Jakarta, innews.co.id – Teknologi di seluruh dunia telah mengalami perkembangan pesat sejak awal milenium baru. Kemampuan suatu negara untuk berkembang dan tetap relevan dalam iklim ekonomi dan industri saat ini bergantung pada kemampuannya beradaptasi dan mengembangkan teknologi baru di bidang-bidang yang sedang berkembang seperti telekomunikasi, teknologi finansial, dan energi terbarukan.
Tercatat ada 20 negara dengan teknologi tercanggih di dunia. Sayangnya, Indonesia tidak termasuk di dalamnya.
Ke-20 negara tersebut yakni, Amerika Serikat, China, Jepang, Jerman, Korea Selatan, Italia, Singapura, Swedia, Swiss, Kanada, Inggris, Finlandia, Belanda, Australia, Norwegia, Perancis, Denmark, Taiwan, India, dan Afrika Selatan.
“Tidak bisa dipungkiri, kemajuan sebuah negara sangat ditentukan oleh kemampuannya beradaptasi dengan perkembangan teknologi,” kata Andre Rahadian, SH., LL.M., M.Sc., Partners Dentons HPRP, firma hukum yang telah mendunia, dalam keterangannya, di Jakarta, Rabu (24/9/2025).
Dia menambahkan, Indonesia dengan bonus demografi yang dimiliki sebenarnya memiliki peluang besar untuk masuk jajaran negara maju secara teknologi.
“Namun, peluang tersebut hanya bisa diwujudkan jika ada keseriusan dalam membangun ekosistem inovasi, mulai dari riset, pendidikan, infrastruktur digital, hingga dukungan regulasi,” jelas praktisi hukum ini.
Andre menilai, negara-negara yang masuk dalam daftar ini mampu melompat jauh karena konsisten berinvestasi pada SDM dan teknologi strategis.
Dalam hal ini, Indonesia perlu meniru langkah tersebut agar tidak sekadar menjadi pasar teknologi, tetapi juga produsen inovasi.
Dirinya mendorong pemerintah agar lebih serius lagi mengembangkan teknologi dengan membuka ruang, terutama bagi generasi muda untuk mengembangkan inovasi teknologinya serta memberi award bagi mereka yang sukses memgimplementasikan teknologi dalam lingkup usahanya.
“Jangan justru inovasi yang dihasilkan dianggap ‘musuh’ yang harus diperangi hanya gegara berpotensi mengurangi cuan yang diperolehnya selama ini, msski dengan pola-pola konvensional,” tukas Founder Masyarakat Hukum Udara (MHU) ini. (RN)











































