Jakarta, innews.co.id – Sikap tegas Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo dalam memberantas korupsi akan sia-sia bila tidak dibarengi perubahan legislasi oleh DPR RI. UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pun harus direvisi.
“Sepanjang legislasinya tidak dirubah, pemberantasan korupsi hanya jadi dagelan belaka,” tegas Dr. John Palinggi, pengamat politik, ekonomi, sosial kemasyarakatan nasional di Jakarta, Selasa (2/2/2021).
Bahkan dengan nada tinggi John rela lehernya ditebas, bila pemberantasan korupsi semakin baik tanpa perubahan legislasi. “Polisi dan KPK berjuang menangkap koruptor, tapi muaranya di pengadilan, hukumannya hanya 2-4 tahun,” tukas John.
Hakim pun tidak bisa disalahkan karena UU nya mengatakan, kalau melakukan korupsi diganjar hukuman maksimum 20 tahun penjara. Jadi, terbuka lebar ruang negosiasi. “Kalau mau membuat negara ini baik, rubah legislasinya. Buat barangsiapa melakukan korupsi senilai 1-9 milyar, diganjar hukuman minimum 10 tahun. Untuk yang 10-19 milyar hukuman minimum 20 tahun penjara. Sedang 20-29 milyar, penjara 30 tahun. Lebih dari itu, dihukum seumur hidup,” sarannya.
Hal lain, kalau istri/suami atau anaknya tahu suami/istri hidup berfoya-foya dari hasil korupsi, maka akan ikut dihukum minimum 10 tahun penjara. Juga para penegak hukum memperlambat, apalagi merekayasa suatu kebenaran, atau patut diduga menerima uang suap, dihukum minimum 15 tahun penjara.
“Kalau sudah demikian, baru pemberantasan korupsi bisa berjalan. Dan, saya yakin banyak orang takut korupsi,” yakin John.
Ironisnya, kata John lagi, di bangsa ini orang yang harusnya memberi teladan tidak korupsi, justru malah menjadi koruptor terbesar, mencapai triliunan rupiah. Belum lagi peran BPK sebagai auditor negara, yang juga kerap ‘bermain’ dengan angka-angka dalam laporan. Ditulis yang baik-baik, padahal uang negara sudah banyak bobol.
Lainnya yang juga menurut John Palinggi patut diperhatikan adalah tumpang tindihnya UU Kepolisian dan UU TNI. Seringkali TNI merasa tugas dan fungsinya diambilalih lembaga lagi. Padahal, karena legislasinya yang tumpang tindih. Namun, DPR membiarkan hal tersebut, apa maksudnya?
“Pembiaran UU bertabrakan satu dengan yang lain adalah suatu kesalahan besar dalam fungsi pengawasan DPR,” cetus John lagi. (RN)
Be the first to comment