TAHUN BARU, RIWAYATMU!

Dr. H. Joni, SH., MH., Notaris, Pengurus Pusat Ikanot (Ikatan Notaris) Universitas Diponegoro, Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Habaring Hurung Sampit Kalimantan Tengah

Oleh : Dr. H. Joni, SH., MH*

TAHUN BARU yang jatuh pada setiap tanggal 1 Januari, diperingati dengan gegap gempita dengan segala perniknya oleh sebagian terbesar penduduk jagat raya. Diperingati oleh pemeluk lintas agama dan di belahan dunia manapun. Diperingati dengan sukacita, kendatipun tak semuanya paham maknanya. Paling penting ikut bersukaria di tahun yang baru. Tak peduli, kendatipun banyak juga yang mengharamkan memperingatinya.

Tak ada yang merasa asing dengan jatuhnya tahun baru. Saat yang paling tepat (sebenarnya) untuk berkontemplasi tentang perjalanan hidup, khususnya terhadap apa yang sudah lewat. Harusnya dengan harapan yang baik ditingkatkan kebaikannya dan yang ganjil ditambah supaya genap, dan ditinggalkan hal yang bersifat negatif, baik perilaku maupun pikiran.

Momentum Sejarah

Melacak pada sejarahnya, sebagaimana dinukilkan pada tarikh kuno, Tahun Baru pertama kali dirayakan pada tanggal 1 Januari 45 SM (Sebelum Masehi). Dari kalender, saat itu merujuk pada keadaan tidak lama setelah Julius Caesar dinobatkan sebagai Kaisar Roma. Dalam memperingati kekaisarannya, berdasarkan sejarah ia memutuskan untuk mengganti penanggalan tradisional Romawi yang telah diciptakan sejak abad ketujuh SM, atau 700 tahun sebelumnya.

Tercatat dalam sejarah, ketika mendesain kalender baru ini, Julius Caesar dibantu oleh Sosigenes, ahli astronomi dari Iskandariyah pada saat itu. Ia yang kemudian menyarankan agar penanggalan baru itu dibuat dengan mengikuti perjalanan Sang Surya, sebagaimana yang dilakukan orang Mesir kuno. Satu tahun dalam penanggalan baru itu dihitung sebanyak 365 seperempat hari dan Caesar menambahkan 67 hari pada tahun 45 SM sehingga tahun 46 SM dimulai pada 1 Januari.

Caesar juga memerintahkan agar setiap empat tahun, satu hari ditambahkan kepada bulan Februari, yang secara teori bisa menghindari penyimpangan dalam kalender baru ini. Tak lama sebelum Caesar terbunuh, di tahun 44 SM, dia mengubah nama bulan Quintilis dengan namanya, yaitu Julius atau Juli. Kemudian, nama bulan Sextilis diganti dengan nama pengganti Julius Caesar, Kaisar Augustus, menjadi bulan Agustus. Dengan pergantian nama bulan itu, berturut-turut kalender menunjukkan masa selama 12 bulan.

Bahwa pada awalnya, kalender Romawi kuno menggunakan tanggal 1 Maret sebagai Hari Tahun Baru. Hal itu pula yang kemudian dirubah dengan menggunakan tanggal 1 Januari sebagai awal tahun baru. Pergantian itulah yang kemudian tercatat belaku hingga saat sekarang. Berlaku untuk seluruh dunia, disamping Kalender Hijriyah yang merupakan bagian tak terpisahkan dari penanggalan yang lahir lebih kurang 600 tahun kemudian.

Dalam perkembangannya, pernah terjadi pada Abad Pertengahan, kebanyakan negara Eropa menggunakan tanggal 25 Maret sebagai hari raya umat Kristen. Saat itu dinukilkan sebagai Hari Kenaikan Tuhan, sebagai awal tahun yang baru di dalam penanggalan Masehi. Tercatat sampai dengan tahun 1600 Masehi, kebanyakan negara Barat telah menggunakan sistem penanggalan yang telah disempurnakan itu. Penanggalan ini dikenal sebagai Kalender Gregorian.

Adapun penanggalan yang hingga kini digunakan itu menggunakan 1 Januari kembali sebagai Hari Tahun Baru. Dalam kaitan ini, Inggris dan negara koloni atau jajahannya termasuk koloni terbesar yang kemudian menjadi mitranya yaitu, Amerika Serikat ikut menggunakan sistem penanggalan tersebut. Saat itu tercatat menunjuk tahun 1752.

Terkait Masa Gembira

Pada masa lalu, penanggalan dimulai saat gembira, khususnya saat panen gandum yang merupakan makanan pokok penduduk saat itu. Mereka melakukan kebiasaan dan ritualitas yang menunjukkan rasa syukur, khususnya menghadapi masa panen. Mereka melakukan semacam ritual untuk memilah antara perilaku baik dan buruk. Perilaku buruk dibuang atau ditinggalkan dan kembali kepada hidup baru di tahun baru itu.

Tercatat misalnya, Orang Persia kuno mempersembahkan hadiah telur untuk Tahun Baru, sebagai lambang dari produktivitas. Telur yang dihiasi warna-warni itu melambangkan semangat yang kokoh. Telur diberi lukisan indah yang mencerminkan citra religiusitas pada masanya.

Sementara itu, Orang Romawi kuno yang dikenal sebagai akar sejarah budaya orang Barat tercatat, mereka saling memberikan hadiah potongan dahan pohon suci. Dalam perkembangannya, mereka saling memberikan kacang atau koin lapis emas dengan gambar Janus, dewa pintu dan semua permulaan. Potongan pohon cemara itulah yang kemudian menjadi semacam pohon kedamaian, lalu dijadikan sebagai perlambang kedamaian dari pohon Natal saat ini.

Dari sisi namanya, tercatat bahwa Januari mendapat nama dari dewa bermuka dua ini (satu muka menghadap ke depan dan yang satu lagi menghadap ke belakang). Dewa yang dinilai suci dan menjadi pemujaan yang senantiasa dihadirkan pada awal tahun. Tahun kegembiraan dan tahun untuk introspeksi diri.

Warga Romawi juga mempersembahkan hadiah kepada kaisar, Sang Raja. Mengingat banyaknya hadiah, maka dalam perkembangannya kemudian mewajibkan hadiah persembahan kepada dirinya itu kepada rakyatnya diwakilkan kepada para pendeta. Para pendeta itu kemudian memberikan potongan dahan mistletoe, yang dianggap suci, kepada umat mereka. Potongan dahan yang kemudian berdasarkan sumber sejarah yang lain diabadikan menjadi pohon cemara sampai kini. Digantungi berbagai hadiah yang pada awalnya merupakan persembahan yang mencerminkan kegembiraan dan syukur.

Dalam perkembangannya, pada tahun 457 Masehi, Gereja Kristen melarang kebiasaan ini, bersama kebiasaan tahun baru lain yang dianggapnya merupakan kebiasaan kafir. Namun, hal itu tidak berlangsung lama karena kebiasaan untuk memajang pohon cemara yang melambangkan pohon Natal itu muncul kembali, bahkan dengan nuansa lebih meriah. Dihiasi berbagai lampu dan digantungi bungkusan sebagai persembahan atau hadiah.

Sekalipun pada awalnya tahun baru merupakan hari suci Kristiani, tahun baru sudah lama menjadi tradisi sekuler yang menjadikannya sebagai hari libur umum nasional untuk semua warga di belahan dunia, termasuk Indonesia. Diperingati dengan menabuh lonceng dan meniup terompet serta menyalakan kembang api.

Pada saat lonceng tengah malam berbunyi, sirene dibunyikan, kembang api diledakkan dan orang-orang meneriakkan ‘Selamat Tahun Baru’ dan mereka menyenandungkan Auld Lang Syne. Senandung syahdu, mengingatkan perjalanan sang waktu yang tidak pernah berhenti beredar. Terus berputar dari detik, menit, jam, hari, minggu, bulan, tahun, milenium, dan seterusnya tanpa henti.

Itulah riwayat tahun baru masehi yang diperingati setiap pergantian tahun. Termasuk pergantian tahun 2021, menuju tahun 2022 ini.

* Penulis adalah Notaris, Pengamat Sosial dan Hukum, Dosen STIH Habaring Hurung Sampit Kalimantan Tengah

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan