Jakarta, innews.co.id – Fokus menukangi organisasi menjadi keniscayaan akan menjadi besar. Namun, bila pengurus yang dipercaya mendua hati alias aktif di organisasi sejenis lain atau ikut berpolitik praktis, seperti menjadi anggota sebuah partai politik atau menjadi caleg atau calon pemimpin daerah, rasanya sulit diharapkan organisasi tersebut akan besar. Yang ada organisasi akan stagnan, perlahan mundur, lalu sirna ditelan zaman.
Guna memastikan roda organisasi on the track, wacana menandatangani pakta integritas mencuat jelang Musyawarah Nasional Asosiasi Advokat Indonesia (Munas AAI) di Bandung, Juni 2021 nanti. Para paket calon pimpinan DPP AAI diminta menandatangani pakta integritas sebagai bentuk loyalitas dan keseriusan menjalankan salah satu organisasi advokat pendiri Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) ini.
Ketika dikonfirmasi, Dr. Efran Helmi Juni mengaku dirinya siap menandatangani pakta integritas tersebut. “Sangat bersedia karena saya juga masuk dalam tim kerja untuk melakukan revisi anggaran dasar (AD) bersama beberapa senior dan pengurus DPP,” ujarnya lugas kepada innews, Kamis (29/4/2021).
Menurut Efran, sangat sulit seseorang itu melaksanakan pekerjaan di waktu yang sama untuk dua lembaga, apalagi di organisasi sejenis. Pasca Munaslub 2018 di Medan, muncul pemikiran melarang pengurus rangkap jabatan. “Ini salah satu bentuk kesungguhan bagi seorang pengurus. Bila pengurus aktif di organisasi lain–apalagi sejenis, maka dia harus melepaskan jabatannya di AAI,” tegasnya.
Soal ini akan dimasukkan sebagai salah satu klausul dalam pakta integritas nanti.
Demikian juga, lanjut Efran, pengurus AAI juga dilarang untuk menjadi pengurus partai politik. “Kita juga punya aturan tidak boleh menjabat di parpol jika sudah di AAI karena menghindari terjadinya politik praktis di tubuh organisasi ini. Saya sangat mendukung agar roda organisasi berjalan tanpa adanya konflik kepentingan,” imbuhnya seraya memastikan dirinya bersama rekan sepaketnya, Palmer dan Hendri siap menandatangani pakta integritas tersebut.
Disinggung soal menciutnya cabang AAI dari 135 di 2005 menjadi sekitar 17 yang aktif di 2018, menurut Efran, lahirnya Peradi sebagai perwujudan wadah tunggal advokat seperti dikatakan dalam UU No.18 Tahun 2203 tentang Advokat, membuat banyak sumber daya AAI tersedot kesana. Ini diperparah dengan perpecahan di tubuh Peradi, lagi-lagi membuat AAI sebagai OA pendiri Peradi justru kehilangan banyak personil.
“Keadaan ini menjadi tantangan, khususnya Pengurus DPP AAI kedepan. Pengurus DPP kedepan harus kuat dalam rangka membangun dan mengaktifkan kembali cabang-cabang yang pernah ada. Bagi kami (PHD) ini menjadi agenda kerja prioritas, seperti tertuang dalam visi-misi PHD,” aku Efran.
Pun jelang Munas AAI ini, secara kontinu tim PHD turun kebawah alias blusukan, bertegur sapa dengan kawan-kawan di daerah. “Sederhananya mengajak pulang kembali ke rumah AAI untuk membangun dan meraih kejayaan serta bersatu teguh untuk kejayaan AAI sebagaimana tagline PHD,” tukasnya.
Terkait Munas, Efran berharap agar semua kawan-kawan di DPP dan DPC bisa terlibat secara aktif dengan sama-sama hadir di Munas di Bandung, 26-27 Juni. “Mari kita berkumpul dan bermusyawarah dengan hati penuh kebahagiaan. Harus diingat, AAI itu istimewa karena sampai saat ini tetap solid,” cetusnya.
Tidak itu saja, Efran juga berharap Munas bisa berjalan dengan tertib dan menghasilkan pimpinan yang baik dan tepat untuk semua anggota. (RN)
Be the first to comment