Punguan Sirajanabarat Bentuk Tim Hukum, Kawal Penyelidikan Kasus Brigadir J

Punguan Sinarajabarat se-Jabodetabek mengadakan pertemuan khusus membahas kematian Brigadir J, yang dinilai banyak kejanggalan

Jakarta, innews.co.id – Menyikapi banyaknya kejanggalan yang muncul dibalik kematian Brigadir Nopryansyah Yosua Hutabarat di rumah dinas Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo, Punguan Sirajanabarat (kumpulan marga Hutabarat), membentuk Tim Hukum guna mengawal penyelidikan kasus ini hingga tuntas dan terang benderang.

“Kami Punguan Sirajanabarat Jabodetabek akan mengawal pengungkapan kasus ini hingga tuntas. Sebab, ditemukan banyak kejanggalan, terutama di tubuh Almarhum Brigadir J, ” kata Saur M. Hutabarat Ketua Umum Sirajanabarat Sejabodetabek, dalam keterangan persnya di Jakarta, usai pertemuan dengan Pengurus Punguan Sinarajabarat se-Jabodetabek yang dihadiri juga oleh Samuel Hutabarat ayah dari alm. Brigadir J, di Jakarta, Minggu (17/7/2022).

Saur mengatakan, “Pertama, kita percaya instruksi Presiden Jokowi kepada Kapolri, bahwa kasus ini akan diungkap setuntas-tuntasnya. Kedua, Punguan membentuk Tim Hukum Hutabarat untuk memonitor perkembangan apa yang telah dikerjakan oleh Tim Khusus yang dibentuk oleh Kapolri. Dan, ketiga Punguan Sirajanabarat Sejabodetabek mengawal sampai dengan tuntas perkara ini, karena kebenaran dan keadilan harus ditegakkan”.

Turut hadir dalam pertemuan tersebut beberapa Pengurus Punguan Sirajanabarat se-Jabodetabek, antara lain, Wem Hutabarat, Robert Ahui Hutabarat, Binsar Hutabarat, Jonathan Hutabarat, Joseph Hutabarat serta Advokat Suhendra Asido Hutabarat, Samuel M.P. Hutabarat, Rihat Hutabarat, Harris Hutabarat, dan beberapa advokat marga Hutabarat lainnya.

Sementara itu, Robert Ahui Hutabarat menyampaikan bahwa pertemuan ini sudah direncanakan begitu mengetahui peristiwa tewasnya Brigadir Yosua Hutabarat karena peristiwa kematiannya terjadi di Jakarta dan sudah menghubungi para Advokat marga Hutabarat yang berada di Jakarta namun baru dapat terselenggara hari ini. “Ini adalah tuntutan dari Punguan Sirajanabarat Sejabodetabek agar dongan tubu (kawan semarga) turut terlibat membantu saudaranya yang dalam kesusahan dan kesedihan,” ujarnya.

Di sisi lain, Advokat Suhendra Asido Hutabarat mengatakan, dirinya meyakini bahwa Tim Khusus yang dibentuk Kapolri akan bekerja secara obyektif dan transparan, apalagi melibatkan Kompolnas dan Komnas HAM. “Mengingat pula peristiwa tewasnya Brigadir Yosua sudah menjadi perhatian masyarakat Indonesia sehingga kita harus mempercayakan Tim Khusus yang dibentuk Kapolri untuk menyelesaikan kasus ini dengan akuntabel,” tukasnya.

Berbagai kejanggalan atas kematian Brigadir J diungkap oleh Samuel Hutabarat ayah kandung dari Brigadir Nopryansyah Yosua Hutabarat. Awalnya, Samuel berpikir anaknya meninggal dalam menjalankan tugas mengawal komandannya, karena sepengetahuan keluarga Brigadir Yosua adalah ajudan seorang jenderal.

Namun, feeling sebagai seorang ayah tidak bisa dibohongi. Kecurigaan Samuel makin menguat ketika diminta menandatangani penyerahan jenazah, tanpa diperbolehkan membuka peti jenazah. Karena Samuel bersikeras, aparat yang mengantar jenazah Brigadir J pun membolehkan membuka peti. Alangkah terkejutnya Samuel dan keluarga ketika melihat wajah Brigadir J yang penuh luka lebam, dibagian muka, mulut, dan tubuhnya.

Samuel berkeyakinan anaknya mati bukan hanya karena ditembak, tapi juga dianiaya. “Bagian perut membiru dan memar, terdapat luka di jari serta patah, luka seperti bekas sayatan benda tajam, mata sebelah kanan ada luka sayatan, di hidung dan bibir ada luka dan bekas jahitan, sampai rahang bergeser, kaki kanan bengkok tidak bisa lurus. Ini bukan tembak menembak tapi penganiayaan,” kata Samuel.

Sebelumnya dikatakan terjadi tembak menembak dengan jarak 5-7 meter. Brigadir J menembak 7 kali tidak ada yang kena. Sementara Brada E menembak 5 kali, semua kena. “Masa anak saya nembak jarak dekat tidak kena, padahal lebih senior. Anak saya itu adalah salah satu penembak jitu,” tuturnya.

Yang lebih aneh lagi, kata Samuel, katanya tidak ada CCTV di rumah dinas Kadiv Propam. “Apa iya sampai tidam ada CCTV. Bukankah pengamanan di rumah seorang jenderal ketat, harusnya ada CCTV yang dapat memperlihatkan peristiwa tembak menembak. Belum lagi 3 handphone Yosua tidak ditemukan, apa sengaja dihilangkan?

Menurut Samuel, Yosua sudah meninggal dengan cara yang tragis. Kesedihannya kian membuncah karena ketika keluarga meminta untuk dapat dilakukan upacara Kepolisian dalam pemakaman jenazah Bigadir Yosua Hutabarat, ditolak dengan alasan yang tidak masuk akal. “Kata polisi karena administrasi tidak lengkap. Kalau administrasi tidak lengkap, mana mungkin bisa dibawa mayatnya,” serunya.

Sebagai ayah kandung almarhun Yosua, Samuel Hutabarat berharap Presiden Joko Widodo dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit untuk menuntaskan perkara almarhum anaknya tersebut. (RN)

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan