Waketum AAI: “Rencana Menyatukan Peradi Lecehkan Organisasi Advokat Lain”

Darwin Aritonang serukan penyatuan organisasi advokat yang menyeluruh

Jakarta, innews.co.id – Sebagai dampak dari Surat Keputusan Mahkamah Agung (SKMA) No. 73/KMA/HK.01/IX/2015 Tahun 2015 tentang Penyumpahan Advokat, tercatat hingga kini, ada sekitar 50 organisasi advokat (OA) di Indonesia.

Beberapa faktor yang mendorong menjamurnya OA di Indonesia. Salah satunya bisa karena ada persoalan internal dalam suatu OA, sehingga pihak-pihak yang tidak puas membentuk wadah lain lagi. Bisa juga karena ambisi seseorang untuk menjadi pemimpin lantas mengajak pihak lain untuk membentuk OA baru. Dan, banyak alasan lainnya.

Persoalan yang paling mencuat adalah perpecahan di tubuh Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi), yang notabenenya lahir berdadarkan UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Awalnya, wadah ini diklaim sebagai wadah tunggal sesuai amanat UU tersebut. Namun, faktanya tidak demikian. Sebab, Peradi yang dibentuk oleh 8 OA ketika itu, ternyata OA-OA yang membentuk Peradi tetap eksis. Padahal harusnya setelah membentuk Peradi, kedelapan OA dihapus.

Kini, Peradi telah pecah. Konon kabarnya menjadi 7 OA, baik dengan singkatan yang sama atau mirip-mirip. Ada upaya menyatukan kembali Peradi, seperti yang dilontarkan Prof Otto Hasibuan Ketua Umum DPN Peradi yang berkantor di Grand Slipi Tower. Bahkan kabarnya, Otto telah menyurati Peradi Suara Advokat Indoneaia (SAI) pimpinan Juniver Girsang dan Peradi Rumah Bersama Advokat (RBA) pimpinan Luhut Pangaribuan.

Terkait hal itu, Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) yang juga merupakan salah satu OA pendiri Peradi, Darwin Aritonang dengan kritis mengatakan, “Kalau hanya berniat menyatukan 3 Peradi saja, sama artinya dengan melecehkan OA-OA lainnya”. Kok bisa?

“Jelas. Semua OA memiliki kedudukan yang sama. Jadi, kalau hanya mau menyatukan Peradi saja tidak akan mungkin dapat menyelesaikan permasalahan yang ada saat ini di tubuh advokat,” tegasnya.

Darwin mengingatkan, sekarang mungkin sudah ada sekitar 50 OA yang diakui oleh pemerintah pasca SK MA No. 73/2015. “Kita semua resmi. Jadi, kenapa seolah hanya ada Peradi saja. Atau mungkin yang lain kurang dianggap atau sekadar sebagai pelengkap saja? Semua sama dan sejajar,” tukasnya.

Bahkan, sambungnya, AAI sendiri merupakan OA pendiri Peradi. “Kami sampai sekarang masih eksis dan baru saja melantik kepengurusan baru periode 2022-2027. Apa kami juga tidak dianggap? Kan sudah tidak benar lagi kalau begitu,” serunya.

Untuk itu, Darwin mengusulkan apabila Otto Hasibuan ingin menyelesaikan permasalahan OA dan benar-benar berniat menjadikan single bar, maka seluruh OA yang ada saat ini harus diajak urung rembuk untuk melaksanakan Munas bersama. “Harus begitu dong kalau mau tuntas. Jangan hanya Peradi saja yang mau disatukan,” imbuhnya.

Darwin mencontohkan, saat ini Peradi RBA pimpinan Luhut Pangaribuan sudah mulai menjalin komunikasi dengan OA-OA lain untuk bagaimana merenda penyatuan. “Perlu dibuka komunikasi secara intens dengan semua OA. Jangan menganggap Peradi saja yang paling besar atau paling diakui pemerintah. Semua sama! Karenanya, upaya komunikasi harus dilakukan,” usul Darwin.

Dirinya meyakini, bila ada komunikasi yang baik, maka harapan penyatuan OA-OA bisa terjadi. “Tapi kalau hanya Peradi saja yang mau dipersatukan, dijamin tidak akan menyelesaikan persoalan secara komprehensif,” pungkasnya. (IN)

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan