Jakarta, innews.co.id – Sejak awal 2023, kasus-kasus intoleransi dan diskriminasi terhadap kelompok minoritas agama sudah mengalami eskalasi. Bahkan itu terjadi setelah Presiden menyampaikan arahan agar Pemda dan Forkompimda menjamin hak beragama dan beribadah seluruh warga negara sesuai jaminan UUD NRI Tahun 1945, yang disampaikan pada Rakornas Pemda dan Forkopimda, 17 Januari 2023 lalu.
Faktanya, Pemda dan Forkopimda membangkang dan mengabaikan arahan Presiden. Beberapa kasus terjadi di Kabupaten Sintang, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Malang, Kota Lampung, Kabupaten Bogor, dan sebagainya. Terakhir yang viral akhir-akhir ini soal penutupan dengan terpal Patung Bunda Maria di Lendah, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, Rabu, 22 Maret 2023.
Hal tersebut secara gamblang disampaikan Hendardi Ketua Badan Pengurus Setara Institute dalam siaran persnya yang diterima innews, di Jakarta, Jumat (24/3/2023).
Menyikapi kondisi tersebut, kata Hendardi, Setara Institute menyampaikan beberapa hal yakni:
Pertama, Setara Institute mengecam aksi-aksi intoleransi tersebut, terkhusus aksi penutupan Patung Bunda Maria di Lendah yang didesak oleh kelompok intoleran. “Meskipun pada perkembangannya, pihak Polres Kulonprogo mengklarifikasi bahwa terjadi kesalahan dari anggota kepolisian yang melaporkan kegiatan di lapangan mengenai desakan ormas itu, publik sulit untuk percaya bahwa penutupan itu bersifat sukarela, tanpa ada desakan dari pihak luar. Dalam konteks tersebut, Setara Institute mendorong aparat pemerintah, termasuk aparat keamanan, untuk tidak tunduk pada kelompok-kelompok intoleran,” ujarnya.
Kedua, dalam analisis Setara, mencolok upaya konsolidasi kelompok-kelompok intoleran dan mobilisasi mereka untuk menghimpun sentimen pemilih mayoritas dengan menekan kelompok-kelompok minoritas. “Kecenderungan tersebut tampak dalam eskalasi pelanggaran KBB belakangan ini. Konsolidasi tersebut bisa dilihat dari upaya politisasi keikutsertaan Timnas Israel dalam gelaran Piala Dunia U-20 di Indonesia pada Mei mendatang. Hal itu tampak juga dalam aksi-aksi serupa, seperti aksi Koalisi Palembang Darussalam, yang direncanakan pada 24 Maret 2023 ini di Gereja Katedral Santa Maria Palembang, yang menolak kedatangan Duta Besar Vatikan ke Palembang dengan alasan Palembang adalah daerah mayoritas Muslim,” bebernya.
Ketiga, Setara Institute mendesak agar Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat memastikan untuk tetap tegak lurus dengan jaminan konstitusional UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945. “Tahun politik tidak boleh dijadikan sebagai alasan oleh Pemerintah untuk tidak hadir dalam kasus-kasus intoleransi. Stabilitas di tahun politik bukanlah alasan yang dapat dibenarkan (valid and permittable) untuk melakukan pembatasan hak atas kebebasan beragama/berkeyakinan (KBB) dan mendesak minoritas untuk tunduk pada tekanan kelompok yang mengaku sebagai representasi kelompok yang banyak,” tukasnya.
Setara menilai, Pemerintah pada kenyataannya tersandera politisasi identitas agama, sehingga tidak berani mengambil tindakan presisi. Setara meminta pemerintah tidak boleh canggung dalam melakukan penegakan hukum secara presisi dengan tujuan menjamin keadilan bagi korban dan memberikan efek jera bagi pelaku. “Seperti ungkapan yang menyatakan, impunitas semper ad deteriora invitat (Ketiadaan penegakan hukum akan mengundang kejahatan lain),” pungkasnya. (RN)
Be the first to comment