Unkris dan Peradi Sepakat Minta Presiden Jokowi Tuntaskan Reformasi Hukum

Para pembicara dalam Seminar Nasional bertema “Darurat Peradaban Hukum: Sejauhmana Kewenangan Presiden terhadap Lembaga Yudikatif” yang diadakan oleh Universitas Krinawipayana (Unkris) bersama Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi), di Pendopo Unkris, Jatiwaringin, Bekasi, Rabu (19/10/2022)

Jakarta, innews.co.id – Penegakkan hukum di Indonesia tengah menghadapi guncangan yang dahsyat, bahkan mengarah ke darurat. Bila tidak diselesaikan secara cepat, maka angka kejahatan pun bisa meningkat. Kedaruratan tersebut bisa diselesaikan bila Presiden sebagai pemimpin tertinggi di negara ini turun tangan.

Hal tersebut menjadi intisari Seminar Nasional bertema “Darurat Peradaban Hukum: Sejauhmana Kewenangan Presiden terhadap Lembaga Yudikatif” yang diadakan oleh Universitas Krinawipayana (Unkris) bersama Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi), di Pendopo Unkris, Jatiwaringin, Bekasi, Rabu (19/10/2022).

Para pemateri bersama Prof Jimly yang menjadi keynote speech

“Dalam catatan akhir tahun Peradi, kami sudah ingatkan agar Presiden Jokowi turun tangan langsung dalam membenahi hukum di Indonesia,” kata Prof Otto Hasibuan, Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Peradi, yang menjadi salah satu narasumber dalam seminar tersebut bersama mantan Hakim Agung RI Prof Gayus Lumbuun dan Wakil Dekan I Fakultas Hukum Unkris, Dr. Hartanto.

Otto menilai, persoalan hukum yang demikian massif sudah tidak bisa diselesaikan oleh institusi-institusi penegak hukum biasa. Karenanya, presiden harus turun tangan.

Dia menyayangkan para pembantu Presuden tidak aktif memberi masukan-masukan berharga sampai harus meledak serangkaian kasus-kasus hukum yang melibatkan sejumlah petinggi negara. “Ini sangat memalukan dan seolah menampar muka Presiden,” tandas Prof Otto.

Prof Otto Hasibuan Ketua Umum DPN Peradi saat menyampaikan pandangannya

Dikatakannya, dengan kondisi seperti ini, rasanya perlu dilakukan reformasi hukum, salah datunya terkait budaya hukum (culture of law). “Indonesia sudah mempunyai banyak lembaga hukum dan UU beserta turunannya. Ini yang perlu direformasi,” serunya.

Beberapa kasus besar para petinggi penegak hukum, ujarnya, harus menjadi momentum bagi presiden guna membenahi sengkarut di bidang hukum. “Presiden harus memback-up langsung para pencari keadilan dan meminta para penegak hukum lebih tegas,” usulnya.

Sementara itu, Prof Jimly Asshiddiqie yang menjadi keynote speech pada acara tersebut menambahkan, saat ini penegakkan hukum tengah mengalami krisis di segala lini. “Presiden harus duduk bersama para menteri dan lembaga negara lain untuk mengevaluasi semua hal terkait penegakkan hukum. Kemudian membuat formulasi tepat sehingga kedepan tidak lagi kecolongan,” tukasnya.

Dalam acara yang secara resmi dibuka oleh Dr. Dhahana Putra Plt Dirjen Peraturan Perundang-undangan Kemenkopolhukam, mewakili Menkopulhukam tersebut, Prof Gayus Lumbuun meminta Presiden Jokowi untuk mengevaluasi semua hakim di semua tingkatan, mulai dari pengadilan negeri, pengadilan tinggi hingga Mahkamah Agung (MA). Ini semata untuk mencari hakim-hakim yang benar-benar berintegritas yang kemudian menjadi pemimpin di tingkatan tersebut.

“Kondisi peradaban hukum negeri ini sangat darurat dan mengkhawatirkan karena banyak kasus-kasus yang melibatkan sejumlah petinggi atau pejabat lembaga penegak hukum. Kondisi ini juga terjadi di lembaga yudikatif,” bebernya.

Dalam sambutannya, Rektor Unkris Ayub Muktiono menegaskan, perlu langkah radikal yang harus dilakukan oleh Presiden untuk membersihkan aparat penegak hukum. “Perlu langkah segera untuk mereformasi dan membenahi hukum. Bila penataan itu menunggu lahirnya UU baru, maka akan terlalu lama,” tukasnya. (RN)

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan