Walhi Geram, Negara Kerap Abaikan Hak Rakyat Kelola Lingkungan

Jakarta, innews.co.id – Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) mengecam sikap penyelenggara negara yang kerap mengabaikan hak rakyat dalam pengelolaan lingkungan. Dilaporkan, semakin meningkat pelanggaran dalam mengelola lingkungan yang dilakukan oleh penyelenggara negara.

“Kini, ada situasi yang membahayakan lingkungan hidup dan keselamatan rakyat. Tren pembangkangan pada era pemerintahan Jokowi meningkat,” kata Zenzi Suhadi Direktur Eksekutif Nasional Walhi, dalam keterangan resminya di Jakarta, Selasa (25/1/2022).

Karena itu, Walhi mengeluarkan Maklumat Pulihkan Indonesia bagi rakyat. “Maklumat ini tidak dalam rangka mengganggu kekuasaan, tapi kita mengingatkan bahwa kekuasaan sedang tidak bekerja untuk rakyat,” terangnya.

Dia mengatakan, Maklumat tersebut juga disampaikan bersama 28 kantor daerah yang sedang menghadapi situasi tekanan yang beragam. Mulai dari tindakan kekerasan aparat, kriminalisasi pejuang agraria hingga meluasnya bencana ekologis. “Dengan membentuk pos koordinasi dan membuka ruang-ruang konsolidasi di seluruh daerah,” ujarnya.

Sementara itu, Manager Kajian Hukum dan Kebijakan Walhi, Satrio Manggala menerangkan, latar belakang seruan ini adalah merespons tindakan pengabaian negara terhadap sejumlah putusan pengadilan yang memenangkan perjuangan rakyat atas pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup lestari.

Pertama, terjadi pelemahan supremasi hukum. Pelemahan ini salah satunya dilakukan melalui pembajakan legislasi,” ujarnya.

Dicontohkan, bagaimana setting pembajakan legislasi ini dimulai dengan revisi UU KPK. Selain itu, pembajakan dilanjutkan dengan tetap mengesahkan UU Cipta Kerja (Omnibus Law) yang dinilai akan semakin meningkatkan perampasan wilayah kelola rakyat.

Kedua, lanjutnya, peningkatan daya opresi penyelenggara negara kepada rakyat. Hal ini semakin masif terjadi dengan dibarengi tindak kekerasan dan kriminalisasi.

“Walhi mencatat sepanjang tahun 2021 sejumlah 53 orang menjadi korban kekerasan dan kriminalisasi. Dan 10 di antaranya adalah korban kriminalisasi Pasal 162 perubahan UU Minerba,” ungkap Satrio.

Ketiga, puncak dari tindakan penyelenggara negara adalah pembangkangan terhadap konstitusi. Menurut Satrio, penyelenggara negara tidak tunduk atas putusan Mahkamah Konstitusi No. 91/2021 tentang UU Cipta Kerja. Padahal pada amar nomor 7 jelas memerintahkan kepada penyelenggara negara untuk menangguhkan segala tindakan/kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas. Serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Dia mengingatkan, situasi terkini negara yang membangkang terhadap sejumlah putusan pengadilan yang terkait dengan perjuangan rakyat atas kasus-kasus lingkungan hidup. (RN)

Be the first to comment

Tinggalkan Balasan