Jakarta, innews.co.id – Sidang kasus perkara dugaan laporan palsu dan pencemaran nama baik yang dilakukan Juanda terhadap pamannya Andy Tediarjo The dengan tuduhan menggelapkan uang sewa tanah milik orangtua Juanda, senilai Rp 8 milyar, tahun 2019 silam, kembali bergulir.
Kali ini Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan Saksi Ahli Prof Dr. Said Karim, SH., MH., M.Si., C.L.A., yang dilakukan secara virtual pada persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (14/7/2022) lalu.
Dalam keterangannya, Prof Said Karim memaparkan bahwa dakwaan yang disampaikan JPU terhadap Juanda yang dinilai telah melanggar Pasal 317 KUHP, memang ditujukan kepada orang yang mengadu secara memfitnah secara jelas. “Dalam pasal ini, tindakan seseorang yang mengadu kepada aparat penegak hukum barangsiapa dengan sengaja melakukan pengaduan palsu atau pemberitahuan palsu, baik secara tertulis maupun untuk dituliskan dengan seseorang sehingga kehormatan atau nama baik orang menjadi terserang,” beber Prof Said.
Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Hasanudin (FH Unhas) Makassar ini menerangkan bahwa dalam ketentuan Pasal 317 ayat (1), merupakan sarana bagi mereka yang merasa dirugikan atau jadi korban akibat dilaporkan oleh orang terhadap dirinya, yang kemudian dikuatkan dengan adanya putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap terdakwa dibebaskan dan terbukti tidak melakukan perbuatan yang dituduhkan, sehingga Pasal 317 ini terbukti.
“Jika korban yang dilaporkan merasa dirugikan, merasa di fitnah, sehingga didalam masyarakat tercemar, rekan bisnisnya menjadi ragu, dia sudah dirugikan, karena putusannya dia tidak bersalah, maka dia punya hak untuk melaporkan balik kepada penyidik terhadap orang yang telah melaporkan sehingga dia dibawa ke persidangan,” urainya.
Lebih jauh Prof Said mengatakan, berbeda antara laporan yang tidak langsung menunjuk orang lain sebagai terlapor dengan laporan pengaduan yang memang langsung menunjuk orang yang dijadikan terlapor. Karena laporan yang tidak langsung menunjuk orang sebagai terlapor meminta penyidik untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan memproses itu melalui pengadilan, dan terlapor hanya melaporkan secara faktual orang-orang yang ada saat kejadian, sedangkan dalam Pasal 317 KUHP yang disangkakan dan memang menjatuhkan orang yang dijadikan teradu maka delik ini telah terjadi.
Bila dikaitkan dengan Pasal 108 ayat (1) KUHP, maka setiap orang yang menjadi korban dalam suatu tindak pidana berhak untuk mengajukan laporan atau pengaduan. Tetapi hak yang diberikan kepada setiap orang itu harus dilakukan dengan cara yang benar. Dalam arti kata, jangan mengadukan orang dengan cara memfitnah; jangan mengadukan orang dengan tanpa bukti, bukan laporan yang mencemarkan nama baik orang yang dijadikan sebagai terlapor. Dengan kata lain, sambung Prof Said, instrumen hukum atau sesuai dengan Pasal 108 ayat (1) adalah jaminan undang-undang pada orang yang menjadi korban tindak pidana untuk melaporkan. Tetapi ketika melaporkan, dia harus mempunyai bukti bukan dengan cara melaporkan tidak benar yang menimbulkan fitnah bagi orang lain. “Dan Pasal 108 ini memang dijanjikan kepada setiap orang yang menjadi korban dalam suatu tindak pidana, di mana dia mempunyai hak untuk mengajukan atau melaporkan ke pihak berwajib, dalam hal ini aparat,” jelasnya.
Dalam persidangan sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Pompy Polansky Alanda dalam dakwaannya menyatakan bahwa terdakwa Juanda melanggar Pasal 317 ayat (1) KUHP terkait pencemaran nama baik dan pengaduan palsu.
Dalam pemberitaan sebelumnya diuraikan bahwa kasus ini bermula dari sebidang tanah seluas 29 hektare di kawasan Inspeksi Kali Malang, RT.003 RW.004, Desa Ganda Sari, Kecamatan Cikarang Barat, Kota Bekasi, Jawa Barat, yang dibeli oleh The Kwang Kiang dan Lam Anton Ramli, orangtua Juanda, April 2002. Tanah yang dibeli tersebut kemudian diatasnamakan adik dari The Kwang Kiang yang bernama Andi Tediarjo The.
Selanjutnya, tanah tersebut disewakan kepada tiga perusahaan, yakni, PT Loscam, PT Intan Angkas Air Service, dan PT Mega Multi Kemasindo. Ketika The Kwang Kiang meninggal dunia, Andy menitipkan jatah pembayaran uang sewa mendiang senilai Rp 8 milyar kepada Adrianto Birendra JAP agar diserahkan kepada Juanda selaku ahli waris almarhum The Kwang Kiang.
Bukannya bersyukur, Juanda malah melaporkan Andi Tediarjo The dengan dugaan menggelapkan uang sewa 3 perusahaan tersebut ke polisi. Laporan Nomor: LP/4684/VIII/2019/PMJ/Dit.Reskrimum tanggal 08 Agustus 2019 tersebut lalu ditindaklanjuti pihak Kejaksaan Tinggi Jawa Barat.
Dalam amar putusannya terhadap perkara Nomor: 554/Pid.B/2020/PN.Ckr tanggal 30 Maret 2021, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Cikarang menyatakan: Terdakwa Andy Tediarjo The tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dalam Dakwaan Pertama Pasal 372 KUHP, Dakwaan Kedua Pasal 385 ayat (4) KUHP Penuntut Umum.
Perbuatan Juanda yang memberikan laporan palsu telah mengakibatkan Andi Tediarjo The dan ke-3 pihak penyewa mengalami ketidaknyamanan dan ikut diperiksa oleh penyidik kepolisian. Oleh JPU, Juanda dijerat dengan Pasal 317 ayat (1) KUHP tentang mengajukan laporan atau pengaduan tentang seseorang, sedangkan diketahuinya bahwa laporan atau pengaduan itu adalah palsu, dengan ancaman hukuman maksimal 4 tahun pidana penjara. (RN)
Be the first to comment