Dewan Advokat Nasional (DAN) hanya akan jadi alat pemerintah untuk mengintervensi advokat dan organisasi advokat di Indonesia, yang seharusnya independen.
Jakarta, innews.co.id – Wacana pembentukan Dewan Advokat Nasional (DAN) yang dicetuskan oleh Tim Percepatan Reformasi Hukum bentukan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, dinilai menabrak Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.
“Rencana itu (DAN) jelas bertentangan dengan UU Advokat. Selama UU 18/2003 masih berlaku, maka tidak ada alasan apapun untuk membentuk Dewan Advokat Nasional. Karena itu sama saja mengakui banyak Organisasi Advokat (OA) atau multi-bar. Padahal, UU Advokat jelas mengamanatkan single bar atau wadah tunggal,” kata H. Sutrisno, SH., M.Hum., Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN PERADI), kepada innews, di Jakarta, Selasa (5/12/2023).
Ketua Umum IKADIN periode 2015-2020 ini menyatakan UU 18/2003 jelas menganut asas single bar, yang juga diperkuat oleh putusan Mahkamah Konstitusi No 14 Tahun 2006, yang menyatakan bahwa PERADI merupakan satu-satunya OA yang merupakan organ negara dalam arti luas yang bersifat mandiri (independen state organ), yang juga menjalankan fungsi negara.
Dengan gamblang, Sutrisno menyatakan, keberadaan DAN bertentangan dengan UU 18/2003 karena memberi peluang tumbuh dan berkembangnya OA baru. Sementara yang sekarang saja sudah mencapai lebih dari 40 OA. “Keberadaan DAN merupakan bentuk cara eksekutif/pemerintah melakukan intervensi terhadap OA dan advokat itu sendiri. Padahal, padahal profesi advokat itu sifatnya independen dan tidak dapat diintervensi oleh kekuatan apapun,” tegas advokat senior yang telah lebih dari 36 tahun malang melintang di dunia kepengacaraan ini.
Sutrisno menguraikan, sebagai organ negara yang menjalankan fungsi negara, PERADI mempunyai 8 kewenangan (vide putusan MK No 66 tahun 2010 yaitu:
- Menyelenggarakan Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA)
- Membentuk Kode Etik Advokat
- Membentuk Dewan Kehormatan
- Mengawasi Advokat
- Membentuk Komisi Pengawas Advokat
- Menyelenggarakan Ujian Profesi Advokat (UPA)
- Mengangkat Advokat
- Menindak Advokat
Dia menegaskan, ke-8 kewenangan negara tersebut dilaksanakan secara utuh oleh PERADI dibawah kepemimpinan Prof Otto Hasibuan. “PERADI pimpinan Prof Otto Hasibuan secara konsisten melaksanakan amanat UU 18/2003. Pemerintah sebagai pihak yang bersama DPR mensahkan UU Advokat itu malah justru yang melanggar,” tukas Sutrisno.
Dirinya menyayangkan upaya pemerintah yang dinilai mau mengobok-obok dunia kepengacaraan. Seperti diketahui, sebelumnya Surat Ketua Mahkamah Agung Nomor 73 Tahun 2015, telah membuat OA bak jamur di musim hujan. “Kini, hal itu mau diulangi lewat pembentukan DAN,” imbuhnya.
Sutrisno menyerukan agar semua advokat menolak wacana pembentukan DAN. “Pemerintah harusnya memahami bahwa sistem single bar paling cocok diterapkan. Karena dengan begitu kualitas advokat lebih terjamin dibandingkan multi-bar. Sebab, tujuan dibentuk OA, salah satunya adalah meningkatkan kualitas para advokat. Kalau OA-nya banyak, tentu dengan gampangnya advokat loncat sana loncat sini. Yang paling dirugikan adalah para pencari keadilan yaitu masyarakat luas,” ungkap Sutrisno.
Dengan wadah tunggal, sambungnya, maka akan akan ada standarisasi profesi advokat, kedisiplinan advokat senantiasa dijalankan, kode etik akan selalu ditegakkan. Dengan begitu, integritas advokat akan tetap terjaga. Dan tentunya itu menguntungkan para pencari keadilan.
“Harusnya pemerintah mendorong terciptanya single bar karena itu akan memberi efek positif bagi penegakkan hukum. Bukan malah sebaliknya, justru OA mau diintervensi dengan membentuk DAN,” pungkasnya. (RN)
Be the first to comment