Segara Research Institute: Rusia-Ukraina Berdamai, Ekonomi Indonesia Membaik

Perang Rusia - Ukraina picu kenaikan harga-harga pangan di dunia, termasuk Indonesia

Jakarta, innews.co.id – Sebelum invasi Rusia, perdagangan bilateral antara Indonesia dan Ukraina bernilai hampir 1,5 miliar dollar AS. Namun, sejak perang berkecamuk, perdagangan Indonesia-Ukraina anjlok hingga 90 persen. Perang itu telah berdampak pada ekonomi negara-negara seluruh dunia, mengganggu rantai pasokan, menaikkan harga energi dan komoditas pangan, serta mempengaruhi perdagangan dan investasi internasional.

“Perang tersebut telah membawa imbas bagi banyak rumah tangga di dunia, termasuk Indonesia,” kata Direktur Eksekutif Segara Research Institute, Piter Abdullah Redjalam, dalam keterangan persnya yang diterima innews, di Jakarta, Senin (24/7/2023).

Terganggunya rantai pasokan (supply chain) mengakibatkan kenaikan harga pangan dan bahan bakar. “Hal itu sudah terlihat sejak awal-awal perang. Apalagi, perang Rusia-Ukraina sudah berlangsung cukup lama,” tukas Piter.

Menurutnya, hanya perdamaian yang adil dan berkelanjutan, yang dianggap mampu menggerakkan kembali pasar dan mengurangi ketidakpastian ekonomi dunia, termasuk di Indonesia.

Dikatakannya, invasi berskala penuh Rusia ke Ukraina memicu kejutan terhadap harga energi global yang tidak terlihat sejak tahun 1970-an. Sebagai pengekspor batubara terbesar di dunia, Indonesia memperoleh pangsa pasar baru yang cukup besar di pasar luar negeri, menyusul pemberlakuan sanksi Uni Eropa terhadap ekspor energi Rusia.

Namun, perang pun telah membuat harga impor minyak dan gas naik hampir dua kali lipat. Efek lanjutannya adalah, harga BBM bersubsidi di Indonesia telah meningkat lebih dari 30 persen sejak perang dimulai.

Disebutkan, bahan bakar sangat penting dalam kaitannya dengan produksi barang dan jasa, terutama di industri pangan. Sementara, inflasi tahunan untuk makanan di Indonesia mencapai 10,3 persen pada Juli 2022, atau mencatatkan tingkat tertinggi sejak 2014. “Naiknya biaya makanan itu jelas mengurangi daya beli masyarakat, terutama warga miskin dan rentan yang menghabiskan sebagian besar anggaran mereka untuk makanan,” jelasnya.

Dia menambahkan, di antara meningkatnya harga sembilan bahan pokok (sembako), salah satu yang jelas terkait langsung dengan perang Rusia-Ukraina adalah minyak goreng.

Piter menjelaskan, pada April 2022, harga minyak goreng mencapai puncaknya pada Rp 24.400 per kilogram atau naik 64 persen per tahun, sebelum akhirnya turun. Kenaikan itu disebabkan beberapa faktor, antara lain meningkatnya permintaan CPO (minyak sawit) dari negara importir, serta berkurangnya ketersediaan substitusi, seperti minyak goreng dari Rusia dan Ukraina.

Kenaikan harga serupa juga terjadi pada pupuk. Produsen pupuk Indonesia dihadapkan pada kenaikan biaya input yang meningkat hingga lebih dari 14 persen pada akhir 2022 lalu. Hal itu membuat Indonesia semakin bergantung pada impor pupuk dari Rusia, yang meningkat sebesar 72 persen, dari Maret hingga Desember 2022, dibanding tahun sebelumnya.

Pemerintah Indonesia memberikan subsidi pupuk kepada petani yang berhak. Tetapi peraturan yang dikeluarkan pada Juli 2022 menyebabkan pengurangan jenis pupuk bersubsidi (dari lima menjadi dua) dan jenis komoditas yang berhak mendapat manfaat dari subsidi (dari 70 komoditas menjadi 9). Efek lanjutannya, sejak awal invasi Rusia, petani Indonesia membayar empat kali lebih mahal untuk beberapa jenis pupuk. Tentu saja, kemungkinan besar biaya ini akan diteruskan kepada konsumen dalam bentuk harga pangan yang naik lebih tinggi.

Resolusi damai

Bagi Piter, resolusi damai dari perang ini akan membuka kembali perdagangan yang dapat menciptakan lapangan kerja baru, membantu menumbuhkan ekonomi Indonesia, dan meningkatkan penghasilan masyarakat. “Ada banyak sektor di mana perdagangan bilateral dan kerja sama ekonomi antara Indonesia dan Ukraina dapat berkembang, tetapi sektor pertanian dan teknologi informasi menawarkan peluang yang paling menarik,” sebutnya.

Dikenal sebagai “keranjang roti dunia”, Ukraina adalah pengekspor gandum terbesar kelima di dunia. Indonesia adalah pasar kedua terbesar untuk Ukraina, senilai lebih dari 800 juta dollar AS pada tahun 2021. Impor gandum dari Ukraina membantu Indonesia memenuhi permintaan mie yang sangat besar.

Namun, penghancuran lahan pertanian Ukraina dan pemblokiran pelabuhan Ukraina telah mengganggu ekspor gandum dan memperburuk kerawanan pangan di banyak negara berkembang. “Inisiatif Biji Gandum Laut Hitam” memang sempat memungkinkan beberapa ekspor penting dari pelabuhan Ukraina. Tetapi hanya perdamaian yang dapat mencegah ketidakstabilan yang berkelanjutan.

Indonesia juga membutuhkan Ukraina sebagai negara dengan sumber makanan sehat, seperti kacang-kacangan. Ukraina, di sisi lain pasar potensial untuk ekspor minyak kelapa sawit, kopi, teh dan coklat dari Indonesia.

Sementara itu, Anna Liubyma, Direktur Departemen Kerjasama Internasional Kamar Dagang dan Industri Ukraina mengatakan, meskipun Angkatan Laut Rusia melakukan blokade dan menyerang infrastruktur listrik, namun ekspor produk dan layanan teknologi dari Ukraina meningkat sebesar 13 persen pada tahun 2022. Selain itu, terdapat lebih dari 4.000 perusahaan teknologi di Ukraina yang dapat membantu mendukung pertumbuhan ekonomi teknologi dan digital Indonesia.

“Pemerintah Ukraina berkomitmen untuk menjadikan negaranya salah satu lingkungan yang paling ramah bisnis di dunia,” seru Anna, yang pernah mengunjungi Indonesia bersama delegasi Ukraina pada Februari lalu.

Kondisi perpajakan yang menguntungkan pun akan memungkinkan meningkatnya ekspor teknologi dari Ukraina di tahun-tahun mendatang.

Perdamaian di Ukraina

Piter Abdullah berkeyakinan terciptanya perdamaian antara dua negara bertetangga di Eropa Timur itu akan membawa dampak positif. “Sudah pasti akan lebih baik kalau perang selesai dan perdamaian terjadi,” imbuh Piter.

Ia melanjutkan, “Jika perdamaian segera tercipta, Indonesia bisa berharap aliran modal internasional, rantai pasokan, dan sebagainya, bisa kembali membaik.

Bagi sebagian besar orang Indonesia, sambung Piter, perang di Ukraina terasa sangat jauh. Namun sebenarnya dampak ekonomi akibat perang itu jauh lebih dekat ke setiap rumah tangga di Indonesia. Penghentian perang secara damai akan mengurangi ketidakpastian ekonomi di Indonesia, yang merupakan salah satu alasan mengapa Pemerintah Indonesia senantiasa perlu menyerukan perdamaian.

Indonesia bersama 141 negara lainnya, pada Sidang Majelis Umum PBB, Februari lalu, mendukung penarikan pasukan Rusia dari wilayah Ukraina dengan segera, lengkap, dan tanpa syarat. Inilah satu-satunya jalan menuju perdamaian yang abadi. (RN)

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan