Papua Barat, innews.co.id – Berbagi ilmu menjadi salah satu fokus Pengurus Pusat Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PP IPPAT) agar para kompetensi dan kemampuan PPAT di seluruh Indonesia terus meningkat.
Melalui ‘Safari Keilmuan’, PP IPPAT menggandeng Pengurus Wilayah untuk membedah topik-topik menarik terkait peraturan dan problematika yang banyak dihadapi PPAT. Kali ini, bersama Pengwil Papua Barat, diadakan webinar bertema ‘Digitalisasi Pelayanan Pertanahan Menuju Tertib Administrasi dan Transaksi Pertanahan Serta Peran Pembinaan dan Pengawasannya’, Kamis (9/9/2021).
“Di era teknologi saat ini, digitalisasi menjadi keniscayaan yang diyakini bisa mendukung pekerjaan PPAT. Hanya saja, perlu dicermati, dibalik penerapan yang serba elektronik ada masalah yang menghantui dan butuh solusi,” ujar Christina Ella Yonatan Ketua Pengwil IPPAT Papua Barat dalam sambutannya dihadapan hampir 1.000 PPAT peserta webinar.
Ella menambahkan, pihaknya menyambut baik pembahasan digitalisasi dalam pelayanan pertanahan. “Acara ini menjadi modal penting bagi PPAT di seluruh Indonesia untuk memperkaya wawasan dan keilmuan sehingga tidak sampai tersangkut masalah hukum,” imbuhnya.
Sementara itu, Otty Hari Chandra Ubayani Sekretaris Umum PP IPPAT menuturkan, “PP IPPAT terus mendorong anggotanya agar terus mengupdate diri, menambah khasanah pengetahuan, serta saling sharing bila menemui masalah-masalah pelik dalam melakoni pekerjaannya”.
Otty menegaskan, pihaknya tidak ingin ada satu PPAT pun yang terjerat pada persoalan hukum. Untuk itu, dia berharap, ‘Safari Keilmuan’ ini akan terus digemakan dan kiranya bisa diikuti oleh seluruh PPAT di Indonesia. “Ini adalah bakti kami bagi para PPAT,” tukasnya.
Sebagai keynote speech, Musriadi Direktur Pengaturan Tanah Komunal, Hubungan Kelembagaan dan PPAT Kementerian ATR/BPN, dalam sambutannya mewakili Ir. Suyus Windayana, Direktur Jenderal Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah menjelaskan, saat ini pihaknya tengah membahas terkait pengaturan besaran jasa bagi PPAT dalam biaya peralihan hak atas tanah. Di Indonesia total kumulatif biaya peralihan hak atas tanah mencapai 8,5 persen, sementara di negara-negara ASEAN lainnya maksimal 4 persen. “Tentu masukan dari IPPAT dan para PPAT sangat membantu kami dalam menentukan besaran upah yang diterima nantinya,” kata Musriadi.
Di sisi lain, Freddy A. Kolintama Kakanwil BPN Papua Barat menyambut baik webinar dengan tema menarik ini. “Saat ini memang kita sudah memasuki era digital. Mau tidak mau segala hal harus dilakukan secara digitalisasi. Melalui acara ini, kiranya para PPAT bisa menimba ilmu sebanyak-banyaknya agar dalam menjalankan tugas semakin profesional,” harapnya.
Sebagai narasumber, Dr. Pieter Latumenten Majelis Kehormatan Pusat IPPAT, menjelaskan, masalah hukum yang bisa muncul terkait digitalisasi pendaftaran tanah antara lain, dokumen hukum dalam bentuk paper yang menjadi dasar pembuatan akta PPAT sering tidak terbaca dalam basis data elektronik pendaftaran tanah. Untuk itu, kata Pieter, data, informasi, dan dokumen elektronik yang dihasilkan oleh instansi lain perlu terintegrasi dengan pendaftaran tanah.
Dengan gamblang, Pieter mengatakan, PPJB kerap menjadi masalah yang menyeret Notaris/PPAT dalam persoalan hukum. “PPJB menjadi biang kerok persoalan. Kalau tidak teliti, maka kita bisa terjeblos dalam kasus hukum,” tukasnya.
Sementara itu, Ir. Virgo Eresta Jaya, Plt Kepala Pusat Data dan Informasi Pertanahan sekaligus Staf Ahli Bidang Teknologi Informasi menjelaskan, peran PPAT dalam ekosistem blockchain adalah sebagai salah satu node (simpul) dalam blockchain.
“Dalam pembuatan akta elektronik file .pdf, disimpan dalam ekosistem blockchain,” ujar Virgo Eresta.
Dia mengingatkan, agar para PPAT berhati-hati dalam mengisi data-data secara elektronik. “Intinya, prinsip kehati-hatian sangatlah penting, terutama memastikan pihak-pihak yang melakukan pengalihan hak atas tanah atau transaksi dan sebagainya benar-benar clear,” serunya. (RN)
Be the first to comment