Jakarta, innews.co.id – Indonesia bersyukur memiliki Pancasila sebagai falsafah dan ideologi bangsa. Sebab, Pancasila memiliki nilai-nilai yang tepat sebagai guidance, utamanya bagi generasi muda dalam menghadapi era digital.
Penegasan ini disampaikan Dr. Suyud Margono Dekan Fakultas Hukum Universitas Mpu Tantular (UMT), Jakarta, pada International Mini Discourse on Shariah and Law Indonesia and Malaysia di Universiti Sains Islam Malaysia (USIM), Senin, 27 Februari 2023 lalu.
Menurutnya, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila harus dapat diterapkan dalam studi dan kajian hukum sebagai nilai ketahanan generasi muda dalam menghadapi era digital menuju pendidikan kreatif dan inovatif. “Hal ini penting untuk disampaikan kembali mengingat Indonesia seringkali mendapatkan nilai yang kurang baik dalam Fragile State Index,” ujar Suyud yang juga Ketua Umum Asosiasi Konsultan Hukum Kekayaan Intelektual (AKHKI) ini.
Dijelaskan, penilainan ini berdasarkan variabel masalah. Misalnya, masalah kekerasan antar-kelompok, di mana indikatornya meliputi diskriminasi, kekerasan antar-etnik, komunal, dan agama. Belum lagi masalah pendidikan yang berbasis pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Apakah dapat membuat masyarakat menjadi berpikir lebih maju (kreatif dan inovatif), sehingga mendapatkan kehidupan yang lebih baik/meningkatkan taraf hidup masyarakat?
Mengusung tema “National Awareness in Digital Era: Protection in Creativeness and Innovative (Legal and Intellectual Property Issues)”, Suyud menerangkan bahwa Pancasila merupakan asas fundamental yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945, sebagai staats fundamental norm.
“Secara ilmiah-akademis, Pembukaan UUD 1945 sebagai staats fundamental norm mempunyai hakikat kedudukan yang tetap, kuat, dan tak berubah bagi negara yang sudah dibentuk. Dengan kata lain, kedudukan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum sudah selayaknya menjadi ruh dari berbagai peraturan yang ada di Indonesia,” imbuhnya.
Terkait Pancasila sebagai dasar dan sumber norma hukum dari seluruh hukum positif di Indonesia, maka Pancasila merupakan bagian dari langkah, upaya menggunakan metode penalaran hukum/berpikir yuridik. Sehingga Pancasila sebagai kebutuhan hukum masyarakat, dalam konteks penyelesaian sengketa, di dalam maupun di luar pengadilan, bersifat regulatif maupun non-regulatif, nasional maupun trans-nasional. “Oleh karenanya, Pancasila sebagai tool of analysis dalam penelitian dan pengkajian hukum,” seru Dr. Suyud.
Seminar berskala internasional ini dibuka oleh Assoc. Prof. Dr. Nik Salia Suhaila Nik Saleh (Dean Fakulti Shariah and Undang-Undang (FSU), Universiti Sains Islam Malaysia – (USIM), dan menampilkan pembicara lain yakni, dengan pembicara di antaranya:
Dr. Dima Iman Supaat, yang membawakan topik “The Most Vulnerable Among Us and How Family Law Reduce the Vulnerabilities in Malaysia”; Dr. Niirfajri Ismail, menyajikan tema “Recent Development of the Law on Arbitration in Malaysia”; dan Dr. Nurul Ain Hazram, memaparkan tema “Pertimbangan Maslahah dan Mafsadah dalam Kes Permohonan Perkakahinan Bawah Umur: Analisis Terhadap Alasan Penghakiman Terpilih”.
Acara tersebut dimoderatori oleh Assoc. Prof. Dr. Ahmad Zaki Salleh (Deputy Dean Research and Innovation) ini, juga menghadirkan Dr. Widowati dari Universitas Tulungagung, Jawa Timur, dengan makalah bertajuk “Protection of Woman Against Violence in Juridical Victimological Prespective” dan Retno Sari Dewi, MH., yang membawakan presentasi berjudul “The Role of Mediators in the Perspective of Civil Law in Indonesia”.
Acara tersebut diikuti oleh peserta gabungan khususnya mahasiswa pascasarjana dan Dosen dari USIM, Malaysia dan mahasiswa program S-1 dan Magister Fakultas Hukum UMT, Jakarta. (RN)
Be the first to comment