UU TPKS, Melina Alaydroes Dorong Pembentukan Satgasus Tindak Pidana Kekerasan Seksual

Melina Alaydroes Ketua Yayasan Ibnu Sina Peduli (Hands For Help)

Jakarta, innews.co.id – Negara memiliki kewajiban melindungi seluruh warga negara, termasuk para korban kekerasan seksual. Hal ini sejalan dengan amanat UUD 1945. Untuk itu, adalah tepat disahkannya UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

Penegasan ini disampaikan Melina Alaydroes Ketua Yayasan Ibnu Sina Peduli (Hands For Help), menyikapi telah disahkannya UU TPKS oleh DPR RI beberapa waktu lalu. “Disahkannya UU TPKS memberi penegasan peran penting negara dalam melindungi rakyatnya,” kata Melina kepada innews, Rabu (20/4/2022).

Secara pribadi, Melina menyambut baik disahkannya UU yang sudah 10 tahun bolak-balik dibahas di DPR. “Tentu ini suatu kemajuan yang patut diapresiasi. Dalam hal ini tentu merupakan buah dari perjuangan banyak pihak untuk menggolkannya,” tuturnya.

Melina berharap semoga dengan disahkannya UU TPKS ini memberi efek nyata untuk meminimalisir kekerasan seksual dan memberikan akses dan legal standing kepada aparat penegak hukum untuk menindak tegas setiap pelaku kekerasan seksual.

Diakuinya, secara umum banyak korban (misalnya kekerasan seksual, KDRT, bully, dan lainnya) terkadang tidak punya akses untuk melaporkan apa yang dialaminya atau malu dan alasan-alasan lain untuk melapor kepada aparat penegak hukum. “Menurut saya, sebagai implementasi dari UUTPKS ini, alangkah baiknya dibentuk suatu satuan tugas khusus (Satgasus). Sehingga membuka akses seluas-luasnya bagi para korban melaporkan kejahatan/kekerasan yang mereka alami,” usul mantan None Jakarta tahun 1981 ini.

Dikatakannya, keengganan para korban melapor kerap menjadi problem terbesar. Untuk itulah perlu dibentuk Satgasus yang dapat memberikan pelindungan, pengayoman, pengamanan dan pemegakan hukum yang nyata dan adil untuk para korban.

Melina berhadap UU TPKS bisa diterapkan dengan baik untuk melindungi korban dan yang terpenting mencegah dan memberantas tindak pidana kekerasan seksual itu terjadi lagi di kemudian hari.

“Jika dilihat dari materi UU TPKS ini cukup jelas karena memasukkan 9 bentuk tindak pidana kekerasan seksual, yaitu pelecehan seksual non-fisik; pelecehan seksual fisik; pemaksaan kontrasepsi; pemaksaan sterilisasi; pemaksaan perkawinan; kekerasan seksual berbasis elektronik; penyiksaan seksual; eksploitasi seksual; dan perbudakan seksual. Hal-hal inilah yang sering terjadi dalam masyarakat. Semoga dengan adanya UU ini, minimal semuanya bisa dicegah dan diatasi di masa mendatang,” harapnya.

Dia juga menghimbau kepada perempuan-perempuan yang mengalami kekerasan seksual, jangan takut untuk melaporkan kepada aparat penegak hukum agar masalah yang dialami cepat teratasi. (RN)

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan