Jakarta, innews.co.id – Persyaratan kepemilikan BPJS Kesehatan bagi pihak yang melakukan transaksi jual beli tanah atau rumah, menjadi viral akhir-akhir ini. Banyak pihak menilai, aturan tersebut memberatkan dan terkesan membingungkan.
“Hal tersebut tidak perlu ditanggapi berlebihan. Sebab pada intinya, pemerintah justru ingin seluruh masyarakat bisa tercover kesehatannya melalui keikutsertaan dalam BPJS Kesehatan,” kata Otty Hari Chandra Ubayani, SH., Sp.N., MH., Sekretaris Umum Pengurus Pusat Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PP IPPAT) dalam keterangannya kepada innews, di Jakarta, Selasa (1/3/2022).
Otty menjelaskan, saat ini seluruh Kementerian/Lembaga memang diwajibkan demikian. “Sejatinya, kepemilikan BPJS Kesehatan dari sebelum pandemi/PPKM sudah diwajibkan. Sekarang ini, kami dari organisasi hanya diminta untuk membantu sosialisasi,” terangnya.
Dikatakannya, Kartu BPJS Kesehatan dilampirkan hanya dalam jual beli saja. Sementara saat pembuatan akta jual beli (AJB) tidak diwajibkan, namun pada waktu pengambilan diperlukan. Sementara untuk pendaftaran balik nama, pembeli wajib melampirkan BPJS Kesehatan. “Bagi warga yang memiliki Kartu Askes atau KIS juga bisa dipakai sebagai lampiran transaksi,” ungkapnya.
Dijelaskan pula, untuk Badan Hukum bilamana melakukan transaksi aset tanah atau bangunan wajib melampirkan Kartu BPJS Badan Hukum. Untuk pembeli lebih dari satu pihak juga harus melampirkan seluruh Kartu BPJS Kesehatan pembeli.
“Permohonan pada tanggal 1 Maret boleh masuk terlebih dahulu tanpa melampirkan Kartu BPJS Kesehatan, tetapi pada saat pengambilan (selesai proses balik nama) harus dilampirkan,” tuturnya.
Otty berharap, kebijakan ini tidak terlalu memberatkan masyarakat. Sebab, tujuan pemerintah baik. “Hanya saja, mungkin regulasi ini perlu lebih disosialisasikan agar masyarakat dapat lebih memahaminya,” imbuh Otty. (RN)
Be the first to comment