Jakarta, innews.co.id – Kementerian Dalam Negeri berencana mengkaji jabatan wakil kepala daerah. Diyakini hal ini akan berdampak besar bagi pelayanan kepada masyarakat. Tugas pemimpin daerah (Gubernur/Bupati/Wali Kota) akan semakin berat.
Hal tersebut ditegaskan Yance Mote, SH.,
Sekretaris Korwil III Partai Golkar Papua. “Salah satu imbasnya ialah akan ada kebutuhan besar untuk mengisi posisi birokrasi demi menggantikan peran wakil di pemda,” kata Yance dalam siaran persnya kepada innews, Senin (11/1/2021).
Menurutnya, jika posisi wakil kepala daerah ditiadakan, peran pendamping kepala daerah harus digantikan pejabat dari birokrasi.
“Pengisian jabatan birokrasi yang setara dengan tugas wakil itu harus memperhatikan jumlah aparat di daerah,” ujar Yance yang juga Wakil Ketua AMPG Partai Golkar Papua ini.
Selain itu, lanjutnya, ini bisa jadi modus jual-beli jabatan baru. Karena posisi wakil kan jadi penting. “Kepala daerah sebenarnya kan tidak bisa bekerja sendiri, dia butuh tim. Kalau hanya sekretaris daerah (Sekda) saja tidak cukup,” imbuhnya.
Yance berkaca pada kejadian di Kabupaten Biak Numfor, dimana sudah dua tahun mengalami kekosongan wakil bupati. Meski sudah empat kali disurati pihak Provinsi Papua, namun Bupati dan DPRD Biak Numfor tak jua mendorong proses rekruitmen Calon Wakil Bupati. Bahkan, Doren Wakerkwa Sekda Provinsi Papua mencium gelagat mencurigakan. Sebab, hal ini sangat mempengaruhi pelayanan pemerintah kepada masyarakat.
Lebih jauh Yance mengatakan, di sisi lain, ketiadaan posisi wakil kepala daerah juga dipercaya bisa mengurangi biaya politik dalam pilkada. “Penghematan bisa terjadi karena tidak ada lagi perdebatan antar-partai politik untuk menentukan figur pengisi calon kepala dan wakil kepala daerah,” tuturnya.
Ditambahkannya, jika pilkada hanya memilih figur kepala daerah tanpa wakil, intensitas negosiasi antar-partai akan berkurang dan parpol akan cepat mengambil keputusan ihwal siapa kandidat yang diusung dalam pilkada.
Bila ketiadaan wakil kepala.daerah, kata Yance, potensi adanya calon tunggal mungkin akan lebih tinggi. Bisa jadi terjadi fenomena borong partai (oleh petahana dalam pilkada).
Di sisi lain, ketiadaan posisi wakil kepala daerah juga bisa berdampak negatif terhadap kelancaran jalannya pemerintahan di suatu wilayah.
“Saat posisi wakil dipertahankan, pengisian posisi puncak di pemda ketika kepala daerah berhalangan dapat dilakukan segera. Namun, ketika wakil tidak ada, pergantian pengisi jabatan kepala daerah akan dilakukan dengan mekanisme yang lebih rumit,” tukasnya.
Dia mempertanyakan, kalau kepala daerah berhalangan bagaimana gantinya? “Bisa makan waktu lagi menunjuk Plt (pelaksana tugas) dan pastinya akan memakan waktu lama,” pungkasnya. (RN)
Be the first to comment