Jakarta, innews.co.id – Langkah pemerintah melakukan restrukturisasi terhadap sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dinilai tepat sebagai upaya penyehatan Namun, hal tersebut harus dilakukan secara holistik, hingga ke anak, bahkan cucu perusahaan BUMN.
Penegasan ini disampaikan Dr. John N. Palinggi, MM., MBA., pengamat ekonomi sekaligus Ketua Umum Asosiasi Rekanan Pengadaan Barang dan Distribusi Indonesia (Ardin), kepada wartawan, Selasa (21/9/2021). “Kita dukung upaya pemerintah dalam melakukan penyehatan BUMN, melalui restrukturisasi,” ujar John.
Hal ini, ujarnya sesuai amanat Pasal 72 UU No 19/2003 tentang BUMN, di mana maksud dilakukannya restrukturisasi adalah menyehatkan BUMN agar dapat beroperasi secara efisien, transparan, dan profesional. Sementara tujuannya, meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memberikan manfaat/deviden serta pajak bagi negara, menghasilkan produk/layanan dan harga kompetitif bagi konsumen, dan memudahkan pelaksanaan privatisasi.
“Dalam melakukan restrukturisasi, tentu harus diperhatikan asas biaya dan manfaat yang diperoleh,” tambahnya.
Dikatakannya, sekarang ini banyak BUMN sudah beranak dan bercucu, tidak lagi murni berdiri sendiri. Anak dan cucu perusahaan BUMN menguasai semua lini bisnisnya dari hulu sampai hilir. Pun dengan lingkup usaha yang berbeda dari induknya. Bahkan, ada yang bekerja sama dengan pihak swasta. Tak heran, perusahaan induk terlihat selalu merugi. Padahal, dana APBN yang dikucurkan justru digunakan untuk membiayai anak-cucu perusahaan tersebut.
Dia menjelaskan, perusahaan BUMN jelas dengan segmen usaha yang jelas. Kemudian, ada anak perusahaan yang menggarap lini usaha beragam. Menurut John, ini yang membuat negara rugi dari sisi deviden dan pajak.
“Saya rasa Menteri BUMN harus benar-brnar jeli dan teliti untuk mengkoreksi keberadaan anak dan cucu perusahaan BUMN. Sebab, potensi kerugian negara jadi besar, dengan dalih perusahaan induknya merugi terus,” paparnya.
John menegaskan, dirinya mendukung program restrukturisasi yang dijalankan Presiden Joko Widodo terhadap sejumlah BUMN. “Jangan hanya satu atau dua, tapi harusnya menyeluruh dan dilihat apakah BUMN itu benar-benar memberi keuntungan pada negara dalam bentuk deviden dan pajak atau malah memboroskan anggaran keuangan negara,” pintanya.
Diakuinya, selama ini, jangkauan pemeriksaan dari BPK mungkin baru sebatas perusahaan BUMN, tidak sampai ke anak-cucu perusahaannya. Dicontohkan, ada BUMN yang hutangnya mencapai Rp 560 triliun, tapi membentuk anak perusahaan yang justru memperoleh keuntungan. Lantas, untungnya tersebut dikemanakan? Anak perusahaan itu membentuk lagi anak perusahaan dan bekerja sama dengan perusahaan swasta.
“BUMN nya sendiri merugi, sementara yang untung oknum-oknum yang ‘gentayangan’ di anak-cucu perusahaan,” tegasnya.
John tidak menafikan kritik yang dilontarkan sejumlah pengamat ekonomi terkait restrukturisasi BUMN. “Itu masukan bagi pemerintah. Yang jelas, apa yang dilakukan Presiden Joko Widodo dalam rangka penyehatan BUMN harus diapresiasi dalam rangka mewujudkan BUMN yang sehat dan bermanfaat bagi rakyat, bangsa, dan negara,” tukasnya. (RN)
Be the first to comment