
Jakarta, innews.co.id – Seruan Munas Bersama dari tiga organisasi advokat berbendera Peradi, yang dilontarkan Juniver Girsang Ketua Umum Peradi Suara Advokat Indoneaia (SAI) dan terpampang di sejumlah media, dinilai sebagai sebuah upaya mengelabui dan memanfaatkan situasi saat ini atau kerap disebut gimmick.
Sebab, hal tersebut sejatinya sudah disepakati oleh Peradi pimpinan Prof Otto Hasibuan, Peradi Rumah Bersama Advokat (RBA), dan Peradi SAI sendiri yang tertuang dalam kesepakatan tanggal 25 Februari 2020, dihadapan Menkopolhukam dan Menkumham.
“Munas Bersama bukan barang baru. Bahkan, setelah penandatanganan kesepakatan, kami sudah surati Peradi SAI guna menindaklanjutinya. Bahkan, kami sudah setujui usulan mereka Munas dengan sistem one person one vote, yang sebetulnya tidak ada di Anggaran Dasar Peradi,” kata Ketua Harian DPN PERADI, Dwiyanto Prihartono, dalam keterangan resminya yang diterima innews, Kamis (12/5/2022).
Menurutnya, Peradi pimpinan Otto Hasibuan memang meluluskan permintaan Peradi SAI, semata demi tercapainya penyatuan Peradi.
“Setelah disurati, malah muncul syarat-syarat baru dari Peradi SAI yang seharusnya diputus di Munas dengan melakukan perubahan Anggaran Dasar, bukan sebelum Munas. Syarat yang dimaksud antara lain, melarang Ketua Umum yang sedang menjabat mengikuti pemilihan, hanya boleh menjabat satu periode meski di SAI juga ternyata dua kali masa jabatan, pencalonan langsung dari anggota, ketiga PERADI dapat mencalonkan sebanyak-banyaknya calon, masa jabatan Ketua Umum dikurangi menjadi hanya 3 tahun,” terangnya.
Seabreg syarat dari Peradi SAI inilah, sambung Dwiyanto yang membuat pelaksanaan Munas Bersama stagnan. “Kalau berpikirnya justru memperumit Munas Bersama dengan berbagai syarat, patut dicurigai, benar tidak niat mau Munas Bersama atau hanya lips service aja? Supaya kelihatan pro penyatuan, padahal dibalik itu diduga sebenarnya memang inginnya pecah,” tegasnya.
Dwiyanto mengatakan, dengan syarat-syarat baru dari Peradi SAI itu, rencana pembahasan pelaksanaan Munas Bersama terhenti sementara, meskipun metode one person one vote telah disepakati oleh Peradi pimpinan Otto Hasibuan.
Bagi kami, lanjutnya, Munas Bersama ya laksanakan saja dan tidak diperumit. Serahkan segala sesuatunya pada Munas. “Sekarang malah gembar-gembor di media, bahkan mengkait-kaitkan dengan analisa putusan-putusan pengadilan keabsahan pihak lain yang sebetulnya tidak paham duduk soalnya dan juga membicarakan perkara orang lain,” serunya.
Dwiyanto mengatakan, kalau dulu kami dikritik menyampaikan surat balasan Munas Bersama melalui media. “Eh, sekarang malah disampaikan juga melalui media. Seperti menjilat ludah sendiri jadi ya,” imbuhnya sembari tersenyum simpul.
Ditegaskan, mencermati hal tersebut, justru Peradi pimpinan Otto Hasibuan meragukan alam pikir Munas Bersama yang dikemukakan SAI dalam arti sesungguhnya untuk penyatuan. “Lebih tepatnya apa yang disampaikan Peradi SAI itu hanya gimmick saja,” pungkas Dwiyanto. (RN)
Be the first to comment