Jakarta, innews.co.id – Perluasan fungsi para advokat yang tergabung dalam Pusat Bantuan Hukum Perhimpunan Advokat Indonesia (PBH Peradi) menjadi hal penting yang dibahas dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) PBH Peradi yang diadakan di Hotel Ciputra World Surabaya, 19-20 Desember 2022 lalu, sehingga semakin banyak masyarakat mendapat akses keadilan.
Sesuai UU 18/2003, secara aktif Peradi menjalankan fungsi pro bono. Meski begitu, tidak sedikit dari cabang-cabang yang melakukan fungsi pro deo dan organisasi bantuan hukum yang terdaftar. Menilik pemaknaan katanya, pro bono atau dalam istilah Latinnya disebut Pro Bono Publico, memiliki arti demi kebaikan publik (for the public good). Ini merupakan suatu bantuan atau pelayanan hukum terhadap publik yang dilakukan oleh advokat untuk kepentingan umum ataupun untuk pihak yang dianggap tidak mampu dan tanpa dikenakan biaya.
Sementara pro deo yang dalam Bahasa Latin dikatakan, in forma pauperis (in the character or manner of a pauper), diartikan bebas dari biaya atau cuma-cuma.
Hanya saja, pembeda dari kedua istilah ini, bila pro bono diberikan oleh advokat, maka prodeo diberikan oleh negara dalam bentuk layanan pembebasan biaya berperkara di pengadilan.
Dalam hal ini, negara menanggung biaya proses berperkara di pengadilan, baik di tingkat pertama, banding, kasasi, dan peninjauan kembali, sehingga setiap orang/sekelompok orang yang tidak mampu secara ekonomi dapat berperkara di pengadilan secara gratis, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1 angka (2) dan (4) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pedoman Pemberian Layanan Hukum Bagi Masyarakat Tidak Mampu di Pengadilan (Perma 1/2014).
“Selama ini, program bantuan hukum pro bono menjadi kewajiban pelayanan dan pengabdian Peradi. Jika diibaratkan dalam istilah perusahaan, maka PBH Peradi adalah CSR-nya, sebagai pelayanan Peradi dan anggotanya kepada masyarakat Indonesia, khususnya mereka yang tidak mampu. Meskipun pro bono, namun kualitas tetap harus diutamakan, perlakuan yang sama dengan yang berbayar honorarium,” terang Ketua PBH Peradi Suhendra Asido Hutabarat, dalam siaran persnya yang diterima innews, di Jakarta, Kamis (22/12/2022).
Asido menjelaskan, dalam Rakornas ini, PBH Peradi membahas perluasan bantuan hukum dari pro bono menjadi pro deo, khususnya bagi PBH-PBH cabang yang baru terbentuk. “Bahasan ini merupakan bentuk dukungan terhadap program pemerintah tentang perluasan jangkauan akses keadilan bagi masyarakat di seluruh Indonesia,” terangnya.
Selama ini, sambungnya, fungsi bantuan hukum pro deo juga sudah dijalankan oleh beberapa PBH-PBH Cabang. Dengan menjalankan fungsi pro deo, kata Asido, maka fungsi wadah bantuan hukum dapat menjadi organisasi bantuan hukum berdasarkan Undang-Undang Tentang Bantuan Hukum.
“Berdasarkan data yang saya peroleh, mungkin unit Kerja Bantuan Hukum pro bono yang terbesar di Indonesia itu dimiliki oleh Peradi pimpinan Prof Otto Hasibuan. PBH Peradi sendiri sudah berada di 152 cabang di Indonesia,” terang Asido bangga.
Dalam sambutannya di acara pembukaan Rakornas, Sekretaris BPHN Audy Murfi M.Z mengatakan, antara pro bono dengan bantuan hukum memiliki kesamaan, yakni sama-sama bertujuan untuk membantu setiap orang yang tidak mampu/miskin/marjinal yang berhadapan dengan hukum (cuma-cuma), di mana pada bantuan hukum ada biaya yang disediakan oleh Pemerintah berdasarkan UU Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum.
“Anggaran dalam APBN dan APBD pastinya memiliki keterbatasan, sehingga prinsip pro bono yang dimaksud sebagai kewajiban dalam UU Advokat harus tetap dikedepankan, agar perluasan akses bantuan hukum tetap terwujud demi memberikan akses terhadap keadilan,” kata Audy.
Bahkan Audy menilai, jika dikaitkan dengan peran dan fungsi organisasi induk advokat dalam melakukan pengawasan pro bono, praktik di lapangan masih menunjukan lemahnya peran Dewan Pimpinan Cabang (DPC). “Kewenangan DPC hanya terbatas pada urusan administratif seperti terlibat dalam PKPA, pengangkatan sumpah, hingga perpanjangan kartu anggota. Kewenangan untuk menegakkan sanksi kepada anggota yang tidak melakukan pro bono tidak dimiliki oleh DPC. Padahal keberadaan DPC merupakan garda terdepan dalam pengawasan advokat, termasuk dalam hal implementasi pro bono di wilayahnya,” ujarnya.
Untuk itu, dirinya mendorong perlu adanya ketegasan dari organisasi induk advokat dalam melakukan evaluasi kepada masing-masing anggota untuk wajib melaksanakan pro bono pada setiap perpanjangan Kartu Advokat.
Ketua Harian DPN Peradi, R. Dwiyanto Prihartono, yang membuka Rakornas tersebut menyampaikan bahwa pada dasarnya DPN Peradi memiliki peraturan bahwa setiap anggota dianjurkan untuk memberikan bantuan hukum pro bono. Nantinya pencatatan kewajiban setiap anggota Peradi untuk melakukan aktivitas pro bono akan terintegrasi dalam data base anggota untuk perpanjangan Kartu Tanda Pengenal Advokat (KTPA). (RN)
Be the first to comment