Regulasi Afirmatif, Menuju KUKM Adaptif dan Transformatif

Catur Susanto

Oleh : Catur Susanto*

Kebijakan Afirmasi

PENERBITAN Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 tahun 2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan UMKM disusun sebagai tindak lanjut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja pada tanggal 2 Februari 2021, sungguh menggembirakan hati pelaku Koperasi dan UMKM.

Hal ini, tentu sangat diharapkan hadirnya regulasi yang afirmatif untuk mengakselerasi pemberdayaan KUMKM. Kebijakan regulasi yang afirmasi bagi KUMKM merupakan hal yang mendesak dalam memajukan pelaku Koperasi dan UMKM nasional.

Hal lain yang mendasari dan mendorong perlunya pengaturan yang lebih jelas terkait Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (KUMKM) antara lain bahwa pengaturan yang berkaitan dengan kemudahan, pelindungan, dan pemberdayaan KUMKM, yang tersebar di berbagai peraturan perundang-undangan saat ini belum dapat memenuhi kebutuhan hukum untuk percepatan cipta kerja dan belum terintegrasi dan terkonsolidasi sehingga perlu dilakukan perubahan. Tindak lanjut yang dimaksud di atas adalah bahwa PP No. 7 tahun 2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan UMKM merupakan aturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Jumlah UMKM di Indonesia sekitar 64,1 juta unit usaha atau sekitar 99,99% dari total jumlah usaha memiliki kontribusi 61,07% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Padahal UMKM menyerap tenaga kerja sebanyak 97,00%. Sementara itu, usaha besar yang jumlahnya hanya 0,01% dari total pelaku usaha dan menyerap 3,00% tenaga kerja, tetapi kontribusi terhadap PDB sebesar 38,93%. Untuk itu, hadirnya regulasi baru diharapkan menjadi salah satu solusinya.

Sesungguhnya Indonesia dapat belajar dari pengalaman negara-negara industri baru, di mana negara-negara tersebut menjadikan pemerataan sebagai penggerak pertumbuhan kegiatan ekonomi. Bahkan, pemegang Nobel ekonomi Gunnar Myrdal (1973) pun pernah menyatakan bahwa pemerataan mampu menjadi sumber pertumbuhan ekonomi yang stabil dan berkelanjutan.

Oleh karena itu, paradigma pembangunan harus mengalami perubahan dari growth with equity menjadi equity for growth. Karena itu redistribusi aset produktif mutlak dilakukan, di mana hal ini dapat dilakukan dengan keberpihakan kebijakan pemerintah kepada KUMKM. Keberpihakan terhadap KUMKM tersebut dapat ditempuh melalui aksi afirmasi. Banyak negara yang UMKM-nya maju, pada mulanya memberlakukan aksi afirmasi untuk melindungi UMKM terhadap persaingan bisnis.

Adaptasi

Kondisi pandemi saat ini, KUMKM mengalami berbagai tantangan seperti: penurunan penjualan, permodalan, distribusi terhambat, kesulitan bahan baku, kapasitas produksi menurun dan pengurangan tenaga kerja, hal ini menjadi ancaman bagi perekonomian nasional. KUMKM sebagai penggerak ekonomi domestik dan penyerap tenaga kerja tengah menghadapi penurunan produktivitas yang berakibat pada penurunan profit secara signifikan.

Untuk membangkitkan kembali kondisi ini diperlukan solusi mitigasi dan pemulihan. Langkah mitigasi prioritas jangka pendek adalah dengan menciptakan stimulus pada sisi penawaran (supply) dan mendorong sisi permintaan (demand) melalui platform digital (online) untuk memperluas pemasaran dan kemitraan.

Upaya lainnya yaitu, melalui kerjasama dalam pemanfaatan inovasi dan teknologi yang dapat menunjang perbaikan mutu dan daya saing produk, proses pengolahan produk, kemasan dan sistem pemasaran serta lainnya.

Kementerian Koperasi dan UKM, tentu sangat berkomitmen untuk memberikan kontribusi dalam memecahkan kendala dan tantangan KUMKM nasional yang terdampak Covid-19. Salah satu pilar penting sektor ekonomi nasional yaitu nafas Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah yang membutuhkan perhatian. Kementerian Koperasi dan UKM sebagai instansi pemerintah yang mempunyai peran dan tanggung jawab untuk mengkoordinasikan dalam melakukan penyelamatan dan pemulihan dengan mendukung setiap langkah KUMKM dan secara bertahap memberikan solusi permasalahan yang ada terutama di tengah pandemi.

