Jakarta, innews.co.id – Sekitar 20 bulan, perekonomian Indonesia luluh lantak oleh pandemi Covid-19. Dunia usaha terpuruk hingga di titik nadir. Tidak sedikit pelaku usaha yang terpaksa gulung tikar (hands-up). Ribuan karyawan dirumahkan. Kalaupun ada yang perusahaan yang bertahan, itu hanya dalam hitungan jari saja.
Kini, ditengah melandainya angka positif Covid-19, para pengusaha coba menata kembali bisnisnya. Cash flow perusahaan yang sempat morat-marit coba disusun. Business plan coba direview kembali. Sayangnya, ditengah kegundahgulanaan para pengusaha, kini sudah diperhadapkan tuntutan kenaikan upah pekerja di tahun depan.
Tidak tanggung-tanggung, di wilayah DKI, sejumlah pekerja menuntut kenaikan upah sebesar 20 persen di 2022. Bagi pengusaha ini tentu cukup memusingkan, apalagi melihat masih tertatih-tatihnya langkah dalam memulai bisnisnya.
“Pada prinsipnya, kami para pengusaha dapat memahami apa yang menjadi kegelisahan dari teman-teman pekerja/buruh. Namun, kondisi pasca pandemi ini membuat kemampuan dari para pengusaha menjadi turun sangat drastis. Memang ada beberapa pengusaha yang dapat survive, namun hal ini janganlah disamaratakan antara satu dengan yang lainnya,” ujar Hj. Diana Dewi, SE., Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Provinsi DKI Jakarta dalam keterangan tertulisnya kepada innews, Selasa (2/11/2021), menyikapi tuntutan komunitas pekerja untuk menaikkan upah di 2022 nanti.
Diakuinya, permintaan dari komunitas pekerja/buruh dirasa sangat memberatkan para pelaku usaha. “Saat ini, banyak para pengusaha yang harus memulai kembali bisnisnya dari nol, setelah sebelumnya porak-poranda akibat badai Covid-19,” terang Diana Dewi yang juga CEO PT Suri Nusantara Jaya ini.
Menurutnya, kondisi demikian hendaknya bisa dipahami teman-teman pekerja. “Pandemi Covid-19 adalah sebuah realita yang harus dihadapi. Meski sekarang sudah melandai, namun para pengusaha kan baru mau memulai kembali. Apakah harus dibebankan dengan permintaan kenaikan upah yang demikian besar? Kita harus sama-sama memahami kondisi tersebut,” pintanya.
Meski demikian, lanjut Diana, sebagai pengusaha tentu ia bersama rekan-rekan lainnya menyadari bahwa terkait formulasi penetapan UMP/UMR sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan sebagai turunan Undang Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. “Namun, tentu semua itu harus disesuaikan dengan kondisi riil di tiap perusahaan. Tidak bisa juga dipaksakan bila memang kondisi belum memungkinkan. Para pengusaha tentu akan mengupayakan yang terbaik, meski itu belum tentu bisa memuaskan para pekerja,” ujarnya lagi.
Terkait rencana Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk mengumumkan upah minimum provinsi (UMP) 2022 pada 19 November nanti, Diana mengatakan, hingga saat ini pihaknya masih mencari kesepakatan bersama yang nanti akan ditetapkan oleh Gubernur sebagai UMP DKI 2022. “Perwakilan Kadin DKI Jakarta juga ikut serta dalam Dewan Pengupahan Provinsi DKI Jakarta, dan ikut membahas persoalan ini,” tutur wanita cantik yang juga duduk sebagai Komisaris Independen PT Angkasa Pura Supports ini.
Dirinya secara khusus mengajak pada pekerja/buruh untuk dapat lebih realistis dalam melihat kondisi saat ini. “Kami sangat memahami bahwa kondisi ini tidaklah mudah bagi semua. Namun, apabila ini dapat dikomunikasikan dengan baik antara pengusaha dan pekerja akan mendapatkan titik temu yang optimal. Kita tidak ingin apabila ada salah satu pihak yang memaksakan kehendak pada akhirnya akan memicu dampak lain yang tidak kita inginkan,” pungkasnya. (RN)
Be the first to comment