanpa dasar kewenangan; dan/atau bertentangan dengan Putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
Kedua, Pasal 84 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, yang isinya: “Dalam hal Penjual tidak menyerahkan asli dokumen kepemilikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (4) kepada Pejabat Lelang, Penjual harus menyerahkan asli dokumen kepemilikan dan/atau barang yang dilelang kepada Pembeli paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah Pembeli menunjukkan kuitansi dan tanda bukti pelunasan pembayaran dan menyerahkan bukti setor Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) jika barang yang dilelang berupa tanah dan bangunan.”
Dari beberapa ketentuan hukum tersebut, disebutkan, tidak ada dasar hukum yang membenarkan PPA Kejagung untuk tidak memberikan hak PT WMKP sebagai pemenang lelang. “PPA Kejagung juga tidak mempunyai alasan hukum untuk tidak patuh kepada putusan PTUN Jakarta yang telah berkekuatan hukum tetap,” seru Law Firm LSS & Partner.
Lantaran PPA Kejagung tidak mematuhi putusan pengadilan, PTUN Jakarta melalui surat No W2.TUN.1.3178/HK.06/X/2018 tertanggal 10 Oktober 2018, telah mengirim teguran kepada Jaksa Agung. Isi suratnya meminta Jaksa Agung RI melaksanakan putusan PTUN Jakarta No 14/P/FP/2018/PTUN.JKT pada 6 Agustus 2018 yang telah berkekuatan hukum tetap.
Selain itu, Ketua PTUN Jakarta juga telah bersurat kepada Presiden RI sebagai pemegang kekuasaan pemerintah tertinggi, dengan nomor W2.TUN1.3858/HK.06/XII/2018, tertanggal 10 Desember 2018, di mana PTUN Jakarta meminta Presiden Joko Widodo untuk memerintahkan Jaksa Agung RI agar melaksanakan Putusan PTUN Jakarta.
Surat kepada Presiden RI tersebut mendapat tanggapan dari Menteri Sekretaris Negara, yang menyurati Jaksa Agung dengan nomor R.19/M.Sesneg/D-1/HK.06.02/02/2018 pada 7 Februari 2019, dan meminta agar Jaksa Agung RI menindaklanjuti putusan PTUN Jakarta No 14/P/FP/2018/PTUN.JKT sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Selain Kementerian Sekretariat Negara, Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam) juga telah mengirimkan surat kepada Deputi Hubungan Kelembagaan dan Kemasyarakatan RI No B-7/HK.00.01/I/2020 pada 6 Januari 2020, yang menyatakan bahwa PT WMKP sebagai pemenang lelang.
Melalui surat tersebut, Kemenko Polhukam menyarankan Jaksa Agung agar menyerahkan barang hasil lelang berupa tanah seluas 779.804 meter persegi berikut alas haknya kepada PT WMKP sebagai pemenang lelang.
Demikian juga Ketua PTUN Jakarta juga telah mengirim surat No W2.TUN.1.3859HK.06/XII/2018 kepada Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada 10 Desember 2018, yang isinya meminta agar DPR menjalankan fungsi pengawasannya sesuai Pasal 116 ayat (6) UU No 51 Tahun 2009.
Karena tak kunjung menjalankan isi putusan PTUN Jakarta No 14/P/FP/2018/PTUN.JKT pada 6 Agustus 2018, kembali Ketua PTUN Jakarta menegur Jaksa Agung melalui Surat No W2.TUN1.1635/HK.06/VII/2022 pada 13 Juli 2022. Namun, hingga kini Jaksa Agung tak bergeming dan tetap tidak mau menyerahkan tanah yang sejatinya telah menjadi hak PT WMKP.
Ketika dikonfirmasi, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung RI Ketut Sumedana mengatakan, semua yang berkaitan dengan kasus BLBI sudah ditangani oleh Kemenkopolhukam. “BLBI itu sudah bukan tanggung jawab Kejaksaan, tapi Menkopolhukam. Itu kalau enggak salah,” ujarnya seraya mengaku belum mendapat informasi soal lelang aset BLBI PT Bank Harapan Sentosa milik eks Terpidana Hendra Rahardja yang dimenangkan PT WMK.
Permohonan hak baru
Dipaparkan juga oleh Law Firm LSS & Partner bahwa berdasarkan kutipan risalah lelang, PT WMKP sebagai pemenang lelang juga berhak mengajukan permohonan hak baru atas 11 tanah obyek lelang kepada Kantor Pertanahan Kabupaten Serang. Permohonan ini berupa penerbitan sertifikat baru terhadap 11 bidang tanah obyek lelang tersebut. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 41 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Ketentuan tersebut juga diatur dalam Pasal 18 Peraturan Kejaksaan Agung Republik Indonesia No 002/A/JA/05/2017 tentang Pelelangan dan Penjualan Langsung Benda Sitaan atau Barang Rampasan Negara atau Benda Sita Eksekusi, yang menyatakan, “Risalah Lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang pada Kantor Lelang Negara merupakan dasar bagi pemenang lelang untuk mengajukan penerbitan sertifikat baru atau duplikat sertifikat tanah atau bangunan”.
Dibeberkan pula, PT WMKP telah mengajukan permohonan penerbitan sertifikat baru, tapi tidak diterima oleh Kantor Pertanahan Serang. “Penolakan diduga kuat karena intervensi dari PPA Kejagung yang sengaja menghalangi permohonan tersebut,” ungkap Law Firm LSS & Partner dalam rilisnya.
Padahal, berdasarkan Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, pemindahan hak atas tanah salah satunya dapat dilakukan dengan lelang.
“Penegakan hukum dalam proses lelang seharusnya ditegakkan secara konsisten. Pasalnya, sejumlah peraturan perundang-undangan telah mengatur secara jelas, tegas, eksplisit, serta konkret mengenai penyelenggaraan lelang yang dilandasi prinsip keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan,” pungkas Law Firm LSS & Partner menutup rilisnya. (RN)
Be the first to comment