Jakarta, innews.co.id – Wacana pemekaran Papua terus menggelinding. Berbagai pihak mendorong hal tersebut dengan dalih untuk pemerataan pembangunan. Ini sah-sah saja. Hanya saja, dalam kacamata pengusaha, pemekaran wilayah tidak lantas menjamin terciptanya kesejahteraan. Bukan tidak mungkin hanya membuka celah tumbuh suburnya korupsi, utamanya di kalangan pejabat di daerah.
“Sistem pemerintahan di Papua harus berbasis wirausaha. Selain itu, penguatan pengawasan terhadap keuangan daerah akan mampu mendongkrak pendapatan asli daerah (PAD) dan menutup celah kebocoran yang mungkin saja terjadi,” kata Yance Mote, SH., enterpreneur muda asli Papua, dalam keterangannya kepada innews, Kamis (17/2/2022).
Yance menegaskan, yang dibutuhkan sekarang adalah perubahan akhlak dari para pemimpin di Papua. “Para pejabat di Papua jangan hanya duduk manis menunggu transferan dari Pemerintah Pusat. Tapi bagaimana berbuat, berkreasi, dan bisa melakukan terobosan, baik dari sisi pengembangan potensi daerah maupun pengelolaan keuangan yang transparan dan akuntabel,” tuturnya.
Yance mensinyalir selama ini telah terjadi kebocoran anggaran sebesar Rp 150 triliun per tahun, yang bila masuk ke kas daerah bisa digunakan untuk pembangunan dan kesejahteraan rakyat. “Kebocoran anggaran sebesar itu karena adanya praktik-praktik ilegal, seperti illegal logging, illegal mining, dan illegal fishing. Ini sudah terjadi sejak lama,” ungkap mantan Sekretaris Umum Hipmi Papua ini.
Berkaca pada hal tersebut, Yance yakin kalau pejabat di Papua memberi ruang luas kepada pelaku wirausaha, maka perekonomian akan lebih cepat berputar. Selain itu, hal-hal yang selama ini ilegal, harus dilegalkan, dan dibuat payung hukumnya (peraturan daerah). Dengan menjadi legal, tentu bisa meningkatkan PAD Papua. “Jangan justru pejabat daerah ikut bermain secara ilegal. Apalagi orang-orang dari Jakarta pun banyak terlibat,” urai CEO PT Miyeda Group ini.
Dikatakannya, kalau Papua bisa mendapatkan dana yang bocor sebesar itu, tidak lagi ada artinya dana otonomi khusus (otsus). Sayangnya, kebijakan fiskal di Papua selama ini terbilang lemah. “Kadis Pendapat Daerah harus diganti oleh sosok yang memiliki visi-misi jelas dan bermental kuat, terutama untuk menutupi kebocoran anggaran selama ini,” tegasnya.
Selain itu, Yance juga meminta agar Pemerintah Pusat bisa memberikan kewenangan izin konsesi kepada pemerintah di daerah. Jangan semua maunya ditangani oleh pusat, sementara daerah hanya memperoleh dana dari pembagian hasil saja.
Hal lainnya, kata Yance, Papua butuh Tim Investasi yang kuat. Tim ini bertugas menghadirkan investasi, baik domestik maupun mancanegara. ‘Dapur’ pembangunan Papua, menurut Yance, harus dikelola oleh koki-koki yang handal, negarawan yang baik. Dengan PAD yang besar, tentu Papua bisa mengirim putra-putrinya untuk mengenyam pendidikan sampai ke luar negeri.
Yance menyayangkan, akhir-akhir ini yang diturunkan Pemerintah Pusat ke Papua mayoritas kebijakan politik. Padahal, soal NKRI dan Merah Putih itu sudah final. “Sekarang harus fokus pada bagaimana membangun Papua, melalui penguatan kebijakan fiskal,” serunya.
Dia mengusulkan, pembagian anggaran ke daerah jangan berdasarkan rumus besaran jumlah penduduk. Sebab kalau begitu, dijamin jatah untuk Papua pasti selalu kecil karena penduduknya sedikit. “Saya berharap pemerintah daerah bisa membuka diri dan berkolaborasi dengan para pelaku usaha untuk bagaimana meningkatkan PAD lebih maksimal lagi. Dengan perubahan akhlak pada pejabat daerah, maka masyarakat akan merasakan dampaknya,” pungkas Yance. (RN)
Be the first to comment