Kementerian Koperasi dan UKM melalui Unit Kerja Baru, yaitu melakukan pembinaan kepada KUMKM dengan memberikan kesempatan kepada masyarakat khususnya pelaku KUMKM untuk memanfaatkan fasilitasi program dan kegiatan strategis dalam mendukung adaptasi KUMKM saat ini. Kementerian Koperasi dan UKM juga terus melakukan perluasan kerja sama dengan berbagai pihak harus terus dilakukan untuk menjaga produktivitas KUMKM. Kementerian KUKM berupaya mendukung KUMKM dalam peningkatan kualitas dan pemasaran produk dengan memperluas kerjasama dengan berbagai pihak dan mengadakan koordinasi dan konsolidasi secara hybrid untuk tetap menjaga daya saing KUMKM.

Transformasi

Bahwasanya, kondisi eksisting Koperasi dan UMKM sangat heterogen. Ada yang telah memiliki perencanaan bisnis, perijinan usaha, pembukuan yang baik dan mengakses pembiayaan ke perbankan mereka ini umumnya adalah masuk kategori usaha kecil dan menengah dan jumlahnya masih teramat kecil. Namun demikian, ada pula yang usahanya sangat dinamis, berpindah-pindah lokasi usaha, berganti-ganti produk atau komoditas yang dijual, belum ada pembukuan, belum pula terdaftar sebagai unit usaha dan belum dapat mengakses pembiayaan ke perbankan mereka sebagian besar adalah usaha mikro. Kelompok ini sangat rentan terhadap perubahan lingkungan sekitarnya.

Agar Indonesia maju, maka struktur usaha usaha mikro yang jumlahnya mencapai 98% dari total pelaku usaha kita harus mulai didorong naik-kelas ke usaha kecil dan menengah. Inilah PR kita bersama, dan menjadi prioritas kami di Kementerian melalui 4 transformasi besar: 1). transformasi dari informal ke formal, 2). transformasi ke digital dan pemanfaatan teknologi, 3). transformasi ke dalam rantai nilai (value chain), dan 4). modernisasi koperasi.

Lebih lanjut, visi Pemerintah juga tengah berupaya meningkatkan rasio kewirausahaan nasional kita. Saat ini rasio kita baru sekitar 3,47%, jauh di bawah Singapura (8,76 %), Malaysia, bahkan Thailand. Kita menargetkan di 2024 dapat bergerak di atas 3,95%. Disamping itu, ada beberapa inisiasi yang tengah berjalan dan akan terus kita perkuat, melalui: a). penanggungan biaya, pembinaan dan pendampingan usaha mikro dalam perizinan usaha dan pendampingan; b). memastikan tersedia tempat usaha bagi UMK minimal 30% dari infrastruktur publik; c). optimalisasi belanja K/L 40% bagi UMKM, d). kemitraan strategis antara UMKM dan usaha besar; e). Pengembangan Wirausaha Muda Produktif); f). Penyediaan Sistem Informasi UKM Ekspor; g). Penyediaan pusat kuliner dan oleh-oleh dan h). Termasuk, Program Pemulihan Ekonomi Nasional untuk UMKM dan Koperasi yang masih akan kita lanjutkan tahun 2021 ini, seperti: BPUM, Subsidi Bunga KUR, dan pembiayaan modal kerja koperasi melalui LPDB-KUMKM.

Kementerian Koperasi dan UKM juga menargetkan pada 2021 akan terwujud 100 koperasi modern, transformasi usaha informal ke formal sebanyak 2,5 juta usaha mikro, kontribusi ekspor naik menjadi 15,26%, rasio kewirusahaan sebesar 3,55%, rasio kredit perbankan untuk UMKM meningkat di atas 20%, dan prioritas pembiayaan LPDB-KUMKM untuk koperasi sektor riil. SMESCO juga sedang diperkuat, saat ini telah menjalin banyak kerjasama dengan agregator pembiayaan, business services, logistik hingga platform hingga asosiasi dan komunitas, mempersiapkan UMKM unggulan dan artisan agar tidak hanya hadir di public spaces, tapi juga siap ekspor.

Keniscayaan adaptasi dan transformasi Koperasi dan UMKM tidak dapat dilakukan secara parsial, namun butuh integrasi dan kolaborasi multipihak (penta helix) mencakup: pemerintah (public), swasta (private), akademisi (academic) maupun masyarakat (civil society). Sekali lagi, jangan lupa: mari kita dukung dan pakai produk dalam negeri. Kita harus bangga buatan Indonesia.

* Penulis adalah Kepala Bagian Perencanaan Kinerja dan Penganggaran Kementerian Koperasi dan UKM RI

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan