Jakarta, innews.co.id – Tidak seperti insiden-insiden hilang kontak kapal Indonesia di perairan lepas selama ini, di mana dengan sigap pemerintah (dalam hal ini Basarnas) langsung melakukan pencairan berkoordinasi dengan sejumlah pihak serta secara aktif menginformasikan perkembangan kepada pihak keluarga awak kapal, pada tragedi yang menimpa KM Bali Permai-169 yang mengalami lost contact dari sistem monitor (VMS) sejak 30 Juli 2021 di lokasi operasi penangkapan Ikan Samudera Hindia dengan radial 210 dan jarak 1.471 km dari Kansar Denpasar, sepertinya pemerintah adem ayem saja. Ada apa?
Padahal, kabarnya, KM Bali Permai yang diawaki oleh 18 anak buah kapal (ABK) tersebut sampai sekarang masih belum ditemukan.
Ada beberapa kemungkinan terjadi yakni, pertama, kapal tenggelam atau kedua, kapal terombang-ambing di Samudera Hindia. “Apabila kemungkinan ke-2, maka dapat diduga ABK masih bisa hidup karena persediaan makanan yang dibawah untuk kebutuhan 3 bulan terhitung sejak 12 Juli 2021. Jika upaya pencarian dilakukan secara masif dan diumumkan ke publik maka berpotensi bisa diselamatkan,” kata Natalius Pigai, mantan Komisioner Komnas HAM yang menerima laporan dari keluarga ABK, dalam keterangan persnya, yang diterima innews, Minggu (5/9/2021).
Dikatakannya, pihak keluarga ABK baru menerima surat dari PT Putra Jaya Kota selaku pemilik kapal yang menginformasikan bahwa KM Bali Permai-169 yang berangkat dari Pelabuhan Benoa, Sabtu, 10 Juli 2021, ke fishing ground (laut lepas), terakhir kali terpantau melakukan kontak melalui VMS pada Selasa, 27 Juli 2021, di posisi L.29, 3367B. 100.9179, dan selanjutnya hilang kontak. “Kami sudah mengerahkan beberapa kapal yang berdekatan dengan posisi tersebut untuk melakukan pencarian,” tulis surat tersebut.
Menurut Pigai, pemerintah dan pihak perusahan terkesan menyembunyikan dan mendiamkan peristiwa ini. Berbeda dengan peristiwa serupa selama ini, dimana Basarnas dan Pemerintah mengumumkan ke publik dan mobilisasi secara masal bagi upaya pencarian.
“Sebagai pembela kemanusiaan, kami minta penjelasan terbuka ke rakyat Indonesia, mengapa pemerintah dan perusahan terkesan menyembunyikan peristiwa besar yang menimpa 18 warga negara Indonesia dan kapalnya,” serunya.
Pihaknya mempertanyakan, mengapa peristiwa besar tersebut tidak diumumkan oleh pemerintah agar mendapat perhatian publik? Juga mengapa rakyat Indonesia tidak pernah mengetahui mobilisasi sumber daya penyelematan atau pencarian? Bahkan media massa (online, cetak, dan elektronik) tidak pernah menyajikan berita tersebut.
Hal lainnya, mengapa kepada keluarga korban baru disampaikan pada 4 September 2021 yakni, satu bulan setelah kapal tersebut dinyatakan lost contact? Dipertanyakan pula, sikap Luhut Binsar Panjaitan sebagai Menkomarves yang tidak melakukan upaya koordinasi, padahal Deputi Bidang koordinasi Kelautan dan Maritim sudah mengetahui peristiwa tersebut.
“Kami menduga ada sesuatu yang janggal antara pihak perusahan, Basarnas, Kementerian Perhubungan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, dalam insiden ini,” pungkas Pigai. (RN)
Be the first to comment