Jakarta, innews.co.id – Guru Besar Universitas Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan, Prof Marthen Napang, menyudahi kasus tindak pidana yang terjadi pada 2017 silam, dengan memenuhi panggilan pihak Kejaksaan untuk selanjutnya digelandang ke Rutan Salemba, Jakarta Pusat, guna menjalani masa hukuman tiga tahun penjara, sesuai putusan kasasi yang telah inkrah.
Pasalnya, bila tidak memenuhi panggilan kedua ini, dirinya akan masuk daftar pencarian orang (DPO) dan dilakukan pencekalan serta penjemputan paksa.
Dengan langkah gontai, Guru Besar Hukum Internasional ini tampak memasuki pintu besi Rutan Salemba didampingi beberapa jaksa dan salah seorang kuasa hukumnya, sekitar pukul 15.50 WIB.

Seperti diketahui, Marthen Napang didakwa melakukan penipuan dan pemalsuan putusan Mahkamah Agung RI. Usut punya usut, aktifitas ilegalnya itu sudah memakan banyak korban. Namun, lebih banyak yang memilih diam.
Berbeda dengan Dr. John Palinggi yang mempidana perbuatannya tersebut. “Sudah banyak orang mencoba memediasi agar bisa diselesaikan secara damai, namun dia begitu angkuh. Mungkin karena merasa Guru Besar Hukum, jadi dia tak butuh mediasi. Ternyata dia salah karena pada akhirnya kebenaran akan terungkap,” kata John Palinggi, beberapa waktu lalu.
Jalan berliku kasus ini telah melahirkan penderitaan moril maupun materiil bagi John Palinggi. Dirinya seolah ‘tersandera’ oleh kasus ini sehingga sejumlah bisnisnya harus stagnan. Alibi-alibi yang disampaikan Marthen mencoba membalikkan tuduhan.
“Saya yakin, Tuhan tidak akan tinggal diam. Dan, itu terbukti,” tukas John.
Oleh PN Jakarta Pusat, Marthen divonis pidana satu tahun. Saat banding, justru hukumannya diperberat oleh PT DKI Jakarta menjadi 3 tahun penjara. Coba kasasi, sayangnya ditolak oleh MA. Dalam putusan kasasi nomor: 1394 K/Pid/2025 tertanggal 20 Agustus 2025, Ketua Majelis Hakim Jupriyadi, SH., M.Hum, dengan anggota Dr. Tama Ulinta br Tarigan, SH., M.Kn., dan Noor Edi Yono, SH., MH., menyatakan, menolak permohonan kasasi atas nama Prof Dr. Marthen Napang.

Putusan yang sudah inkrah, membuat dirinya harus mendekam di hotel predeo, menjalani sisa hukumannya.
Lantas, bagaimana dengan status guru besarnya? Akankah Universitas Hasanuddin Makassar akan memproses status guru besarnya? Demikian juga dengan lembaga-lembaga lain di mana Marthen terlibat.
Diketahui, guru besar di perguruan tinggi negeri berstatus sebagai ASN. Karenanya, keterlibatan dalam tindak pidana memiliki konsekuensi administratif kepegawaian yang diatur dalam UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Dalam sistem manajemen ASN diatur bahwa ASN yang terbukti melakukan tindak pidana dan dijatuhi hukuman penjara berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkrah) dapat dikenakan sanksi disiplin berat, termasuk pemberhentian dengan tidak hormat.
Intinya, status guru besar bisa dicopot karena termasuk jabatan fungsional. Dilakukan apabila yang bersangkutan melakukan pelanggaran etika dan profesional. Salah satunya, melakukan tindak pidana.
Kini, menunggu langkah Unhas dalam menyikapi perkara tersebut. (RN)












































